NUSANTARA

Diduga Ada “Permainan” Dibalik Hasil Seleksi Calon Siswa Akpol NTT

FLORESGENUINE.com- Hasil seleksi calon siswa taruna-taruni (catar) Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2024 di Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai protes dari berbagai pihak.

Diduga ada ‘permainan’ dibalik hasil seleksi calon siswa Akpol lantaran hasil rekrutmen Catar Akpol dinilai tidak mengakomodir putra-putri NTT, melainkan lebih didominasi oleh peserta dari luar daerah NTT.

Diaspora Lembata Sedunia yang terhimpun dalam Ata Lembata meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo agar serius memberi atensi mengingat berpotensi terjadi hal-hal berbau kecurangan atau nepotisme. Apalagi, empat nama catar yang lolos seleksi diduga sekampung dengan Kapolda NTT, Daniel Tahi Silitonga.

“ Untuk memastikan apakah dalam proses seleksi itu terjadi hal-hal berbau kecurangan atau nepotisme kami minta Kapolri Pak Listyo Prabowo membentuk tim investigasi atas kasus ini,” tandas Petrus Bala Pattyona kepada Wartawan di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Menurut Bala Pattyona, mencermati hasil seleksi di Polda NTT, kebanyakan yang lulus seleksi adalah nama-nama berasal dari luar NTT. Karena itu, banyak pihak memerotes dan mempertanyakan sedikitnya 11 calon siswa yang bermarga Batak.

“Bahkan ada yang mengatakan, empat orang calon yang lulus seleksi adalah sekampung dengan Kapolda NTT Daniel Tahi Silitonga. Karena itu, Kapolri Pak Listyo perlu segera membentuk suatu tim investigasi. Bisa saja nama-nama yang lolos dianggap bukan orang asli NTT,” ujar Bala Pattyona yang adalah pengacara asal Kabupaten Lembata.

Menurut dia untuk memastikan apakah calon yang lulus seleksi bukan warga NTT adalah dengan memeriksa data kependudukan seperti Kartu Keluarga, KTP, Akta Kelahiran dan ijazah guna memastikan bahwa para siswa benar-benar lahir dan besar serta menamatkan sekolah di NTT atau di tempat lain.

BACA JUGA:  Rekonsiliasi "Peristiwa Rosario" di Tangsel, Ansy Lema Bawah Pesan Damai

“Seandainya, data kependudukan seperti KTP baru dibuat sebulan bahkan beberapa hari menjelang seleksi atau numpang KK, maka patut dianulir oleh Kapolri melalui panitia seleksi Polda NTT,” tegas Bala Pattyona.

Langkah membatalkan atau menganulir hasil seleksi merupakan langkah yang baik dan tepat karena jika kelulusan calon siswa Akpol tersebut ternyata manipulasi maka kehadirannya sesungguhnya telah mengambil kesempatan dan hak putra-putri NTT.

Menurut dia, dalam proses verifikasi awal bila ditemukan ada indikasi manipulasi maka seharusnya dibatalkan. Meskipun tidak ada aturan yang mengatur proses ini dan tidak ada pelanggaran hukum tetapi hal ini terkait dengan pemerataan kesempatan kerja. Apalagi NTT hanya diberi 11 kuota. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan. Mengapa untuk NTT kuotanya hanya 11 orang, sementara Sumatra Utara bisa mencapai 200-an orang?

BACA JUGA:  Pemerintah Bentuk Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat

Pengacara asal Lembata ini juga mengatakan bahwa seharusnya semua propinsi diberi kuota yang sama dan berlaku untuk semua lembaga, baik Polri, TNI, Pengadilan, hakim, kejaksaan dan semua kementerian dan lembaga.

Sementara itu, Justin Wejak, dosen di Universitas Melbourne mengatakan, ada idiom where there is smoke, there is fire, di mana ada asap, di sana ada api. Reaksi warga NTT terhadap berita kelulusan 11 casis taruna Akpol asal Polda NTT bukan tanpa sebab.

Media-media online, media konvensional maupun media sosial, cenderung melaporkan bahwa dari nama-nama peserta ujian yang lulus, diduga cuma satu peserta ‘asli’ NTT.

“ Jika dugaan itu terbukti betul maka pertanyaan maha penting yang perlu diselidiki secara tuntas adalah ada apa?” ujarnya.

Menurut dia, reaksi public NTT ibarat ‘asap’, dan berita kelulusan ibarat ‘api’. Maka, hemat dia, yang perlu diselidiki selanjutnya adalah bukan asap (reaksi), melainkan ‘fire’ atau api. Pasalnya, persepsi ‘asli-pendatang’ tidak boleh diremehtemehkan.

Menurut Justin, persepsi berpotensi menciptakan konflik sosial dalam masyarakat. Nyaris di mana-mana di seantero jagat, apalagi di Indonesia bangunan dikotomi ‘asli-pendatang’, jika tidak disiasati dengan baik, maka dapat menjadi racun berbahaya dalam relasi sosial.

BACA JUGA:  Hari Disabilitas Internasional, Membangun Kesadaran Baru Mencintai Sesama

Dia berpendapat, tugas negara yakni segera membentuk tim untuk menyelidiki dugaan ketidakadilan terkait kelulusan 11 casis Akpol asal Polda NTT. Hal ini penting dilakukan bukan semata-mata untuk menciptakan rasa keadilan sosial, melainkan juga demi menjaga nama baik institusi kepolisian.

Sedangkan Ansel Deri, seorang warga NTT yang berdomisili di Jakarta mengatakan bahwa hasil seleksi calon siswa Akpol Polda NTT tahun 2024 sangat buruk dan tidak mencerminkan penghormatan dan penghargaan atas SDM anak muda NTT yang berniat mengabdikan diri di korps Bhayangkara.

Menurut Ansel, Kapolda NTT dan panitia seleksi calon siswa Akpol Polda NTT tak perlu memberikan penjelasan panjang lebar namun dianulir saja.

“Pak Kapolda NTT dan panitia seleksi segera menganulir hasil seleksi itu. Saya pikir anak-anak muda NTT juga punya kemampuan tapi kalau mereka tidak lolos seleksi maka itu akan jadi pertanyaan publik dan berpotensi mempermalukan Polri secara kelembagaan. Pak Kapolri perlu segera memberikan atensi soal ini,” tegas Ansel.

Apakah orang NTT tidak punya kesempatan yang sama dengan daerah lain? Atau memang praktek-praktek seperti ini sering terjadi, saat penerimaan para calon taruna Akpol. Kapolri Jenderal Pol Listyo Prabowo mesti segera menjelaskan kepada publik, khususnya masyarakat NTT. [kis/fg]

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button