Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dianugerahi oleh Sang Pencipta sebagai wilayah yang memiliki keanekaragaman pangan. Hampir semua jenis tanaman pangan dapat tumbuh di wilayah ini. Padi, jagung, ubi, kacang-kacangan, buah-buahan dan berbagai tanaman komoditi lainnya.
Padi merah atau orang Manggarai menyebutnya wojalaka merupakan salahsatu padi varietas asli NTT yang dikembangkan oleh petani secara turun temurun. Orang Kedang di Kabupaten Lembata menyebutnya, anen putuq. Padi jenis ini biasa dibudidayakan di lahan kering atau ladang.
Pada zaman dulu, padi merah ini termasuk varietas unggul dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Untuk mendapatkan citarasa yang nikmat dan enak nasi beras merah biasa dicampur dengan beras putih.
Perpaduan dua jenis beras ini akan menghasilkan nasi berwarna merah. Beras merah miliki kandungan gizi yang tinggi apalagi jika diproses dengan cara-cara tradisional seperti menggunakan periuk tanah dan kayu bakar untuk memasak.
Padi merah ini semakin jarang dibudidayakan oleh para petani. Petani lebih cenderung menanam padi varietas impor sehingga membuat padi jenis ini terancam punah. Masuknya padi varietas “asing” semakin menggoda para petani untuk meninggalkan padi varietas asli.
Para petani perlu membudidayakan kembali padi merah agar tidak punah atau hilang. Mempertahankan dan mengembangkan varietas lokal adalah juga tujuan pembangunan. Karena itu, petani lokal didorong untuk mempertahankan varietas unggul yang dimiiliki setiap daerah sebagai pangan lokal khas masyarakat NTT.*