LINGKUNGAN HIDUP

Sampah di Kawasan Pariwisata Super Premium, Siapa yang Peduli?

Oleh Kornelis Rahalaka [Labuan Bajo]

Kota Labuan Bajo dengan binatang purba komodo telah menjadi ikon utama pariwisata daerah ini. Ini ditandai dengan tingkat  kunjungan wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat, sejak komodo ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia pada tahun 2011 dan diikuti pagelaran sail komodo pada tahun 2013 lalu, ribuan wisatawan terus membanjiri daerah ini.

Tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi tentu berdampak positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat, berdampak negatif terhadap lingkungan. Sebagaimana survey yang dilakukan oleh sebuah LSM, perihal kepuasan wisatawan menunjukkan, masalah kebersihan lingkungan terutama masalah sampah menjadi persoalan yang banyak dikeluhkan oleh para wisatawan.

Jenis sampah yang paling dirisaukan oleh para wisatawan yakni sampah plastik.  Pasalnya, kandungan kimiawi dari plastik sangat membahayakan kesehatan manusia. Jika sampah plastik dibakar akan menimbulkan dioxin dan furan atau penyebab kanker serta mengganggu pernafasan.Dalam skala besar, pembakaran sampah plastik sangat berpengaruh pada pamanasan global.

BACA JUGA:  Fransiskus Teguh : Komodo Travel Mart, Ajang Campaign Green Action

Bandingkan dengan sampah alami berupa dedaunan atau batang-batang pohon, yang meskipun dibakar namun tidak akan mengganggu kesehatan manusia. Jadi, kebersihan dan sanitasi lingkungan merupakan kebutuhan vital semua orang termasuk para wisatawan.

Persoalan mendasar terkait sampah adalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat termasuk wisatawan yang berkunjung ke suatu wilayah atau destinasi wisata. Selain itu, masih kurangnya perhatian pemerintah terkait manajemen pengelolaan sampah, terutama di kawasan-kawasan wisata baik di dalam kawasan Taman Nasional Komodo maupun di kota Labuan Bajo dan sekitarnya. Hampir di setiap tempat wisata tak luput dari sampah. Di bukit Amelia, bukit Silvia, bukit Cinta dan di sejumlah lokasi wisata lainnya, sampah-sampah itu dibuang sembarangan.

Di kawasan-kawasan yang jauh dari pusat kota seperti disebutkan, tampaknya pemerintah belum mempunyai kebijakan untuk menanggulangi sampah. Sejauh ini pemerintah lebih fokus mengurusi sampah dalam kota Labuan Bajo namun mengabaikan sampah  yang berserakan di kawasan-kawasan di luar kota. Pemerintah juga cenderung mengandalkan tindakan karitatif berupa pengerahan massa untuk membersihkan sampah pada saat adanya even-even tertentu. Tindakan karitatif  seperti ini, di satu sisi dapat merangsang partisipasi dan tanggung jawab publik terhadap kebersihan lingkungan, namun dalam jangka panjang dapat menciptakan sikap apatis masyarakat.

Persoalan yang tak kalah pelik adalah ketersediaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Pembuangan sampah secara terbuka mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik. Proses itu menghasilkan gas CH4 (methane). Sampah yang dibakar akan menghasilkan gas CO2 (karbondioksida).

BACA JUGA:  Pajak Hiburan Naik, Kemenparekraf Buka Ruang Diskusi Guna Cari Solusi

Sadar atau tidak,suka atau tidak suka, sampah telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan manusia. Persoalan persampahan menjadi ancaman serius bagi manusia dan lingkungan, baik di dalam kawasan Taman Nasional Komodo maupun di kota Labuan Bajo dan sekitarnya.

Bagi wisatawan dan pelaku wisata yang memiliki kesadaran akan bahaya sampah, mereka mungkin dapat membuang sampah-sampah itu pada tempatnya. Sebaliknya, bagi pengunjung yang rendah kesadarannya, mereka tentu membuangnya disembarangan tempat.

Selama ini, persoalan sampah cenderung hanya dilihat sebagai persoalan penduduk atau persoalan warga masyarakat. Padahal, persoalan sampah berkaitan erat dengan aktivitas bisnis. Pertanyaan sederhana yang patut disampaikan adalah siapakah yang memproduksi sampah plastik atau botol air mineral serta barang-barang rongsokan lainnya? Tentu jawaban yang paling masuk akal adalah perusahaan atau para pebisnis. Namun, orang cenderung melihat masalah sampah seolah hanya menjadi persoalan warga dan bukan persoalan bisnis.

BACA JUGA:  Hasil Tangkapan Nelayan di Kawasan TNK Terus Merosot

Karena itu, persoalan sampah, butuh penanganan serius dan juga komprehensif. Masalah sampah bukan hanya menyangkut perilaku buruk masyarakat tetapi juga perilaku buruk para pebisnis termasuk para pelaku pariwisata dan wisatawan itu sendiri.*

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button