FLORESGENUINE.com- Rencana pemerintah untuk menutup sementara Tamann Nasional Komodo (TNK) dari aktivitas pariwisata secara reguler, mulai tahun 2025 mendatang, mendapat tanggapan beragam dari banyak pihak.
Tujuan penutupan TNK seperti diungkapkan oleh Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) antara lain untuk mengurangi tekanan dalam kawasan, mengurangi dampak negatif dari aktivitas wisata serta menghidupkan destinasi wisata di luar kawasan TNK, patut diapresiasi.
Namun, menurut Konradus Rindu, Mantan Ketua Asosialis Travel Agent Indonesia (ASITA, Maumere, Konradus Rindu, pemerintah perlu duduk bersama untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama terkait kebijakan penutupan TNK ini.
“ Pemerintah perlu duduk bersama dengan pengusaha hotel dan restaurant, travel agent, pelaku wisata, organisasi profesi seperti HPI, ASITA, PHRI, AWSTAR dan masyarakat lokal untuk mendiskusikan dan mencari solusi-solusi bersama,” ujar Rindu dalam wawancara dengan Kornelis Rahalaka dari Floresgenuine.com di Labuan Bajo, Kamis (18/7/2024).
Berikut petikan wawancara selengkapnya:
Pemerintah dalam hal ini Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana untuk menutup sementara secara regular aktivitas pariwisata di TNK tahun depan. Apa tanggapan Anda?
Saya memandang rencana ini memiliki konsekwensi yang sangat luas. Di satu sisi kita membutuhkan upaya-upaya konservasi lingkungan di tengah ancaman kerusakan alam dan lingkungan dan menjamin keberlanjutan, namun di sisi yang lain, kepentingan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat harus dijamin keberlangsungan hidup mereka. Antara kepentingan konservasi dan kepentingan pariwisata sulit didamaikan dan memunculkan kontradiksi-kontradiksi karena itu kebijakan penutupan ini perlu dipikirkan secara matang dan harus melalui kajian-kajian mendalam dan komprehensif. Pemerintah harus membuka ruang dialog seluas-luasnya guna mendapatkan masukan dari masyarakat, baik dengan para pelaku wisata, asosiasi, travel agent, hotel dan restaurant serta masyarakat umum. Pemerintah perlu pikirkan juga nasib ribuan masyarakat yang terdampak langsung pun tidak langsung dari kebijakan ini. Hitung saja, berapa banyak pelaku wisata, hotel, restaurant, travel agen, dan masyarakat yang akan menanggung akibat dari kebijakan ini. Sebagai orang yang konsen terhadap lingkungan hidup, saya setuju dengan kebijakan penutupan ini guna pemulihan kondisi lingkungan alam TNK yang mulai mengalami degradasi dan kerusakan, terutama kerusakan terumbu karang di beberapa titik, termasuk menurunnya populasi binatang purba komodo yang adalah ikon utama pariwisata Manggarai Barat.
Pemerintah perlu pikirkan secara matang karena kebijakan ini tentu sangat berdampak bagi ribuan masyarakat yang hidupnya bergantung pada pariwisata. Pemerintah perlu menghitung berapa jumlah pelaku wisata beserta anak, istri serta para pekerja yang bergerak dibidang pariwisata. Kajian ini yang menurut saya harus dipikirkan dan dilakukan oleh pemerintah sebelum kebijakan penutupan itu dilakukan.
Sudah beberapa kali rencana penutupan TNK digulirkan oleh pemerintah. Namun, sejauh ini, wacana penutupan itu belum juga terealisasi. Bahkan setiap kali ada wacana penutupan, justru memunculkan resistensi, protes, penolakan bahkan konflik. Apa pendapat Anda?
Kuncinya, perlu duduk bersama untuk membicarakan hal ini secara terbuka untuk mencari solusi-solusi terbaik secara bersama-sama. Tanggalkan ego masing-masing demi kepentingan yang lebih besar. Pemerintah, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Dinas pariwisata propinsi dan kabupaten, Kementiran Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), para pelaku wisata seperti HPI, ASITA, PHRI, travel agent, para sopir, pemilik kapal, hotel dan restaurant termasuk masyarakat lokal yang kini hidupnya bergantung pada pariwisata untuk duduk bersama dan berdiskusi bersama. Semua elemen ini perlu didengarkan kata hati mereka, apa aspirasi mereka dan pilihan-pilihan solusi yang mereka tawarkan.
Antara kepentingan konservasi sumber daya alam dan kepentingan pariwisata nampaknya cukup sulit dicarikan titik temu. Apa pendapat Anda?
Sebagai orang yang peduli pada konservasi lingkungan hidup dan untuk menjamin keberlanjutan, saya mendukung berbagai upaya pemerintah di kawasan TNK. Penutupan merupakan bagian dari upaya sekaligus solusi untuk menjaga dan menjamin keberlanjutan, tetapi sebagai seorang pelaku wisata yang kehidupan ekonomi saya dan ribuan orang lainnya sangat bergantung pada pariwisata tentu penutupan TNK merupakan sebuah tantangan berat. Karena itu, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk mendiskusikannya.
Menurut pengamatan Anda, sejauh mana kondisi TNK sehingga pemerintah merasa perlu untuk menutup TNK dari aktivitas pariwisata?
Saya kira, ancaman terhadap kerusakan TNK sudah cukup serius. Di beberapa titik, terumbu karang sudah banyak yang rusak. Sebut saja di Pulau Kelor, Menjerite, Kanawa, Taka Makassar dan di sejumlah titik spot destinasi lainnya terumbu-terumbu karang mulai terancam. Ini dampak dari over kapasitas, daya dukung lingkungan yang sudah tidak lagi memadai. Banyak terumbu karang yang rusak karena banyaknya kapal-kapal pesiar terutama speed boat yang berseliweran masuk ke TNK tanpa terkendali. Demikian pula ancaman terhadap keberadaan binatang purba komodo sangat tinggi. Saya yakin populasi komodo juga semakin menurun.
Menurut Anda, apa solusi ideal yang ditawarkan terhadap rencana penutupan TNK guna menjamin kepentingan konservasi dan kepentingan pariwisata berjalan baik ke depan?
Meskipun antara kepentingan konservasi dan kepentingan pariwisata sulit “didamaikan”, namun, hemat saya, tidak perlu dipertentangkan. Karena upaya konservasi yang dilakukan tentu untuk kepentingan pariwisata demikian juga sebaliknya. Solusi ideal menurut saya, perlu ada aturan dan batasan-batasan aktivitas pariwisata di TNK. Misalnya, ada pembatasan-pembatasan terkait jumlah wisatawan yang masuk ke kawasan TNK. Selain itu, terkait dengan moda angkutan laut seperti kapal-kapal wisata juga perlu diatur dan dibatasi, terutama speed boat yang masuk ke TNK. Mungkin yang ke TNK hanyalah kapal-kapal kayu, agar tidak terlampau mengganggu dan merusak terumbu karang atau biota laut lainnya. Jadi, harus ada aturan dan pembatasan-pembatasan agar tidak menimbulkan over kapasitas yang berpotensi merusak lingkungan dan ekosistem yang ada di dalam kawasan. Pemerintah juga harus lebih gencar untuk menata dan mengembangkan destinasi-destinasi wisata di luar kawasan. Banyak sekali potensi pariwisata di kabupaten-kapubaten lain yang perlu dikembangkan sebagai satu kesatuan pariwisata yang utuh. Pariwisata harus dibangun bersama tanpa dibatasi oleh sekat-sekat primordialisme apalagi menonjolkan ego kedaerahan atau ego wilayah masing-masing. Flores atau NTT ini sangat kaya dan beragam, tinggal kecerdasan kita untuk mengelolanya secara arif dan bijaksana.*