BUMI MANUSIA

Lumbung Pangan dan Benih Lokal, Perkuat Ketahanan Pangan

FLORESGENUINE.com- Pada zaman dulu, hampir di setiap kampung ada lumbung pangan keluarga atau lumbung desa. Lumbung pangan pada umumnya dibangun secara swadaya oleh masing-masing keluarga, sedangkan lumbung desa biasanya dibangun secara gotong royong oleh masyarakat desa.

Fungsi lumbung pangan tidak sebatas untuk menyimpan makanan tetapi digunakan juga untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan berbagai persoalan keluarga pun desa. Lumbung pangan sangat penting fungsinya tatkala ada anggota masyarakat yang mengalami paceklik atau gagal panen.

Anggota keluarga dapat meminjam pangan dari lumbung pangan desa manakala persediaan pangan habis atau berkurang dan batu akan dikembalikan setelah musim panen tiba. Kini, lumbung desa tinggal ceritra. Jika ada warga yang gagal panen atau gagal tanam, ia terpaksa harus mengeluarkan biaya banyak untuk membeli makanan di pasar, termasuk membeli benih, pupuk dan pestisida.

BACA JUGA:  Hari Buruh Intenational, Komunitas Audio Lembata Tanam Pohon di Pantai Mingar

Ceritra tentang hilangnya lumbung pangan desa sebenarnya ceritra tentang hilang atau lunturnya solidaritas serta hilangnya modal social masyarakat atau petani. Maka seharusnya lumbung desa penting untuk dikembangkan kembali di tengah krisis pangan yang menghantui dunia.

Petani tidak harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk pengadaan pangan. Lumbung pangan di beberapa wilayah masih cukup terpelihara dengan baik seperti di wilayah Kedang, Kabupaten Lembata.

Lumbung pangan merupakan tempat untuk menyimpan berbagai jenis pangan seperti padi, jagung, ubi dan kacang-kacangan. Selain menyimpan bahan pangan, lumbung juga berfungsi untuk menyimpan benih untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Karena siapa yang menguasai benih maka ia menguasai kehidupan.

Ungkapan di atas terasa benar adanya. Pasalnya, ketergantungan petani terhadap inputan luar seperti benih, pupuk dan pestisida saat ini cukup tinggi dan mahal. Banyak petani menjerit karena hasil panen tidak cukup untuk menutupi biaya produksi.

BACA JUGA:  Launching Buku Pengantar Linguistik Nariq Edang Karya Alex Puaq Wulohering
Seorang petani sedang memanen padi di kebun milikmya. (foto : kornelis rahalaka/floresgenuine)

Ketergantungan petani atas input luar seperti benih, pupuk dan pstisida mesti segera diakhiri dengan ‘menghidupkan’ kembali penggunaan inputan lokal seperti pupuk organik, bokasi, kompos dan lain-lain.

Petani secara mandiri dapat mengembangkan benih, pupuk dan pestisida. Di sini, perlu demo plot untuk mengembangkan benih, penguatan pengetahuan serta keterampilan petani dalam hal teknis budidaya, seleksi, pemurnian, uji coba, pengembangan dan penyimpanan benih lokal tersebut.

Pola pertanian terintegrasi dengan perpaduan pertanian dan peternakan sebagai sumber pupuk dan tanaman-tanaman lokal, berikut pengetahuan dan keterampilan petani dalam prosesing pupuk dan pestisida perlu dikembangkan secara berkelanjutan.

Penggunaan input lokal alami, tidak hanya menekan biaya produksi tetapi sangat berguna untuk mempertahankan  dan memperbaiki kesuburan lahan serta menjaga keseimbangan ekosisitem secara berkelanjutan.

BACA JUGA:  Mewujudkan Kota Labuan Bajo Sebagai Water Sensitive City

Namun, realitas, banyak petani tidak menguasai benih, pupuk dan pestisida. Tak heran, setiap musim tanam, banyak petani terpaksa harus membeli benih dan pupuk di pasar dengan harga yang mencekik. [kornelis rahalaka]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button