FLORESGENINE.com– Tanggal 9 Desember ditetapkan sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Peringatan Hari Anti korupsi menjadi momentum untuk mengevaluasi dan menggalang kekuatan bersama dalam menghadapi ancaman korupsi yang merajalela.
Dalam peringatan tersebut, negara-negara di seluruh dunia mengambil langkah konkret untuk mengatasi korupsi yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan instansi negara.
Pada 31 Oktober 2003, para anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui Konvensi PBB untuk melawan korupsi, atau yang dikenal sebagai United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Mereka juga meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) sebagai sekretariatnya. Sejak saat itu, 190 negara telah berkomitmen untuk mengikuti aturan konvensi ini yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan komitmen politik dalam melawan korupsi.
Majelis umum PBB juga menetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Internasional, sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran akan korupsi dan peran konvensi dalam memerangi serta mencegahnya. Konvensi itu mulai berlaku pada Desember 2005.
Hari Antikorupsi Internasional 2023 mengusung tema “Menyatukan Dunia Melawan Korupsi”. Tema itu juga menyoroti hubungan penting antara anti korupsi dengan perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Berperang melawan segala jenis tindakan korupsi adalah hak dan tanggung jawab semua orang.
Keterlibatan dan kerja sama setiap orang maupun lembaga dinilai mampu mengatasi dampak negatif dari kejahatan yang sudah menjadi budaya itu. Negara, pejabat pemerintah, pegawai negeri, aparat penegak hukum, media, sektor swasta, dan masyarakat sipil memiliki peran dalam menyatukan dunia untuk melawan korupsi.
UNCAC adalah satu-satunya perjanjian multilateral antikorupsi internasional yang mengikat secara hukum. Indonesia telah meratifikasi UNCAC sejak 19 September 2006 melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).
Untuk menangani kasus korupsi, setiap negara memiliki regulasinya masing-masing. Berikut ini hukuman tegas untuk para pelaku korupsi dari beberapa negara.
Tiongkok
Tiongkok adalah salah satu negara yang menetapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Mereka yang terbukti merugikan negara lebih dari 100.000 yuan atau setara Rp 215 juta akan dikenakan hukuman mati. Namun, eksekusinya dilaksanakan sangat rahasia sehingga sulit untuk menghitung jumlah kematian para pelaku korupsi.
Dilansir Rappler, para narapidana tidak diberi waktu lama untuk menunggu eksekusi mati, melainkan langsung dieksekusi atau diberi penangguhan hukuman selama dua tahun. Tindakan eksekusi mati berlaku untuk siapa pun bahkan pejabat sekaligus. Vonis ini menjadi semakin ketat semenjak Xi Jinping memimpin negara tersebut.
Korea Utara
Seperti Tiongkok, Korea Utara juga sangat tertutup mengenai penerapan hukuman mati. Banyak laporan mengatakan kerahasiaan ini meningkat ketika Kim Jong Un mengambil alih kepemimpinan negara tersebut. Hukuman ini diberlakukan tanpa pandang bulu. Sejumlah pejabat tinggi di pemerintahan maupun militer Korea Utara tak luput dari jeratan hukuman mati.
Korea Selatan
Para pelaku korupsi di Negeri Ginseng ini mendapatkan sanksi sosial yang ekstrem berupa pengucilan oleh masyarakat bahkan keluarganya sendiri. Mantan presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena merasa sangat bersalah atas tindakannya dan dikucilkan oleh keluarga besarnya.
Jepang
Meskipun tidak memiliki undang-undang khusus yang mengatur tentang tindakan korupsi, tetapi orang-orang yang terbukti korupsi akan dijatuhkan sanksi berupa penjara maksimal tujuh tahun. Jepang menganggap korupsi sebagai aib yang besar terutama bagi pejabat negara. Pada 2007, Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Toshikatsu Matsuoka menghilangkan nyawanya sendiri di tengah skandal korupsi yang sedang dialami.
Jerman
Jerman menjatuhkan sanksi berupa penjara rata-rata lima tahun dan pengembalian seluruh uang yang dikorupsi dari para pelaku korupsi. [kis/fg]