FLORESGENUINE.com- Flores merupakan salah satu pulau yang menyumbang burung endemik terbanyak, dimana empat jenis diantaranya ditemukan di bentang alam Mbeliling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman burung di habitat mangrove, savana dan kebun campuran termasuk tinggi dengan nilai indeks keanekaragaman mencapai 3,497; 3,324 dan 3,262.
Sedangkan keanekaragaman burung di hutan hujan termasuk sedang dengan nilai indeks keanekaragaman 2,664, karena adanya Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea) dengan jumlah yang mendominasi dibandingkan jenis yang lain. Selain itu, kondisi kawasan yang terisolasi di lautan menjadi arena evolusi jenis burung endemik yang jumlahnya sangat banyak.
Birdlife International yang pernah bekerja di Indonesia telah mengidentifikasi 218 Daerah Burung Endemik (DBE) berdasarkan pola-pola endemisitas spesies dan penyebarannya yang terbatas. Lebih dari 10% DBE terdapat di Indonesia dengan proporsi tertinggi berada di Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi (kawasan Wallacea).
Sedangkan 85% dari seluruh spesies burung sebaran terbatas dijumpai pada DBE Nusa Tenggara bagian utara yaitu Flores dan ada tambahan sepuluh subspesies endemik Flores. Hal ini menunjukkan bahwa Flores memiliki andil besar bagi keanekaragaman hayati.
Pengkajian tentang kepentingan biologis habitat hutan yang dilakukan oleh FAO/UNDP dengan mengusulkan 11 kawasan hutan suaka (kawasan konservasi). Tanjung Karita Mese merupakan salah satu kawasan konservasi yang diusulkan oleh FAO/UNDP karena keberadaan Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea), Kehicap Flores (Monarcha sacerdotum), Serindit Flores (Loriculus flosculus) dan Gagak Flores (Corvus florensis) yang terdapat di lokasi ini.
Tanjung Karita Mese atau lebih sering di kenal dengan Hutan Mbeliling termasuk ke dalam kawasan suaka margasatwa yang luasnya 15.000 hektar. Mbeliling merupakan salah satu kawasan bentang alam di Flores yang masih memiliki potensi keberadaan burung-burung endemik dan sebaran terbatas.
Berdasarkan informasi, kawasan wallacea, khususnya daerah hutan hujan dataran rendah masih sangat sedikit sekali informasinya. Sehingga perlu adanya suatu penelitian mengenai kekayaan hayati di bentang alam Mbeliling bagian barat.
Penelitian keanekaragaman burung pada empat tipe habitat ini dilakukan sebagai informasi dasar kekayaan hayati di bentang alam Mbeliling bagian barat.
Gambaran umum bentang alam Mbeliling bagian barat khususnya Desa Golomori merupakan salah satu kawasan dataran rendah yang terdapat di bentang alam Mbeliling bagian barat. Berdasarkan laporan mengenai status tata guna lahan, Desa Golomori tidak termasuk kawasan konservasi.
Kampung Soknar, Lenteng dan Nggoer berbatasan langsung dengan Laut Sawu dan terdapat barisan hutan mangrove yang terputus-putus di sepanjang pantai. Sedangkan yang lainnya terpusat di antara bukit savana dan dekat dengan gunung Golo Mori.
Berdasarkan tipe habitat dibedakan atas savana, mangrove, hutan hujan dan kebun campuran. Secara keseluruhan, bentang alam Mbeliling bagian barat dapat dikatakan sebagai kawasan yang memiliki tipe habitat yang beragam.
Empat tipe habitat yang dikelompokkan berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa heterogenitas habitat mempunyai hubungan positif dengan keanekaragaman jenis.
Hasil dari penelitian keanekaragaman burung di bentang alam Mbeliling bagian barat diperoleh 75 jenis burung (37 famili). Jumlah jenis burung paling banyak ditemukan di mangrove, yaitu 58 jenis (30 famili).
Habitat ini terdiri atas hutan mangrove alami yang merupakan lahan basah berupa peralihan antara ekosistem darat dan perairan yang berbatasan langsung dengan muara sungai dan laut.
Jika terjadi surut, akan muncul mudflat atau hamparan lumpur yang memberikan keuntungan bagi jenis burung pemakan substrat dan pemakan ikan. Jumlah jenis paling sedikit ditemukan di savana, yaitu 41 jenis (26 famili). Struktur vegetasi penyusun habitat di savanna Desa Golo Mori terdiri atas hamparan padang rumput yang berbukit dengan sedikit pohon yang menyebar.
Penelitian yang dilakukan pada musim kemarau, menunjukkan bahwa rumput berwarna kuning dan kering. Kondisi habitat berupa vegetasi rumput kering ini diduga berkaitan dengan sumber daya makanan bagi burung menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, burung yang ditemukan di habitat ini relatif lebih sedikit dibandingkan dengan habitat yang lain.
Perbedaan jumlah jenis burung yang ditemukan dari beberapa tipe habitat diduga dipengaruhi oleh kondisi vegetasi, dimana struktur vegetasi merupakan salah satu kunci kekayaan jenis burung pada tingkat lokal. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kekayaan jenis pada empat tipe habitat di bentang alam Mbeliling jelas berbeda dan dipengaruhi oleh kondisi vegetasi yang berbeda pula.
Tingkat keanekaragaman burung di habitat mangrove, kebun campuran dan savana secara berturut-turut adalah 3,497; 3,324 dan 3,262. Menurut tingkat keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kekayaan jenis dan kemerataan jenis.
Meskipun jumlah jenis yang ditemukan di hutan hujan memiliki peringkat kedua terbanyak, namun nilai indeks keanekaragamannya menjadi paling rendah yaitu 2,664. Hal ini dikarenakan pada habitat ini terdapat kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea) yang populasinya mendominasi dibandingkan jenis yang lain.
Jumlah jenis burung ini mendominasi diduga karena melimpahnya faktor ketersediaan makanan di hutan hujan. Keanekaragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, akan tetapi juga kemerataan dari kelimpahan setiap individu.
Pada suatu komunitas, kemerataan jenis dibatasi antara 0-1.0, dimana nilai 1.0 menunjukkan kondisi semua jenis sama-sama melimpah (merata). Sebaliknya jika angka mendekati 0, maka jenis yang terdapat dalam komunitas tersebut semakin tidak merata atau adanya jenis yang jumlahnya mendominasi.
Tiga tipe habitat yaitu savana, kebun campuran dan mangrove secara berturut-turut memiliki nilai indeks kemerataan jenis 0,878; 0,863; dan 8,61, sedangkan pada hutan hujan hanya 0,671.
Kehadiran beberapa jenis burung ini sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan makanan, meskipun secara tidak langsung jenis-jenis burung ini juga membutuhkan vegetasi sebagai tempat bersarang. Sehingga habitat burung yang paling mendukung terhadap ketersediaan makanan dan tempat bersarang adalah mangrove.
Di Desa Golomori, ketersediaan pakan bagi jenis-jenis burung ini hanya terbatas di lahan basah dan mangrove yang terdapat di sepanjang garis pantai. Namun berdasarkan hasil pengamatan, mangrove di Desa Golomori, termasuk daerah yang tidak luas. Kondisi ini diduga menjadi faktor yang menyebabkan persebaran burung jenis burung air terutama burung migran yang ditemukan relatif sedikit.
Selain itu, jenis-jenis burung semak yang berukuran kecil seperti decu belang (Saxicola caprata) dan cici padi (Cisticola juncidis) merupakan jenis penetap yang lebih sering dijumpai pada habitat ini. Jenis-jenis burung migran (pengunjung) paling banyak ditemukan di mangrove. Habitat ini merupakan salah satu lahan basah yang bernilai penting yang menjadi habitat bagi jenis-jenis burung air dan beberapa jenis burung daratan.
Jenis-jenis burung air yang bergantung dengan ketersediaan pakan di lahan basah dan mangrove yaitu Trinil Pantai (Actitis hypoleucos) dan Gajahan Pengala (Numenius phaeopus). Sedangkan Kuntul Cina (Egretta eulophotes) merupakan jenis burung migran yang memiliki status rentan terhadap kepunahan (Vulnarable) menurut IUCN juga hanya ditemukan di mangrove.
Selain mangrove, habitat kebun campuran di Desa Golomori juga memiliki tingkat keanekaragaman burung tinggi. Banyaknya jenis yang ditemukan di kebun campuran diduga dipengaruhi oleh vegetasi buatan yang terbentuk. Pada habitat ini, jenis burung yang dijumpai adalah jenis-jenis burung yang tidak terganggu dengan aktifitas manusia. Misalnya Bondol Taruk (Lonchura molucca), Kakatua-kecil Jambul- kuning (Cacatua sulphurea) dan Burungmadu matari (Nectarinia solaris).
Jenis-jenis burung yang ditemukan di kebun campuran merupakan burung yang tidak terganggu terhadap perubahan vegetasi, sehingga keanekaragaman burung pada habitat ini cukup tinggi. Sebagian besar burung penetap, endemic (endemic) dan burung sebaran terbatas (BST) cenderung banyak menggunakan habitat hutan hujan.
Pada musim kemarau di hutan hujan hanya terdapat satu sungai besar yang mengalir hingga muara pantai Nggoer dan menjadi sumber air utama yang digunakan oleh satwa maupun masyarakat. Karena ketersediaan sumber air di Desa Golomori ini cukup terbatas, maka diduga sebagian besar jenis burung lebih banyak ditemukan beraktivitas dan mencari makanan di sekitar sungai.
Kondisi vegetasi hutan hujan yang mudah rusak dan beberapa pohon yang bersifat meranggas menjadi pendukung adanya sumber daya makanan yang melimpah. Selain itu, hutan hujan menjadi habitat yang cukup aman bagi burung sebaran penetap, endemik dan terbatas karena merupakan habitat alami dan tidak banyak aktifitas dari manusia.
Hutan hujan yang digunakan sebagai habitat burung-burung penetap merupakan sebuah bukti bahwa habitat alami inilah yang memberikan daya dukung penting bagi sebagian besar burung di bentang alam Mbeliling bagian barat.
Selain itu, hutan hujan juga mendukung keberadaan delapan jenis burung yang dilindungi dalam perdangangan internasional. Hal ini memperkuat peranan habitat hutan hujan bagi kelangsungan hidup jenis-jenis burung yang dilindungi. Akan tetapi, berdasarkan uji statistic dari delapan jenis tersebut hanya tiga jenis yang cenderung bergantung pada habitat hutan hujan.
Berdasarkan hasil uji Canoco burung-burung yang dilindungi, kebun campuran merupakan habitat yang berperan penting dan paling banyak dijumpai jenis-jenis burung yang dilindungi. Beberapa jenis burung yang dilindungi yang ditemukan di kebun campuran merupakan pemakan nektar dan serangga.
Adanya vegetasi yang terbentuk akibat pengelolaan masyarakat mungkin berpengaruh dalam menarik perhatian burung, salah satunya adalah penanaman tumbuhan berbunga di sekitar perkampungan.
Berdasarkan hasil pengamatan, pohon gamal (Gliricidia sepium) sangat menarik perhatian bagi burungmadu matari (nectarinia solaris), Burungmadu Sriganti (Nectarinia jugularis) dan Cikukua Tanduk (Philemon buceroides).
Ketiga jenis burung ini teramati sedang menghisap nektar dari bunga berwarna ungu tersebut di lokasi yang berbeda. Pohon gamal di Desa Golomori tersedia cukup banyak, karena tumbuhan ini ditanam di sekitar rumah dan perkampungan.
Dua spesies burung yang cenderung bergantung dengan habitat hutan hujan di bentang alam Mbeliling Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea), Elang alap cokelat (Accipiter fasciatus).
Sedangkan jenis-jenis burung air dan raptor yang dilindungi cenderung menggunakan habitat mangrove dan savana. Hal ini dikarenakan, kedua habitat ini sangat dekat dan berbatasan langsung. Namun, pada hasil pengamatan hanya jenis raptor saja yang dapat teramati pada kedua habitat. Sedangkan untuk jenis burung air hanya dapat dijumpai di lahan basah dan mangrove.
Disisi lain, kawasan mangrove di Desa Golomori merupakan pintu masuk Pulau Flores dari arah barat. Sehingga, keberadaan mangrove di Desa Golomori sangat terancam. Berdasarkan hasil wawancara, kayu mangrove dijadikan sebagai alat pemenuh kebutuhan rumah tangga, misalnya sonneratia alba sebagai bahan dasar pembuatan perahu.
Hal ini mengingat bahwa, profesi dari masyarakat lokal di Kampung Lenteng dan Soknar sebagian besar adalah nelayan sehingga ancaman terhadap kelestarian mangrove sangat besar. Ancaman lain terhadap kelestarian habitat alami dapat terjadi di hutan hujan. Dimana pada habitat ini, masyarakat lokal menjadikannya sebagai jalur alternatif antar kampung.
Jika ancaman terhadap habitat ini terus dibiarkan, maka dapat mengancam kelangsungan hidup bagi jenis-jenis burung kritis dan jenis burung lainnya. Padahal berdasarkan penelitian ini, tingkat keanekaragaman burung di empat tipe habitat di Golomori dapat dinyatakan cukup tinggi.
Sehingga untuk mempertahankan kelestariannya, perlu adanya kesadaran dan peran serta dari masyarakat lokal dan juga pemerintah daerah untuk turut menjaga kelestarian burung-burung di bentang alam Mbeliling secara umum. *[kis/fg]