FLORESGENUINE.com- Jumat, 13 April 2024, saya bersama keluarga mengunjungi Taman Doa Trappist Lamanabi merupakan salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Flores Timur (Flotim). Taman Doa Trappist Lamanabi berada di Desa Lamanabi, Kecamatan Tanjung Bunga.
Kerinduan kami untuk berwisata rohani ke bukit doa Lamanabi akhirnya terpenuhi. Kami awali perjalanan dari Kota Larantuka melewati sejumlah desa seperti Desa Belang hingga Waimana. Kondisi jalan cukup baik karena beraspal mulus.
Namun, selepas wilayah Desa Waimana, keadaan sebagian jalan sudah rusak parah. Keadaan jalan ini harus kami alami hingga memasuki wilayah Waiklibang, Ibu Kota Kecamatan Tanjung Bunga. Kondisi jalan tidak hanya rusak, tetapi juga menanjak dan berliku serta terdapat banyak tikungan tajam dan ekstrem. Selain berkelok-kelok dan curam, di sepanjang jalan terdapat rerumputan liar yang menghiasi pinggiran jalan sehingga menyulitkan kami jika berpapasan dengan kendaraan yang datang dari arah yang berlawanan.
Perjalanan menuju puncak Lamanabi memang sangat menantang dan menguji adrenalin. Namun, di sepanjang perjalanan kami disuguhkan dimanjakan oleh alam yang mempesona hingga akhirnya kami tiba juga di pucak puncak bukit Lamanabi. Selain birunya laut, sejauh mata memandang tampak padang savana yang membentang luas menghiasi perbukitan itu.
Rasa lelah pun terbayar, saat kami tiba dan menikmati keindahan taman doa Trappist Lamanabi. Lamanabi memang diberkahi alam yang subur dan air yang melimpah. Bukit yang mengitari Lamanabi ditumbuhi pohon yang lebat dan hijau. Suasana alamnya terasa segar dengan hawa yang sejuk. Suasananya terasa adem.
Untuk masuk ke tempat wisata ini, setiap pengunjung hanya membayar jasa parkir untuk kendaraan. Meskipun bebas karcis masuk, namun tidak berarti pengunjung boleh melakukan apa saja sesuka hati.
Ada sejumlah aturan yang mesti ditaati saat anda berada di taman doa ini. Anda diperbolehkan untuk berjalan-jalan sambil menikmati keindahan alam namun setiap pengunjung wajib menjaga ketenangan dan keamanan. Maklum, tempat ini bukan sekedar untuk bersenang-senang dan berekreasi tetapi tempat untuk berdoa kepada Sang Pencipta. Keheningan dan kesunyian sangat terasa ketika anda masuk ke lokasi doa ini.
Ketika kami tiba di taman doa Trappist Lamanabi ini muncul rasa damai. Suasana hening membuat kita benar-benar merasakan ketenangan dan kedamaian. Taman ini tampak indah karena ditanami aneka bunga berwarna warni diintari rerumputan hijau yang ditata rapih.
Taman doa ini dilengkapi sebuah kolam. Kolam itu dihiasi bangunan berbentuk seekor ikan yang sedang menganga lebar. Di dalam mulut ikan tersebut diletakkan patung Yesus. Sementara, dikeliling kolam didirikan sebanyak 8 stasi sebagai tempat berdoa bagi para peziarah.
Selain berdoa, pengunjung diperbolehkan untuk berdoa bersama para rabbi di dalam gereja milik biara Trappist. Kunjungan anda mungkin akan lebih terasa lengkap dan sempurna jika bermalam di biara ini guna menyaksikan dan ikut berdoa bersama para rahib.
Menikmati suasana malam di sebuah bukit terpencil tentu sungguh sebuah pengalaman yang menakjubkan. Di biara ini telah tersedia akomodasi seperti penginapan dan makan minum bagi para pengunjung yang hendak menginap. Selain berdoa dan menginap untuk menikmati keheningan, para rahib juga setia melayani beberapa aktivitas kerihanian seperti rekoleksi atau ret-ret.
Belakangan ini, Taman Doa Trappist Lamanabi memang telah menjadi daya tarik tersendiri nagi masyarakat. Para pengunjung bukan hanya berasal dari Flores Timur tetapi dari daerah lainnya. Lokasi doa yang jauh dari keramaian tentu sangat menarik bagi mereka yang merindukan merindukan pertemuan dengan Tuhan dalm suasana keheningan.
Sebagaimana diungkapkan Ina Huriubu, seorang peziara asal Lembata. Ia mengaku rela datang jauh-jauh dari Lembata untuk menikmati keheningan dan merasakan kedamaian.
“Sudah lama saya ingin berkunjung ke taman doa Trappist Lamanabi ini. Keinginan itu muncul ketika melihat postingan dan mendengar cerita orang tentang tempat wisata rohani ini. Di sini, selain menikmati keindahan alam, kita bisa berdoa. Tempat ini benar-benar menawarkan kedamaian,” ungkap Ina.
Sebagai destinasi wisata rohani, taman doa Trappist Lamanabi sangat cocok untuk mengisi energi spiritual. Mengunjungi taman doa ini, dahaga spiritual kita akan disegarkan kembali. Jika di destinasi wisata yang lain cuma menawarkan kesenangan fisik, maka di taman doa ini kita akan mendapatkan pengalaman spiritual. Di sini, kita benar-benar menemukan ketenangan bathin.
Apalahi di tengah rutinitas hidup yang dipenuhi kesibukan lantaran tuntutan kerja yang padat dan melelahkan, taman doa Trappist Lamanabi adalah jawaban atas kegalauan dan kekalutan hidup. Mengasingkan diri ke tempat-tempat yang sunyi adalah cara untuk menyegarkan diri dari rutinitas kerja yang menguras energi. Berada di tempat yang sunyi seperti ini adalah moment untuk melakukan me-time. Menghabiskan waktu dengan diri sendiri.
Lamanabi menawarkan semua itu. Kesunyian sebagai barang mewah di tengah dunia yang hedonist saat ini bukan barang langka di taman doa Trappist Lamanabi. Dan bila Anda ingin menemukan kedamaian, datanglah ke Lamanabi.
Untuk mencapai taman doa Trappist Lamanabi, pengunjung bisa berangkat dari Kota Larantukadengan jarak tempuh sekitar 40 kilometer. Taman doa Trappist Lamanabi ini berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (dpl).
Pengunjung bisa datang dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Waktu tempuh hanya sekitar satu setengah jam perjalanan lamanya. Dikutip dari pertapaan-lamanabi.id, Taman doa Trappist Lamanabi dikelola oleh biara Trappist dari Ordo Cisterciensis Strictioris Obsevantiae (OCSO).
Biara Trappist ini didirikan para tahun 1998 atas ide atau gagasan Uskup Larantuka, Mgr. Darius Nggawa, SVD (alm). Lamanabi dalam bahasa Lamaholot diartikan sebagai kelompok suku (lama) yang bermukim di bukit (nabi/nubi).
Bagi warga asli, bukit merupakan tempat ritual kurban untuk berbakti kepada Wujud Tertinggi (Allah). Dengan demikian, Lamanabi secara simbolik diartikan sebagai Bukit Kurban. Kehidupan sehari-hari yang dihayati oleh para rahib adalah berdoa bersama, bacaan suci dan kerja tangan.
Ibadat harian dipraktekkan dalam wujud tujuh kali doa bersama di Gereja yang dimulai pkl.03.30 dini hari. Dengan perayaan Ekaristi sebagai puncaknya dan aktivitas harian para rahib ditutup dengan ibadat harian pada pkl.19.45.
Meskipun demikian, para rahib tidak mungkin hidup hanya dari doa saja. Mereka juga bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Para rahib bekerja mandiri dengan melakukan beberapa pekerjaan seperti pembuatan lilin, bercocok tanam seperti menanam sayuran dan buah-buahan, membuat roti serta membuka toko untuk menjual benda-benda devosional serta menyedikan penginapan bagi para tamu. [Gerard Kuma Apeutung]