
Kawasan Mangrove dan padang lamun di Labuan Bajo merupakan kekayaan ekosistem pesisir yang tak ternilai. Kedua ekosistem ini adalah harta karun yang harus dilindungi, bukan hanya untuk keindahan alam Labuan Bajo, tetapi juga untuk keberlanjutan ekosistem Taman Nasional Komodo di sekitarnya.
Kawasan mangrove dan padang lamun memiliki fungsi penting dalam menopang ekosistem Tanam Nasional Komodo. Hutan mangrove berperan sebagai benteng alami yang melindungi garis pantai dari erosi dan abrasi. Hutan mangrove dapat menjadi habitat ikan dan satwa lainnya. Padang lamun menjadi habitat bagi berbagai spesies laut, termasuk penyu, dugong dan ikan-ikan karang serta menjaga kejernihan air, menstabilkan sedimen dan menyerap karbon dioksida dari atmosfer.
Wilayah Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur memiliki curah hujan yang rendah. Hal ini akan memberikan dampak pada vegetasi atau tutupan lahan. Selama musim kemarau pohon di darat akan menguning dan kering. Sedangkan ekosistem mangrove dan lamun akan tetap hijau dan berlangsung sepanjang tahun.
Kontribusi besar ekosistem mangrove dan padang lamun berdampak pada iklim mikro di Taman Nasional Komodo dan daerah penyangga sekitarnya. Fungsi utama lain mangrove dan padang lamun yaitu menyimpan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer. Simpanan karbon di Kawasan Magrove bisa mencapai 5 kali lipat dari ekosistem hutan di darat. Dengan fungsi ini, kawasan Mangrove menjadi variable penting untuk mengurangi dampak negative gangguan terhadap lingkungan di kawasan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya.
Sayangnya, ekosistem mangrove dan lamun di Labuan Bajo menghadapi berbagai ancaman. Pembangunan infrastruktur pariwisata yang tidak terkendali, pencemaran dari aktivitas manusia, dan perubahan iklim adalah beberapa faktor yang mengancam kelestarian kedua ekosistem ini.
Menurut data yang diolaholeh Yayasan Parapuar Lingko Nusantara (YPLN), gangguan di Taman Nasional Komodo meliputi kerusakan habitat, pengalihan fungsi hutan dan kawasan, perburuan liar, pencemaran air akibat limbah, kerusakan terumbu karang, penangkapan ikan yang berlebihan serta permasalahan sampah serta kerusakan mangrove dan padang lamun.
Peningkatan aktivitas pariwisata dan perkembangan wilayah dapat menyebabkan krisis lingkungan dalam 1 atau 2 dekade kedepan. Krisis lingkungan tercipta apabila gangguan terhadap lingkungan tidak dikelola dengan bijak dan akan mengancam kelangsungan hidup komodo.
Data demografi Kecamatan Komodo 57.077 jiwa. Selama 1 dekade naik sebesar 8,54 %. (2013/2023). Rerata kunjungan wisatawan tahun 2024 sebesar 1.127 orang per hari. Dengan adanya kenaikan jumlah demografi dan kunjungan wisatawan memberikan tekanan pada ekosistem Taman Nasional Komodo dan daerah penyangganya.
Sebagai destinasi super prioritas, pariwisata Labuan Bajo Flores menawarkan pengalaman wisataalam. Wisata Alam merupakan sumber kekayaan alam yang dapat dipakai terus menerus guna mendukung sector pariwisata dan pertumbuhan daerah. Sumber kekayaan alam pariwisata merupakan harta kekayaan baru yang berkelanjutan. Agar terus lestari, kami mengajak semua pemangku kepentingan agar melakukan praktek-praktek bisnis yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
Kami YPLN, mendorong agar pelaku industry untuk menguatkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan bisnisnya. Dalam prakteknya, pelaku industri dan seluruh pemangku kepentingan agar memiliki program pelestarian lingkungan seperti konservasi mangrove, tidak merusakan habitat padang lamun dengan reklamasi serta pelestarian terumbu karang. YPLN juga mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan terkait perlindungan kawasan mangrove dan padang lamun.* [Yakobus S Muda]