LINGKUNGAN HIDUP

Pokmaswas dan IPPK Melepasliarkan 3.900 Ekor Tukik ke Laut Sawu

FLORESGENUINE.com- Rabu, 16 Juli 2024, puluhan masyarakat dan anak-anak Kampung Bangko, Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor  Selatan, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memadati penangakaran semi alami di pusat pelestarian penyu Kampung Bangko.

Kedatangan masyarakat ini dalam rangka pelepasan tukik hasil tangkar Kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Bangko Bersatu dan Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) dari pantai Kampung Bangko. Jumlah tukik yang dilepasliarkan sebanyak 335 daru total 3.900 ekor sejak 2017.

Masyarakat sangat antusias, terbukti dengan kedatangan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Kehadiran masyarakat lantaran mereka merasa penasaran adanya kegiatan konservasi penyu yang dilakukan oleh komunitas ini.

Kegiatan pelepasan tukik dimulai Pkl. 17.00 Wita di depan penangkaran semi alami (demplot permanen) yang dibangun beberapa waktu lalu. Sebelum kegiatan pelepasan tukik dipantai, tim IPPK memberi penjelasan dasar seputar kegiatan pelestarian penyu dan kehidupan penyu kepada puluhan partisipan yang hadir.

Sejak dulu, Pantai Kampung Bangko dikenal sebagai salah satu daerah yang sering disinggahi penyu untuk bertelur. Mulanya masyarakat setempat memburu telur dan daging penyu untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan secara bebas. Kebiasaan ini dilakukan lantaran mayarakat belum mengetahui status biota laut tersebut yang seharusnya dilindungi karena terancam punah.

Tukik-tukik ini merupakan hasil penetasan dari kegiatan monitoring dan pengawasan yang dilakukan di sepanjang pantai beberapa waktu lalu. Tukik yang dilepasliarkan merupakan hasil penetasan dari tiga sarang penyu. Sejak 2017, komunitas ini telah berhasil melepasliarkan sekitar 3900 tukik ke perairan laut Kampung Bangko yang merupakan kawasan konservasi perairan Nasional (TNP. Laut Sawu).

Turut hadir dalam kegiatan pelepasliaran tukik ini antara lain petugas BBKSDA NTT dan Komodo Survival Program yang tengah melakukan monitoring komodo di kawasan pantai Nanga Bere.

BACA JUGA:  Komisi Informasi Pusat Gelar Sosialisasi dan Edukasi Keterbukaan Informasi Publik

Sejak terbentuknya, Pokmaswas, aktivitas eksploitasi terhadap penyu perlahan mulai hilang. Masyarakat mulai sadar dan beralih menjadi pelestari penyu. Banyak warga mulai terlibat aktif dalam proses pelestarian penyu seperti ikut terlibat dalam kegiatan monitoring hingga pelepasan tukik.

Untuk diketahui penyu merupakan salah satu binatang purba yang masih bertahan hidup hingga kini. Penyu dianggap sebagai fosil hidup yang telah berevolusi, sampai saat ini hanya 7 jenis penyu yang bertahan hidup dari 30 jenis penyu yang ada di zaman purba.

Sebanyak 6 jenis diantaranya dapat dijumpai di perairan Indonesia yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), penyu abu-abu (Lephidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu belimbing (Dermochely coriacea) dan penyu tempayan (Caretta caretta).

BACA JUGA:  Ceritera Cawabup Richard Sontani, Mengabdi di Tujuh Instansi Pemerintah

Jenis penyu yang sering ditemukan mendarat untuk bertelur dipantai Kampung Bangko yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), dan Penyu abu-abu (Lephidochelys olivacea).

Beberapa penyu yang ada di Indonesia diambang kepunahan. Hal tersebut dikarenakan akibat maraknya perburuan liar, pencurian telur, predator dan kerusakan habitat. Kondisi tersebut akan mengancam populasi berbagai jenis penyu.

Perburuan telur penyu dan penangkapan secara ilegal menjadi ancaman serius bagi satwa dilindungi itu. Oleh karenanya, berbagai upaya dilakukan seperti pelestarian yang dilakukan kelompok masyarakat Desa Nanga Bere untuk mencegah satwa langka itu dari ancaman kepunahan.

Ketua Kelompok Penggiat Konservasi Pokmaswas Bangko Bersatu Bapak Abdul Karim menyampaikan bahwa  saat ini masyarakat yang tergabung dalam penggiat konservasi terus melakukan monitoring dan penjagaan sarang penyu tersebut dari serangan predator baik satwa liar maupun manusia.

Hasil monitoring selanjutnya mereka membuat  penangkaran untuk selanjutnya hasil tangkarannya dilepasliarkan ke habitatnya. Dengan cara ini diharapkan dapat menghindarkan penyu dari ancaman kepunahan. Sebelumnya masih sangat sering menemukan telur penyu beredar dipasar dan diperjualbelikan, sekarang sudah mulai jarang. Hal itu menunjukkan bahwa keberadaan komunitas ini mampu mengedukasi masyarakat sekitar terkait satwa dilindungi, khususnya penyu, tuturnya.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi : Tanam Pohon untuk Atasi Perubahan Iklim

Selain itu, mereka melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga satwa dilindungi itu dengan menghentikan penangkapan penyu secara ilegal dan mencegah perburuan telur penyu.

Untuk diketahui bahwa, Penyu terancam punah secara alami karena dimangsa oleh predator seperti biawak, tikus, babi hutan, burung elang, ada juga beberapa jenis ikan yang senang memangsa anak-anak penyu (tukik) yang melintas di depanya, sedangkan untuk ancaman pelestariannya yaitu aktivitas manusia yang masih sering memanfatkan penyu dan merusak habitat hidupnya.

Karena terancam punah, maka semua jenis penyu sudah dilindungi secara nasional dan internasional, di Indonesia sendiri telah mengeluarkan aturan yang jelas mengenai perlindungan penyu melalui Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Hayati, dan Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 526/MEN-KP/VIII/2015 tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu, Telur, Bagian Tubuh dan/atau Produk Turunannya.

Pokmaswas Bangko Bersatu dan Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) berkomitmen untuk mewujudkan Kampung Bangko Desa Nanga Bere menuju salah satu daerah percontohan untuk proses pelestarian penyu di Indonesia. [Bang Dil]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button