PARIWISATA

Pengembangan Pariwisata Berkualitas Mesti Berdasarkan Nilai-Nilai Lokal

FLORESGENUINE.com – Pengembangan pariwisata Labuan Bajo, Flores mesti berbasiskan pada nilai-nilai dasar sebagaimana filosofi orang Manggarai yakni gendang one lingko pe’ang.

Filsosofi dasar ini mencakupi lima unsur yaitu beo bate elor atau kampung, natas bate labar atau halaman, mbaru bate kaeng atau rumah adat, compang bate taking yakni tempat persembahan bagi para leluhur, uma bate duat yakni kebun, tempat untuk mencari nafkah kehidupan dan wae bate teku yakni air sebagai sumber kehidupan.

Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi orang Manggarai ini hendaknya menjadi spirit sekaligus pola dalam pengembangan pariwisata yang berkualitas. Sebab, bicara tentang pariwisata yang berkualitas berarti pola pengembangan pariwisata yang mengacu pada nilai-nilai kearifan lokal.

Plt Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo, Flores (BPOLBF), Fransiskus Teguh menerangkan hal itu saat diskusi kolaborasi dengan para pegiat media sosial di Labuan Bajo, Selasa (30/4/2024).

BACA JUGA:  Pengembangan Destinasi Wisata Parapuar, Adopsi Filosofi Gendang One Lingko Pe’ang

Menurut Frans, berbicara tentang pariwisata yang berkualitas tidak bisa dilepaspisahkan dengan nilai-nilai kearifan local yang mesti terus kita rawat dan kita jaga bersama. Salah satu konsep yang tengah dijalankan oleh BPOLBF dalam pengembangan pariwisata di kawasan Parapuar yakni tebang satu pohon diganti dengan tanam sepuluh pohon.

“Ini merupakan bentuk tanggungjawab moral kita semua dalam merawat dan menjaga nilai-nilai ekologis,”ujarnya.

Pada zaman ini, konsep merawat, menjaga dan melestarikan hutan, tidak harus menanam pohon di hutan tetapi bagaimana membawa hutan ke rumah kita, ke halaman kita. Paling penting adalah kesadaran kita semua untuk melestarikan hutan. Karena segala upaya yang dilakukan para prinsipnya bukan supaya dinikmati oleh kita yang hidup pada zaman ini tetapi juga untuk generasi masa mendatang.

Di sadari bahwa kerjasama pengembangan pariwisata yang berbasis pada nilai-nilai dasar tersebut tidak mudah karena masing-masing miliki otorita yang berbeda-beda. Pengembangan pariwisata di Taman Nasional Komodo misalnya, yang punya otorita adalah Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sehingga tugas utama BPOLBF lebih berperan mengorkestrasi semua stakeholders membangun kerjasama yang sinergis untuk menuju pada tujuan bersama.

BACA JUGA:  Aku Terkenang Labuan Bajo, Kota Pariwisata Super Premium

Harapannya, dengan kerjasama kolaboratif pengembangan dan menanganan masalah kepariwisataan di kawasan ini berjalan lebih nyata, komprehensip dan menghindari resiko. Seperti rencana pengembangan destinasi pariwisata di kawasan Parapuar, pihak BPOLBF akan melibatkan desa-desa sebagai penyangga Parapuar seperti Desa Gorontalo, Desa Golo Bilas dan kelurahan Labuan Bajo.

Bandara udara Komodo dari puncak Parapuar. (Foto : Kornelis Rahalaka/Floresgenuine)

Menurut Direktur Pengembangan Destinasi BPOLBF, Kontantinus Nandus, pihak BPOLBF tengah merancang formulasi yang sesuai sebagai bentuk kerjasama dengan otorita dan masyarakat di desa-desa penyangga kawasan Parapuar.

“Kita sedang mencari formulasi yang sesuai dengan mengadakan serangkaian diskusi bersama masyarakat di desa-desa penyangga agar bersama-sama merancang bentuk kerjasama pengelolaan pariwisata,” ujarnya.

Sementara itu, terkait tingkat kunjungan wisatawan selama liburan Idul Fitri 1445 hijriah, BPOLBF mencatat, total kunjungan mencapai 4.688 wisatawan. Data kunjungan ini didapat dari hasil monitoring perkembangan kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif  Manggarai Barat (Mabar). Data diambil tanggal 1 April sampai 18 April 2024.

BACA JUGA:  Menteri Sandiaga : Layanan Penerbangan Langsung On Demand ke Labuan Bajo

Sedangkan berdasarkan data KSPO Kelas III Labuan Bajo, sepanjang tanggal 8 April sampai 15 April 2024, tercatat ada 400 perjalanan kapal wisata di Labuan Bajo. Ada pun tujuan keberangkatan kapal wisata antara lain Pulau Komodo, Padar, Sebayur, Rinca, Taka Makassar, Batu Bolong, Sabolo  dan Pulau Kalong. Dengan jumlah penumpang berkisar antara 3 hingga 38 orang sesuai kapasitas masing-masing kapal. [kis/fg]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button