FLORESGENUINE.com– Alokasi anggaran yang tidak berpihak pada rakyat, secara nyata telah menciptakan kesenjangan dan disparitas pembangunan antar wilayah. Kondisi demikian, makin diperparah oleh minimnya fungsi kontrol para wakil rakyat yang duduk di DPRD Manggarai Barat.
Selain itu, persoalan lain yang tak kalah penting adalah tidak adanya transparansi dan akuntabilitas anggaran pembangunan. Padahal, anggaran merupakan instrumen utama sekaligus indikator keberhasilan pembangunan.
“Masyarakat tidak pernah tahu, berapa anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan. Selama ini, alokasi anggaran pun tidak berpihak pada rakyat. Dampaknya, menciptakan kesenjangan pembangunan antar wilayah. Karena itu, anggaran harus berpihak pada rakyat,” tandas Egidius Jehalut, Calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Manggarai Barat, Jumad (6/1/2024).
Kritik Egidius bertolak dari fakta bahwa program-program pembangunan yang telah dan tengah dijalankan oleh pemerintah Manggarai Barat belum mempertimbangkan asas keadilan dan pemerataan. Ketidakadilan anggaran, jelas Egidius, tampak nyata dalam program kebijakan pembangunan yang kurang pro rakyat dan tidak mempertimbangkan kebutuhan rakyat dan pemerataan pembangunan wilayah.
Dia menyebutkan, beberapa wilayah kecamatan nyaris luput dari pembagian kue pembangunan yang adil. Pembangunan cenderung difokuskan hanya pada wilayah-wilayah tertentu atas dasar kepentingan politik dan oligarki. Kondisi demikian, diperparah oleh minimnya komitmen para wakil rakyat yang telah diberi mandat oleh rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
“Setelah terpilih, para wakil rakyat lebih memperhatikan diri mereka sendiri dan kelompoknya daripada berjuang untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya,”kritik salah satu Pengurus Perhimpunan Usahawan Katolik (Pukat) ini.
Menurut Egidius, satu dari tuga tugas DPR adalah budgenting atau penganggaran. Dan tugas ini sangat penting untuk memastikan pembangunan di wilayah ini dapat berjalan adil, merata, transparan dan akuntabel.
Fungsi budgeting ini merupakan tugas sangat penting karena berkaitan langsung dengan masalah keadilan dan pemerataan pembangunan. Karena itu, dibutuhkan keberanian dan komitmen para wakil rakyat untuk memperjuangkannya.
Dia mencontohkan, wilayah Kecamatan Ndoso, Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar selama ini seolah luput dari perhatian pemerintah. Kondisi infrastruktur di banyak desa dan kampung masih sangat memprihatinkan.
Padahal, banyak anggaran termasuk dana pinjaman daerah yang awalnya bertujuan untuk pemerataan pembangunan termasuk untuk meretas isolasi wilayah, justru cenderung digunakan untuk pembangunan di wilayah-wilayah tertentu saja.
Menurut dia, seluruh anggaran baik yang berasal dari APBD maupun anggaran desa harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan demi pemerataan pembangunan. Anggaran tersebut juga harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.
Transparansi anggaran juga merupakan bagian dari demokrasi, karena demokrasi hanya dapat berkembang baik, jika adanya transparansi, akuntabilitas dan keadilan pembangunan.
Dia mengamati, selama ini, terjadi kesenjangan relasi antara rakyat dan wakil rakyat yang duduk di DPRD. Kesenjangan itu muncul akibat tidak adanya transparansi dalam hal anggaran. Ia memberi contoh, anggaran untuk publik tidak pernah diketahui oleh rakyat termasuk anggaran pokir (pokok pikiran), padahal, anggaran tersebut adalah dana public yang wajib diketahui oleh publik, termasuk dana-dana desa.
Kesenjangan dan disparitas pembangunan ini juga akibat dari tidak adanya kerjasama kolaborasi antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dan kecamatan. Padahal, jika ada kerjasama kolaborasi maka berbagai pembangunan dapat segera terwujud dan kesejahtraan rakyat tercapai.
Di sisi yang lain, ia mengatakan bahwa peran anggota dewan sangat besar dan strategis, namun para anggota dewan tidak pernah menjalankan tugas dan fungsinya secara baik termasuk melakukan koreksi terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
“Sebagai rakyat, kita patut sesalkan sikap anggota dewan yang tidak pernah koreksi terhadap ketimpangan yang terjadi. Bersikap diam berarti ikut mendukung kesenjangan itu,” tegas Egi yang mengaku terpanggil terjun ke dunia politik karena ingin melakukan koreksi terhadap berbagai ketimpangan yang terjadi.
Dia mengatakan, potret kesenjangan dan ketimpangan pembangunan itu sangat nyata, terutama di wilayah-wilayah yang kepentingan rakyatnya, tidak pernah diperjuangkan oleh para wakil rakyat yang duduk di lembaga dewan. Wilayah-wilayah di Kecamatan Ndoso, Kuwus, Pacar dan Macang Pacar misalnya, kondisi infrastruktur publiknya masih sangat memprihatinkan.
Keadaan infrastruktur publik terutama seperti jalan-jalan antar desa atau pun dan antar kecamatan dalam kondisi yang rusak parah. Sebut misal, ruas jalan dari Kampung Hawe menuju Wajur hingga ke Kampung Wetik, jalur jalan penghubung desa-desa di Kecamatan Ndoso antara lain jalur Waning hingga Siri Mese, Lewur dan Lewat.
Ketimpangan pembangunan dan kesenjangan terjadi karena para wakil rakyat belum sungguh-sungguh berjuang untuk memenuhi kebutuhan rakyat di wilayahnya. Padahal, menurut Egidius, wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat ditugaskan untuk menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat yang ia wakili.
“Saya lihat, belum ada anggota DPR yang berani bersuara dan punya komitmen kuat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat di wilayah ini. Padahal ada yang sudah duduk di DPRD Manggarai Barat beberapa periode lamanya,” ujar Caleg PKN dari Daerah pemilihan (Dapil) 2 yang meliputi Kecamatan Ndoso, Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar ini. [kis/fg]