Berpetualang ke Kampung Nelayan Papagarang, Menikmati Suasana Pantai yang Indah
Editor : Kornelis Rahalaka
Siang itu, di ujung haluan, seorang Anak Buah Kapal (ABK) berdiri tegak memegang temali sembari memperhatikan dengan cermat segala yang ada di depannya. Sesekali ia mengayunkan tangannya keatas dan kebawah sebagai isyarat kepada kapten agar memperlambat laju kapal.
Bunyi mesin yang memekakkan telinga perlahan mereda. Pertanda, sebentar lagi kapal akan bersandar. Seorang (ABK) lain tengah bersiap melepas jangkar di buritan. Permukaan air laut tampak baru memulai titik pasangnya, ketika tali kapal telah ditambatkan dengan sempurna di dermaga kayu Pulau Papagarang.
Dari kejauhan, rumah-rumah khas kampung nelayan, berdiri kokoh di sepanjang garis pantai. Kampung itu dilatarbelakangi perbukitan terbuka yang didominasi padang savana berwarna coklat.
Tampak pada beberapa bagian sisinya, tumbuh pepohonan hijau yang rimbun dan sebagian lainnya diselimuti rumput savana. Air laut tampak jernih dengan visibilitas yang sangat baik memberi kesan pertama yang mampu membuat jatuh cinta pada tempat ini. Terumbu karang dan ikan-ikan berwarna warni berkeriapan ke sana dan ke mari.
Pulau Papagarang memang terkenal sebagai daerah lintasan bagi kapal-kapal pesiar yang hendak berpetualang ke Pulau Padar, Pulau Komodo dan pulau-pulau di sekitarnya. Secara administratif, Pulau ini masuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK)
Pulau ini adalah satu desa yakni Desa Papagarang. Mayoritas penduduk Papagarang adalah nelayan dan hanya segelitir yang berprofesi sebagai pegawai dan pegawai pemerintahan. Sebagai desa nelayan, dari kejauhan tampak ratusan kapal atau perahu nelayan berlabuh di sepanjang pesisir pantai ini.
Menurut ceritra beberapa tua adat, nama Papagarang bukanlah nama asli pulau ini. Nama itu terbentuk dari kesalahan artikulasi penyebutan ‘Panggaramang’ yang menjadi aktivitas keseharian warga kampung nelayan.
Orang dulu mengenalnya dengan sebutan Pulau Keramat yang merujuk pada bukit keramat yang ada di tengah pulau itu. Setelah orang-orang datang dan bermukim, pulau ini dijadikan tempat untuk penggaraman dan menjemur ikan.
Nuansa kampung nelayan ini sangat kental dengan arsitektur bangunan yang khas hingga aktivitas kehidupan sosial masyarakat. Panorama alamnya indah karena didukung lanskap alam dan pesona bawah lautnya yang menawan. Penduduk pulau ini berasal dari Suku Bajo dan beberapa suku lainnya seperti Bima, Bugis dan Manggarai.
Pada umumnya, rumah-rumah penduduk berbentuk rumah panggung. Lantai bagian atas digunakan untuk tempat tinggal sedangkan lantai bawah biasa digunakan untuk menyimpan peralatan nelayan dan tempat melepas lelah. Kolong rumah juga biasa dijadikan sebagai tempat untuk beraktivitas seperti menjahit jaring atau mengolah hasil tangkapan.
Struktur rumah bagian atas meliputi beranda depan, ruang tamu, kamar tidur dan dapur terletak di bagian paling belakang. Namun, seiring perkembangan zaman, ditemui rumah-rumah penduduk yang dibangun dengan arsitektur modern seperti menggunakan dinding tembok dan berlantai marmer.
Hampir setiap pagi hari, kita jumpai para ibu-ibu melakukan aktivitas di sepanjang pesisir seperti menjemur ikan. Ikan biasa dijemur di atas tempat tertentu yang oleh warga setempat menyebutnya ’papara’. Sementara laki-laki dewasa terlihat sudah turun ke laut untuk mencari ikan atau membereskan perahu mereka.
Aktivitas mencari ikan atau hasil laut sudah merupakan rutinitas keseharian para nelayan Papagarang. Pada umumnya, nelayan masih menggunakan bagang atau kapal yang didesain khusus untuk menangkap ikan. Ada pula nelayan yang menggunakan perahu layar atau sampan untuk mencari ikan di laut.
Seperti beberapa pulau lainnya di kawasan TNK, Pulau Papagarang termasuk pulau mungil dengan panorama alam yang indah meskipun sangat gersang di musim kemarau. Hanya sekelompok hutan bakau terdapat di wilayah ini. Maklum, pulau ini cukup rawan terhadap bahaya abrasi pantai yang berpotensi merusak hutan bakau.
Sementara itu, di sisi bagian barat, terdapat pantai berpasir putih yang memikat para wisatawan untuk aktivitas snorkeling atau diving. Sedangkan di sisi tengah, terdapat jalur trekking yang menghubungkan dermaga menuju puncak bukit untuk melihat pemandangan alam dan perkampungan dengan latar belakang lautan biru yang mempesona.
Tempat ini oleh warga setempat menyebutnya Busan yang adalah akronim dari Bukit Santai. Dari atas bukit ini, tampak kuba masjid Babussalam yang merupakan gerbang masuk ke perkampungan. Desa Papagarang merupakan salah satu desa wisata dari 29 desa wisata lainnya yang terdapat di Pulau Flores, Lembata, Alor, dan Bima (Floratama).
Untuk mencapai Pulau Papagarang dapat melalui Pelabuhan laut Labuan Bajo. Waktu tempuh relatif singkat, hanya sekitar satu jam, tiga puluh menit dengan kapal wisata atau setengah jam perjalanan dengan speed boat.
Ada pula kapal milik warga setempat yang dapat disewa pakai yang oleh warga setempat menyebutnya kapal ojek. Selain, digunakan untuk mengangkut warga, kapal ojek itu juga bisa untuk mengangkut para wisatawan yang hendak berpetualang ke Papagaran atau ke pulau-pulau lain di kawasan tersebut.*