Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi pariwisata yang sangat tinggi. Beragam destinasi wisata NTT, baik wisata alam, budaya dan bahari. Namun, semua potensi pariwisata tersebut belum dikembangkan secara optimal.
Aneka destinasi pariwisata itu terpotret dari landscape alam yang indah, flora dan fauna, baik di daratan maupun di perairan dan laut. Selain distinasi wisata alam, flora dan fauna, NTT terkenal dengan beragam tradisi dan budaya yang merupakan warisan leluhur secara turun temurun.
Selain itu, NTT terkenal pula akan wisata baharinya yang tak kalah indah. Sebut misal, wisata bahari di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Di kawasan ini, selain menawarkan eksotisme satwa purba komodo, juga alam bawah lautnya yang indah. Beragam terumbu karang yang spektakuler berikut ribuan jenis ikan yang memiliki daya tarik tersendiri.
Kekayaan dan keindahan alam bawah laut TNK telah menjadi daya tarik bagi ribuan wisatawan asing dan mancanegara. Aktivitas diving dan snorkling merupakan atraksi wisata andalan di kawasan ini. Titik diving dan snorkling di TNK tercatat mencapai 200 titik.
Sejak Manggarai Barat menjadi daerah kabupaten otonom tahun 2003, trend kunjungan wisatawan ke TNK terus meningkat. Selain mengunjungi beragam destinasi wisata di TNK, wisatawan juga mengunjungi beragam obyek wisata di daratan dari ujung barat hingga ke ujung timur Pulau Flores.
Perkembangan pariwisata di kawasan ini makin signifikan dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Kebijakan pemerintah yang menjadikan pariwisata sebagai sector unggulan pembangunan serentak mendorong pula perubahan paradigma pembangunan.
Daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya pariwisata mulai ditata dan dikembangkan. Sarana prasarana pariwisata terutama infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan bandar udara mulai dibangun dan dibenahi.
Meskipun mengalami kemajuan, namun, terdapat banyak permasalahan kepariwisataan sehingga membutuhkan perhatian dan solusi dari semua pihak. Rendahnya kwalitas sumber saya manusia merupakan salah satu persoalan yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata. Kurangnya skill dan pengetahuan, menbuat masyarakat lokal berada pada posisi manajemen kelas menengah ke bawah.
Segi Tiga Emas Kepariwisataan Indonesia
Berbagai kebijakan yang barangkali belum pernah dipikirkan oleh pemerintah pusat maupun daerah adalah kerjasama regional kepariwisataan. Sebab, kebijakan kepariwisataan sesungguhnya tak boleh dibatasi oleh sekat-sekat administratif pemerintahan. Kebijakan kepariwisataan mesti menembus batas-batas administratif pemerintahan serta perlu memperhatikan keterkaitan antar region.
Kehadiran Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) melalui fungsi otoritatif dan koordinatif merupakan solusi konkrit atas persoalan yang kerap dihadapi oleh pemerintah lokal. Keberadaan BPOLBF sesungguhnya bertujuan tunggal yakni mengakselerasi pembangunan kepariwisataan di kawasan ini.
Namun, peran BPOLBF belum optimal. BPOLBF dan pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) perlu memikirkan strategi pengembangan kepariwisataan yang bersifat holistik yakni kebijakan Segi Tiga Emas Kepariwisataan Indonesia.
Di bagian utara, ada Makassar sebagai pintu masuk dan hinter land-nya adalah Toraja, Bunaken dan berbagai obyek pariwisata yang tersebar di seluruh Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua; di bagian barat, ada Bali dan Denpasar sebagai pintu masuk dengan hinter land-nya adalah Borobudur, Gunung Bromo, Danau Toba dan berbagai obyek pariwisata yang tersebar di seluruh pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan; dan di bagian selatan, ada Komodo dan Labuan Bajo sebagai pintu masuk dengan hinter land-nya adalah Hobbits (kerangka Manusia Flores di Liang Bua Manggarai), Danau Tiga Warna Kelimutu di Ende, Taman Nasional 17 Pulau di Nagekeo, Prosesi Jum’at Agung di Larantuka, Penangkapan ikan Paus di Lembata dan berbagai obyek pariwisata yang tersebar di seluruh Flores, Timor dan Sumba di Provinsi NTT.
Penanggung jawab utama pengembangan kebijakan Segi Tiga Emas Kepariwisataan Indonesia berada pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan dalam konteks regional NTT, implementasi kebijakan dapat dijalankan oleh BPOLBF.
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama BPOLBF dapat merumuskan kembali penataan ruang wilayah nasional dan regional yang lebih adil dan merata. Pasalnya, sejak awal ada kesan seakan-akan wilayah atau ruang Indonesia Timur hanya dijadikan sebagai ”ruang belakang atau dapur” dari wilayah nasional Indonesia.
Kondisi wilayah Indonesia Timur terabaikan dan tidak diurus dengan baik. Perhatikan, pintu masuk atau keluar Indonesia hanya melalui Jakarta. Padahal obyek wisata terbanyak terdapat di Indonesia Timur dengan infrastruktur wilayah yang masih cukup menyedihkan.
Pemerintah pusat dan BPOLBF perlu merumuskan kebijakan untuk membuka pintu masuk/keluar baru melalui bandara Hassanudin di Makassar, Biak di Papua dan bandara El Tari di Kupang, Provinsi NTT.
Ketiga bandara tersebut dapat dijadikan pintu masuk/keluar utama untuk melayani penerbangan langsung dari dan ke luar negeri. Selain itu, guna mendukung kebijakan Segi Tiga Emas Kepariwisataan Indonesia tersebut, pemerintah Provinsi NTT dan pemerintah kabupaten perlu merumuskan berbagai kebijakan agar terjalin sinergitas pengelolaan kepariwisataan antar kabupaten/kota di Provinsi NTT.
Kebijakan pemerintah Provinsi NTT telah membagi kepariwisataan Flores menjadi tiga cluster. Namun, sejauh ini, kebijakan tersebut belum didukung dengan kemampuan koordinasi yang optimal. Sepertinya, belum nampak sinergitas antar satu cluster dengan cluster lainnya. Termasuk ketidakmampuan pemerintah provinsi NTT dan kabupaten dalam merumuskan kebijakan tentang berbagai program dan kegiatan yang harus diisi pada masing-masing cluster.
Setiap kabupaten perlu merumuskan kebijakan kepariwisataannya masing-masing. Kehadiran BPOLBF sejalan dengan mandat yang diberikan, dapat menjembatani ketimpangan ini. Dengan demikian, kepariwisataan dapat bergerak lebih cepat guna mewujudkan kesejahteraan bersama.[kis/fg]