Oleh : Stefanus Wolo
Hari Senin pagi tanggal 4 Nopember jam 04.40 waktu Swiss. Seorang umat paroki menulis pesan: “Stefan, vor ein paar Stunden ist der Vulkan Lewotobi Laki Laki auf der indonesischen Insel Flores ausgebrochen. Es gab mindestens zehn Tote. Mein herzliches Beileid. Stefan, beberapa jam yang lalu, gunung Lewotobi Laki Laki di Flores Indonesia meletus. Paling sedikit 10 orang meninggal. Saya turut berdukacita”.
Saya langsung bangun dan membuka media sosial: grup-grup WhatsApp dan Facebook. Hampir semua memosting dan menulis tentang letusan gunung berapi itu. Kampung-kampung sekitar, rumah misi SSpS Hokeng, SMPK Sanctissima dan Seminari menengah San Dominggo Hokeng mengalami kerusakan berat. Dan lebih memilukan hati, letusan itu memakan korban jiwa. Saya terkejut karena salah satu korban adalah Sr. Nikolin Katharina Pajo SSpS. Spontan air mata saya berguguran.
Saya mengenal Sr. Nikolin bulan Januari tahun 2003. Saat itu saya bertugas sebagai pastor paroki St. Vinsensius A Paulo Ratesuba. Seorang wanita berkerudung biru datang ke pastoran. Dia datang “melapor dan memperkenalkan diri”. Dia tahu saya berasal dari Wolorowa-Ngada. Karena itu ia menyapa dengan bahasa Bajawa: “Selamat siang le ema nara pastor paroki. Jao Sr. Nikolin SSpS, isi Radha – Bajawa. Jao mai punu be’o ema nara. Jao dhapa tugas lau komunitas Maukaro. Selamat siang bapak-saudara. Saya Sr. Nikolin SSpS dari Radha-Bajawa. Saya datang memberitahu bapak-saudara. Saya mendapat tugas baru di komunitas Maukaro”.
Saya menjawab: “Terima kasih ine weta(Mama-Saudari). Selamat datang dan selamat mengalami kehidupan bersama umat Maukaro dan keluarga besar paroki Ratesuba. Kehadiran ine weta tentu membawa rahmat tersendiri bagi kami. Sambil menunjuk ke arah dataran tinggi paroki Ratesuba, saya katakan: “Inilah medan pelayanan kita. Suster pasti akan banyak berjalan kaki, melewati sungai, mendaki dan menurun bukit. Lumayan jauh dan sulit bila dibandingkan dengan perjalanan dari Radha ke Naru atau Radha ke Bajawa. Tapi jangan takut”.
Sambil tersenyum Sr. Nikolin katakan: “Molo gha ema nara jao. Kena tugas kita. Mawe-mawe pasti nge. Ema nara biar tuka beje nge wado dua zele wolo. Baiklah bapak-saudaraku. Itu tugas kita. Pelan-pelan pasti bisa. Saudaraku yang gendut bisa pulang pergi ke dataran tinggi. Saya harus bisa”. Sambil tertawa saya menjawab: “Betul sekali. Sr. Nikolin pasti bisa. Sapaan, senyuman dan cinta istimewa dari umat menguatkan kita. Mereka selalu menghadirkan sukacita lahir dan batin. Saya sudah mengalaminya”.
Saya mencatat dalam ingatan bahwa para suster SSpS secara resmi bekerja di paroki Ratesuba tanggal 15 Januari 2002. Sehari sebelumnya pastor paroki, kapelan, Dewan Paroki, mosalaki, pimpinan pemerintah kecamatan, desa dan seluruh umat menerima para suster dengan sukacita. Sr. Tarsisia Gemma Galgani SSpS, Sr. Ursula SSpS dan Sr. Ermelinda Nur SSpS merupakan misionaris perdana. Kami menyiapkan rumah sederhana di samping gereja Maukaro sebagai biara sementara. Umat mengumpulkan makanan sayuran untuk mendukung kehidupan para suster. Bahkan almarhum Vitalis Teti dan istrinya Vero menyiapkan dan menanam padi di beberapa petak sawah mereka.
Para misionaris Abdi Roh Kudus ini membantu karya pastoral paroki. Mereka aktif dalam karya pastoral umat Basis, lingkungan, Stasi. Mereka turut membantu persiapan penerimaan sakramen-sakramen, kegiatan SEKAMI dan OMK. Mereka memperlancar urusan liturgi hari raya tingkat paroki, TPAPT bahkan kevikepan Ende. Saat pentahbisan ketiga imam baru RD. Yance Sengga, RD. Edy Reda dan RP. Kletus Nenda SVD bulan Agustus 2003, para suster membantu persiapan dan perlengkapan liturgi serta dekorasi. Mereka bekerja luar biasa.
Sr. Nikolin memiliki latar belakang pendidikan guru agama. Pak Hilarius R. Sama, kepala SMPK Maukaro saat itu meminta kesediaan Sr. Nikolin mengajar agama dan menjadi bendahara sekolah. Saya sendiri pernah mengabdi dan selalu aktif mendukung sekolah ini. Saya tahu sekolah ini, hampir semua aspek memiliki banyak kekurangan. Bahkan pernah diplesetkan sebagai “SMPK Tak Berdaya Maukaro. Hidup enggan mati tak mau”. Saya tetap membesarkan hati para guru, BP3/Komite Sekolah, umat paroki dan masyarakat sekitar. Setiap kali pertemuan, saya selalu ingatkan: “Kita memiliki tanggung jawab moral menghidupi sekolah ini”.
Saya meyakinkan Sr. Nikolin SSpS. Sekolah ini sudah melahirkan banyak orang hebat. Mereka bekerja di pelbagai bidang kehidupan. Dari barisan para pastor ada P. Dr. Baltasar Rengga Ado SVD, doktor Filsafat alumni Universitas Freiburg Jerman dan P. Adrianus Gegi SVD, misionaris Austria. Keduanya alumni 1983-1986. Kemudian muncul lagi RD. Fidelis Du’a, tokoh pendidikan di Keuskupan Maumere.
Suster fokus membantu SMPK Maukaro. Tidak perlu berpikir tentang berjalan kaki naik bukit turun lembah. Kehadiran Suster pasti membawa berkat tersendiri bagi SMPK Maukaro. Suster seorang biarawati, sekaligus rohaniwati. Kehadirannya pasti memberi warna rohani dan memperkuat energi spiritual. Suster Nikolin akan menjadi satu-satunya wanita berkerudung di antara mereka. Kerudungmu akan membawa berkat. Suatu waktu nanti, Suster akan menyaksikan anak didikmu berkerudung warna warni sesuai dengan ketentuan ordo mereka. Belakangan saya tahu, beberapa siswi bimbingan Sr. Nikolin di SMPK Maukaro telah menjadi biarawati.
Suster tidak perlu berkecil hati dan merasa sendirian. Suster akan ditemani seorang wanita berkerudung. Dia bukan biarawati. Tapi dia seorang guru dan pendidik agama muslim. Namanya Ibu Daniarti dari Nioniba. Sejak awal berdirinya, sekolah ini selalu menjadi rumah bersama orang tua serta siswi katolik dan muslim. Sekolah ini secara fisik(saat itu) nampaknya tak berdaya. Tapi dibalik “cap ketidakberdayaan” lembaga ini memiliki daya istimewa. SMPK Maukaro menjadi sekolah multikultural. Mereka merawat budaya toleransi katolik dan muslim, Ende dan Ngada(saat ini Nagekeo), Jao-Ngao-Aku dan Flores dengan Buton, Selayar, Jeneponto dan Bugis.
“Sr. Nikolin dan Ibu Daniarti akan menjadi wanita kembar berkerudung. Kerudungmu adalah lambang kerendahan hati, ketaatan spiritual dan penyerahan diri yang total kepada Tuhan. Kerudung juga memotivasi kamu melakukan segala sesuatu secara lebih baik. Bahkan siap melakukan yang terbaik. Kamu mengajarkan memberi contoh nilai-nilai toleransi. Toleransi adalah bagian dari “Peace Culture atau Budaya Damai”. Sejak awal SMPK Maukaro berkomitmen mewujudkan masyarakat damai. Saya percaya Sr. Nikolin, Ibu Daniarti dan keluarga besar SMPK Maukaro bisa menciptakan “Peace Agent atau Agen-Agen Perdamaian”. Kamu pasti selalu dihormati, dicintai dan dikenang hingga ajal tiba. Kematian tidak menghancurkan hubungan, melainkan mengubahnya menjadi kenangan yang abadi”.
Bersambung!
Kirchgasse 4, 5074 Eiken AG
Hari Pemakaman Sr. Nikolin Pajo SSpS, Selasa 5 Nopember 2024