BUMI MANUSIA

Wamen PPA, Veronica Tan : Kepala Daerah Perlu Ubah Mindset Tentang Orang Miskin, Perempuan dan Anak

FLORES GENUINE – Wakil Menteri (Wamen) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Republik Indonesia, Ibu Veronica Tan meminta para kepala daerah untuk mengubah mindset mengenai perempuan dan anak serta bagaimana menangani masalah kemiskinan ekstrim.

Menurut Wamen Veronica, persoalan perempuan dan anak tidak bisa hanya dipikirkan sebagai tugas Dinas Social semata tetapi harus ditangani secara lintas sector dan lintas dinas di setiap wilayah kabupaten/kota dan propinsi.

“ Selama ini, masalah pemberdayaan perempuan dan anak seolah hanya menjadi urusan Dinas Sosial, padahal perempuan dan anak harus ditangani secara lintas sector dan lintas dinas,” ujar Wamen Veronica saat berdialog dengan sejumlah pejabat teras di Kantor Yayasan Bambu Lestari, Labuan Bajo, Selasa (17/6/2025).

Wamen Veronica meminta para kepala daerah untuk menemukan solusi-solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah perempuan dan anak. Masalah pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mesti menjadi program kerja setiap dinas seperti Dinas Kreatif, UMKM, Pemberdayaan dan lain-lain.

BACA JUGA:  Srikandi Edi-Weng Gelar Olahraga Santai di Ruang Terbuka Hijau

Menurut Ibu Veronika, selama ini Kementerian PPA lebih focus menangani masalah-masalah di hilir seperti kekerasan seksual, pemerkosaan, KDRT, penelantaran anak dan kasus-kasus perempuan dan anak lainnya tanpa memperbaiki dihulu.

Kementerian PPA sebagai pengambil kebijakan ingin mendorong agar para kepala daerah di setiap wilayah lebih memperhatikan program-program pemberdayaan dan perlindungan. Pemberdayaan yang dimaksud lebih kepada membuka akses bagi kaum perempuan untuk lebih berkreatif dan berinovasi karena sesungguhnya mereka sudah berdaya.

Program PPA juga tidak bicara mengenai perempuan dan anak-anak saja atau bicara tentang perempuan dan laki-laki tetapi lebih bicara tentang keluarga. Karena, kata Ibu Wamen, bicara keluarga berarti bicara tentang suami atau laki-laki dan perempuan atau istri dan anak-anak  yang mana keluarga yang perlu dibangun keutuhannya sehingga semua program bantuan diberikan tanpa harus memandang perbedaan gender.

BACA JUGA:  Paslon Edi-Weng Janji Pembangunan Berpihak pada Perempuan dan Disabilitas

“Sebab, bicara tentang isu gender, terkadang di luar sana dipolitisir sehingga ada pihak yang merasa lebih superior,”tandas Wamen Veronica.

Menurut Ibu Veronica, kebijakan terkait program PPA perlu dirancang di dalam RPJMN dan RPJMD agar secara teknokratis lenih sistematis dan dapat diukur serta musah diimplementasikan dalam program-program konkrit di setiap daerah.

“ Karena itu, kita butuh dukungan dari hulu bukan hanya kerja di hilir. Kita dorong agar kebijakan dan program ini ada dalam system. Sistem yang dibangun untuk meminimalisr kasus-kasus yang terjadi,” ujarnya.

Pada bagian lain, Wamen Veronica juga menegaskan bahwa sekolah rakyat yang dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo bukan sekadar sekolah gratis tapi sekaligus untuk mengatasi masalah kemiskinan ektrim yang dihadapi oleh sebagian keluarga di Indonesia.

Wamen PPA, Ibu Veronica Tan bersama kelompok ibu-ibu UMKM di Labuan Bajo. .foto : flores genuine)

Menurut Ibu Veronica, sebagian masyarakat mengkritik gagasan sekolah rakyat gratis ini. Namun menurut dia, sekolah rakyat gratis yang dimaksudkan oleh pemerintah bukan sekadar tidak membayar uang sekolah tetapi membantu orang-orang atau keluarga yang sama sekali tidak mampu.

BACA JUGA:  Uskup Maksimus : Jaga Semangat, Motivasi, Antusiasme dan Pengharapan

“ Sekolah memang gratis, tapi bagaimana dengan biaya transportasi, pakaian, sepatu dan lain-lain yang dibutuhkan oleh orang-orang miskin. Kita harus pikirkan ini. Bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu sewa transportasi atau beli baju, sepatu,” ujarnya.

Masalah orang miskin, kata Wamen Veronica, bukan hanya soal sekolah gratis tetapi perlu dipikirkan bagaimana pemerintah daerah membantu anak-anak miskin untuk bisa mengakses ke sekolah. Mereka tentu butuh transportasi, sepatu, pakaian dan lain-lain.

“Bayangkan saja, kalau kita jadi rakyat biasa seperti mereka. Bagaimana kalau tidak ada transportasinya, bagaimana kita tidak punya uang untuk beli sepatu, termasuk  lampu jalan dan lain-lain. Jadi, sekolah rakyat itu sebenarnya untuk membantu siswa yang miskin ekstrim,” ungkap Ibu Veronica. [red/fgc]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button