
Pada Kamis, 20 Maret 2025 surat gembala Prapaska para Uskup Provinsi Gerejawi Ende resmi dibacakan. Surat gembala ini dibuat oleh enam uskup dibawah pimpinan Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden SVD.
Dalam surat gembala ini ada beberapa hal yang dibicarakan, seperti eksploitasi energi: geothermal, perdagangan manusia, stunting, wabah peternakan dan pertanian. Surat gembala ini dibuat untuk merespon pelbagai problematika sosial yang sedang bergejolak di daratan Provinsi Gerejawi Ende dewasa ini.
Mengenai surat gembala ini, ternyata menjadi sebuah hal yang sangat ironis kendati keironisan surat gembala ini tidak terlalu mencolok. Fokus keironisan surat gembala ini terletak pada Uskup Keuskupan Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat yang ikut meresmikan surat gembala ini. Sebab, faktanya sebelum peresmian surat gembala ini, beliau sangat pro terhadap geothermal Poco Leok dan Sano Nggoang.
Faktanya, seperti dilansir dari Floresa.co tentang surat Uskup Ruteng terkait geothermal memicu protes warga Wae Sano karena Mgr. Siprianus Hormat membentang karpet merah bagi pemerintah untuk melanjutkan proyek panas bumi di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat.
Muncul pelbagai pertanyaan seperti; apakah Mgr. Siprianus Hormat setujuh untuk meresmikan surat gembala itu karena malu melihat bahwasannya hanya dia yang pada saat itu pro terhadap geothermal, sedangkan kelima uskup lainnya kontra? ataukah ada hal lain yang membuat ia setuju akan surat gembala itu?
Dalam menyetujui keberlangsungan proyek geothermal ini, Mgr. Siprianus Hormat mengirim surat kepada Presiden Jokowi mengenai proyek Geothermal di Wae Sano pada 9 Juni 2020. Dalam suratnya, dia mengatakan bahwa pemerintah melalui tim pengelolaan sosial proyek panas bumi Wae Sano telah melakukan pelbagai kegiaan “sosialisasi intensif maupun dialog yang transparan” dengan pelbagai elemen, baik Gereja Katolik maupun warga Wae Sano.
Selain itu, pada poin terakhir surat itu, ia merekomendasikan agar proyek itu ditindaklanjuti karena angapannya bahwa proyek geothermal ini merupakan energi listrik terbarukan yang ramah lingkungan. Ia juga menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakan Wae Sano serta melindungi dan mengembangkan integritas ciptaan dan warisan kultural di Wae Sano.
Klaim Uskup Mgr. Siprianus Hormat tentang proyek geothermal bahwa geothermal merupakan energy yang terbarukan serta mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat Wae Sano dan mampu mengembangkan integritas ciptaan dan warisan kultural di Wae Sano, tentunya sangat bertolak belakang dengan bagaimana respon masyarakat Wae Sano sendiri dan bagaimana isi dari surat gembala prapaskah para uskup Provinsi Gerejawi Ende yang juga ikut diresmikan oleh Mrg. Siprianus Hormat sendiri.
Sebagian warga Wae Sano kontra terhadap proyek geothermal karena dianggap sebagai proyek yang bersifat mendistruksi pelbagai elemen kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang budaya masyarakat Wae Sano. Banyak hal yang mereka lakukan agar proyek tersebut tidak dilanjutkan. Namun ternyata itu tak sejalan dengan pemikiran pemimpin Gereja Katolik Keuskupan Ruteng. Tentu hal ini pula membuat proses penolakan berjalan tidak mulus.
Namun, sikap Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat yang ikut meresmikan dan menyetujui surat gembala prapaska para uskup Provinsi Gerejawi Ende tentu menjadi sebuah hal yang sangat terberkati khususnya bagi masyarakat di Wae Sano. Hal ini menunjukan bahwa Uskup Ruteng sedang menjalani masa pertobatan ekologi. Hal ini tentu menjadi sebuah teladan yang baik bagi anggota gereja, khususnya pada masa prapaskah ini untuk segera bertobat dari jalan dosa.
Mgr. Siprianus Hormat telah memberikan contoh yang baik mengenai bagaimana konsep pertobatan ekologi itu sebenarnya. Bukan hanya melalui kata-kata hampa namun juga dalam aksi nyata. Kendati layaknya St. Paulus, Mgr. Siprianus Hormat lebih dulu menyimpang dari jalan pertobatan ekologi dengan membentangkan karpet merah bagi para investor asing untuk melanjutkan proyek geothermal, namun dia menyadari kesalahnya sehingga memilih untuk menjalani perjalanan pertobatan ekologi.
Hemat penulis, dengan beliau ikut terlibat dalam peresmian surat gembala prapaskah oleh para uskup Provinsi Gerejawi Ende, merupakan sebuah kode positif bagi masyarakat di Wae Sano dan menjadi sebuah ancaman besar bagi pihak-pihak yang terus-menerus menekankan dan mengharapkan agar pelbagai proyek geothermal di daratan Flores tetap dilanjutkan.
Penulis berharap dengan penuh hati agar pertobatan ini tidak hanya sampai pada Mgr. Siprianus Hormat, tetapi juga bagi semua pihak yang masih ingin melanjutkan proyek dosa ekologi ini.*
Penulis adalah Siswa Seminari St. Yohanes Paulus II, Labuan Bajo