
Kasus korupsi yang terus beranak-pianak dankeinginan, yang kian tak terkendali, sekawanan pejabat dan pengusahamenggarong uang rakyat, serta sejumlah permasalahan bangsa yang begitu kompleksdi bidang ekonomi, politik, sosial, hukum, pendidikan, ketatanegaraan, HAM, pemafiaanyang melilit Negara Kesatuan Republik Indonesia telah meletupkan kemarahan publik.
Ekspresi kemarahan, kekecewaan, kegalauan, kegelisahan, rasa frustrasi itu dilampiaskan dalam pelbagai bentuk.Para akademisi menuangkannya lewat tulisan dengan judul yang menukik, menerjang.Adapula gabungan politisi, akademisi, praktisi hukum yang menyuarakannya melalui podcast. Sejumlah mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat kelas menengah ke bawah menyatakannya dengan cara berdemontrasi (demonstrasi damai) di ruang-ruang publik.
Para seniman meluapkannya lewat seni lukis, karikatur, musik, nyanyian (lagu), drama, film. Para sastrawan mencetuskannya lewat puisi. Para pelawak mencurahkannya lewat lelucon.Kaum jurnalis independen mengeksposnya lewat media cetak dan online. Sebagian warganet mengadukannya dalam media sosial.
Semua ekspresi ketidakpuasan itu dapat ditemukan dalam kata kritik, yang oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang disertai uraian serta pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Ringkasnya sejumlah elemen masyarakat memanifestasikan kemarahan dan rasa frustrasinya masih dalam cara-cara yang masuk akal, batasan-batasan yang masih dimungkinkan oleh dan dijamin Undang-udang dalam hal kebebasan berpendapat.
Dengan kata lain, warga negara menemukan sarana yang masuk akal dan cara-cara yang cerdas dalammenyalurkan ekspresi kemarahan dan ketidakpuasan atas persoalan bangsa yang terus bertumpuk-tumpuk.
Bentuk paling ekstrim dari ekspresi kemarahan dan rasa frustrasi itu adalah keinginan segelintir orang untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara potensial kondisi ini ada seperti aktivitas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), yan sebelumnya disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua. Hal ini yang mesti diwaspadai.
Sekadar Contoh
Dalam tulisan ini saya hanya fokusmemilih beberapa contoh yang memperlihatkan cara warga negara mengekspresikan kemarahan dan ketidakpuasannya terhadapkerumitan persoalan bangsa saat ini dengan cara-cara non kekerasan, yang menurut saya, mengandung unsur positif-mendidik, menghindari bentrok fisik.
Tagar kabur aja dulu (#KaburAjaDulu) dianggap sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan keadilan di negara ini(kompas.com 18/2/2025).
Tagar Indonesia gelap (#Indonesiagelap) merupakan tema unjuk rasa yang menuntut pertanggungjawaban atas sejumlah kebijakan pemerintahan Prabowo yang dinilai tidak berpihak pada rakyat (tempo.co 18/2/2025).
Liga Korupsi Indonesiadijadikansebagai sarana warganet menyatakan protes terhadap kasus korupsi yang semakin merajela dengan angka yang kian astronomis (kompas.com 27/2/2025). Topik, yang mengandung unsur hiburan ini,kemudian menjadi salah satu program acara yang ditayangkan metrotv pada tanggal 6 Maret 2025.Warganet menemukan kesan yang amat kuat bahwa ada semacam ajangperlombaanpara koruptor. Mereka bertanding menimbun uang yang diperoleh secara ilegal.
Lagu “Bayar Bayar Bayar” dari Band Sukatani yang amat disenangi masyarakatadalah deskripsi persepsi masyarakat terhadap polisi (tempo.co 24/2/2025).
Cara Cerdas, Elegan
Pelbagai model ekspresi ketidakpuasan dan kemarahan yang digambarkan di atas menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, mereka menyalurkan energi negatif berupa rasa marah, jengkel, kecewa, frustrasi tidak dengan cara yang destruktif melainkan konstruktif. Dengan rumusan akademik, warga negara mengubah energi negatif-destruktif menjadi energi positif-konstruktif. Dalam pemaknaan yang lebih luas dan dalam, pilihan tindakan transformatif ini menunjukkan kemampuan warga negara dalam mengendalikan diri terhadap energi destruktif.
Kedua, pilihan transformatif ini memperlihatkan adanya kesadaran warga negara akan tanggung jawabnya terhadap masa depan bangsa dan generasi berikutnya. Dengan lain perkataan, keberlanjutan, keberlangsungan, eksistensi NKRI adalah pilihan nilai yang mengalahkan kepentingan pribadi dan golongan.Spirit egoisme dikalahkan oleh bonum commune.
Ketiga, warga yang kritis tidak tinggal diam terhadap segala bentuk penyelewengan dalam kaitan dengan penyelenggaraan dan pengelolaan negara. Sebab dengan mendiamkannya sama dengan memberi ruang seluas-luasnya bagi kejahatan untuk terus berkembangbiak, yang pada gilirannya memberikan donasi besar bagi percepatan Indonesia bubar. Dengan demikian NKRI tinggal kenangan.
Keempat, warga negara memilih media sosial dan sarana lainnya yang dapat digunakan sebagai alat yang tepat untuk mengucapkan kemarahan dan rasa tidak puasnya.Media itulah yang merupakan hasil dari penemuan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Dalam konteks ini penemuan itu menjadi berkat bagi manusia sendiri. Dengan kata lain, media sosial menjadi sarana alternatif bagi warga negara dalam menyampaikan gagasan, aspirasi, keluh kesah, curahan hati ketika institusi-institusi negaratidak lagimenjalankan tugas dan fungsinya secara normal dan maksimal.
Kelima, warga negara tidak kehilangan harapan di kala mereka marah dan frustrasimenyaksikan dan menghadapi sendiri kompleksitas permasalahan bangsa di samping beban hidup yang mendera dengan kondisi ekonomi negara yang lagi sulit.Sebab ada pilihan alternatif yakni media sosial, misalnya.
Keenam, jika direfleksikan lebih dalam, sesungguhnya perihal luapan ekspresi kemarahan dan ketidakpuasan warga negara merupakan bentuk kepedulian dan cinta terhadap bangsa dan negara. Satu-satunya harapan mereka adalah agar NKRI tetap eksis dan karena itu segala bentuk penyelewengan terhadap pengelolaan negara dan penggunaan kekuasaan mesti diminimalisir melalui mekanisme kontrol.Dibahasakan secara sederhana, semangat patriotisme ditunjukkan lewat kontrol masyarakat sipil demi menghindari penyelenggara negara dari perilaku koruptif.
Langkah yang harus diambil
Dengan penjelasan ringkas di atas mendorong para pemangku kepentingan dalam hal ini para penyelenggara negara, atas dasar imperatif konstutif, mengambil langkah-langkah yang perlu dilakukan.
Pertama, memberikan jaminan perlindungan terhadap warga negara dalam menyatakan pendapatnya sejauh tidak melanggar undang-undang. Dengan lain kata, kesempatan dan ruang seluas-luasnya mesti diberikan kepada warga negara agar pengungkapan pendapat di ruang-ruang publik tidak terhalangi dengan berbagai dalih yang dimasukakalkan.
Kedua, meningkatkan kecerdasan warga negara agar mereka memiliki kemampuan untuk mengutarakan pendapat, gagasan cemerlang secara cerdas, elegan, beradab dan bermartabat.Kecerdasan menyampaikan pendapat tercermin dalam cara yang dipilih.
Ketiga, daripada bersikap reaktif-protektif, alangkah lebih elegan bila para penguasa (penyelenggara negara)melakukan pembenahan secara internal dan meningkatkankinerjademi melawan kritik publik.Dengan menunjukkan kinerja yang baik secara intrinsik terejawantah nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggungjawab, pengorbanan. Nilai-nilai inilah yang menjadi warisan yang amat berharga bagi generasi berikutnya karena sifatnya universal, abadi.
Ketiga poin di atas tertuang dengan jelas dalam preambul UUD 1945 sebagai tujuan negara yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum (bukan kesejahteraan segelintir orang), mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa ketiga hal tersebut adalah perintah konstitutif sekaligus imperatif moral-religius yang terkandung di dalam Pancasila. Dalam rumusan yang sederhana adalah menjalankan undang-undang secara murni dan konsekuen.
Tidak Banyak
Dalam hal penggunaan cara non kekerasan dalam menyampaikan pendapat, hanya sedikit figur yang secara radikal menjalankannya.Walaupun secara kuantitatifjumlahnya sangat terbatas, namunmereka menginspirasi banyak orang. Mereka menghidupkan harapan di tengah kondisi yang seolah tiadanya asa. Mereka menggoreskan tinta emas dalam sejarah peradaban dunia.
Mereka yang mempraktekkan cara-cara non-violentdalam memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kehiduan adalah pribadi yang mampu membatinkan nilai-nilai kearifan lokal, ajaran-ajaran moral dan agama, pengetahuan yang benar.Mereka memiliki komitmen, determinasi, konsistensi, dan keyakinan yang kokoh. Mereka tidak mudah goyah oleh pelbagai godaan yang tampil dengan punuh pesona, daya pikat. Mereka mampu bertahan dalam beragam kesulitan, penderitaan yang menghimpit, menerjang, menerkam, dan bahkan merenggut nyawa. Mereka tidak gentar terhadap aneka teror, intimidasi penguasa yang lalim, tiran.
Di sini saya hanya menyebutkan beberapa tokoh yang mengispirasi banyak orang dan kisah tentang mereka selalu dikenang, tersimpan dalam memori bangsa, dibukukan sehingga menjadi warisan pengetahuan berharga bagi generasi kemudian.
India memiliki Mohandas Karamchand Gandhi yang lebih dikenal dengan Mahatma Gandhi. Dia menginspirasi dunia dengan gerakan perlawanan tanpa kekerasan. Gerakan itu disebut ahimsa, yang diperolehnya dari ajaran agama Hindu, Jainisme, dan Buddhisme.
Afrika Selatan mempunyai Nelson Mandela yang berjuang melawanpolitik apartheid, suatu sistem pemisahan ras yang pernah diterapkan di Afrika Selatan oleh pemerintah kulit putih.Hal yang interesan dari Nelson Mandel,yang membuat dia mampu bertahan terhadap semua pengalaman pahit getir dalam perjuangannya terutama selama dipenjara 27 tahun, tulis Ignas Kleden sebagaimana kesaksian para penulis biografi Mandela, bukan karena dia adalah penganut salah satu agama besar (Kompas 13/1/2014).
Kesanggupan itumerupakan kombinasi keyakinan dan kekuatan moral yangdiperoleh sebagai anggota suku Xsosayang dituntun oleh tiga hal yakni adat istiadat, ritual dan tabu. Bayangan dan keinginannya setelah mati bukan surga dalam pengertian agama, melainkan perjumpaan kembali dengan para leluhurnya, demikian Ignas Kleden.Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuhnya, lebih tepat, sebagai yang memperkokoh keyakinan dan keteguhan moralnya.
Hal ini tampak dalamkata-kata Richard Stengel seperti dikutip Ignas Kleden, “tidak sekalipun saya mendengar dia (Mandela) menyebut Tuhan, surga, atau sesuatu yang berhubungan dengan Akhirat. Nelson Mandela percaya akan keadilan dalam masa hidupnya di dunia ini.”
Salah satu figur di Indonesia yang juga menempuh cara tanpa kekerasan dalam perjuangannya adalah Yusuf Bilyarta Mangunwijaya yang akrab disapa Romo Mangun (seorang imam Katolik).Dia berjuang membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan secara politis pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pilihan keberpihakan pada kaum miskin ini mengikuti teladan Sang Guru dan Gembala Agung, Yesus, yang telah lebih dahulu melakukannya, dan sekaligus menjadi pokok imannya.
Dua peristiwamenarik yangdilakukan Romo Mangun adalah mendampingi warga pinggiran Kali Code yang terancam digusur untuk proyek penataan lahan hijau dan membela warga terdampak proyekKedung Ngombo yang mengalami penggusuran.
Selain Romo Mangun, ada Iwan Fals yang penuh energik menyanyikan lagu-lagu yang bernada kritik yang tajam, pedas, keras. Kritik yang pedas dan tajam tampak jelas dalam lirik lagu-lagunya. Beberapa bisa disebutkan di sini: “Tikus-tikus Kantor”, “Surat Buat Wakil Rakyat”, “Bongkar”, “Manusia Setengah Dewa”, “Pesawat Tempurku”.
Penutup
Berdasarkan narasi singkat di atas paling kurang memberikan gambaran akan adanya kesadaran publik untuk menghindari penggunaan cara-cara premanisme dalam menyampaikan pendapat, walaupun dalam kondisi tertentu terkadang terjerumus dalam perilaku dan tindakan violatif.
Kesadaran ini menjadi sumbangsih yang besar bagi terpeliharanya keadaban publik. Sebab kerinduan terdalam manusia adalah hidup berdampingan secara damai. Tambahan pula, tidak ada kisah tentang kekerasan yang memberikan kedamaian. Dimensi kekerasan hanya meninggalkan luka yang membekas. Pemerintahan yang otoriter adalah yang paling gandrung dengan cara-cara kekerasan. Pemerintahan Orde Baru dengan Soeharto sebagai tokoh sentralnya adalah salah satunya.
Warga negara yang beradab berupaya menghindari kekerasan. Itulah cerminan kecerdasan dan keadaban. Sikap ini adalah bentuk pengagungan terhadap martabat dirinya sendiri sebagai makhluk paling mulia di muka bumi.
Lebih dari itu, pemilihan cara yang elegan, cerdas, beradab dan bermartabat dapat menjadi pembelajaran bagigenerasi berikutnya untuk terus dihidupi.Dalam rumusan religious,generasi selanjutnya mendapat pelajaran yang amat berharga yakni mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.
Sistem demokrasi yang telah dipilih memberi ruang seluas-luasnya bagi warga negara untuk berekspresi. Sebab di dalamnya ada prinsip kebebasan dan kesetaraan.
Di akhir tulisan ini saya mengutip beberapa ungkapan yang bernada satire yang beredar di tiktok untuk menjadi bahan permenungan serentak juga awasan.
Pancagila 2025:
- Keuangan yang mahakuasa
- Korupsi yang adil dan merata
- Persatuan mafia hukum Indonesia
- Kekuasaan yang dipimpin oleh nafsu kebejatan dalam persekongkolan dan kemunafikan
- Kenyamanan sosial bagi seluruh keluarga pejabat dan wakil rakyat
Indonesia Tanah Air Siapa (lagu)
Indonesia tanah air siapa? Katanya tanah air beta. Indonesia sejak dulu kala, janjinya rakyat sejahtera, petani dirampas sawahnya, nelayan dipagar lautnya, buruh murah, miskin dan sesangsara sampai akhir menutup mata.
Pemilihan Umum (lagu)
Pemilihan umum telah menipu kita, seluruh rakyat terpaksa gembira, hak demokrasi pura-pura, rakyat kita belum merdeka, pilihlah wakilmu yang suka memperdaya, perusak amanah yang setia, di bawah undang-undang negara Konoha, kita menuju ke penipuan umum.
Penulis adalah alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo)