BUMI MANUSIA

Mengenang Balauring, Kota Perdagangan dan Pariwisata

FLORESGENUINE.com– Nama Balauring tak asing lagi bagi masyarakat Kedang di Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Balauring merupakan ibu  kota Kecamatan Omesuri. Perkampungan Balauring terletak di tepi laut yang indah, tepatnya di pinggiran Teluk Sawar Laleng.

Pada zaman dulu, Balauring dikenal sebagai pusat perdagangan dan tempat bagi para nelayan mencari ikan. Beberapa bangunan tua berbentuk pertokoan masih bisa ditemui di kota ini. Di bagian selatan Balauring, terdapat perkampungan nelayan dengan rumah-rumah panggung yang dibangun berjejer di sepanjang pantai.

Penduduk yang mendiami kota mungil ini berasal dari berbagai suku, etnis, agama dan latarbelakang social. Sebagai kota perdagangan, Balauring sangat ramai dikunjungi oleh para saudagar yang datang dari jauh seperti dari Bonerate, Bugis, Makassar dan dari berbagai daerah lain di Indonesia.

Sebagian dari mereka berasal dari Suku Bajo yang terkenal sebagai bangsa pelaut dan nelayan. Tidak diketahui secara pasti kapan mereka  datang dan mendiami kota kecil di Teluk Sawar Laleng ini. Namun, sejumlah sumber menyebutkan, orang-orang dari suku Bajo telah mendiami Balauring jauh sebelum Indonesia merdeka.

BACA JUGA:  Watu Rombang, Batu Legenda Berdaya Mistis-Magis

Rata-rata penduduk Balauring adalah pedagang dan nelayan. Tak heran, Balauring  berkembang menjadi pusat bertemunya orang-orang dari berbagai latarbelakang suku, agama, ras dan golongan.

Pada era 1970-an, Balauring  berkembang menjadi pusat perdagangan dan sangat ramai dikunjungi baik oleh orang-orang yang mendiami wilayah Kedang  maupun para pendatang dari berbagai wilayah.

Sebagai kawasan perdagangan, Balauring  terus berbenah diri menjadi kota yang “hidup” seiring dengan dinamika kehidupan yang terus berubah. Rata-rata penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan. Mereka cukup mudah memasarkan hasil komoditi seperti kopra, kemiri, pinang, dan hasil kebun mereka ke pasar.

Berkat arus perdagangan yang terus berkembang maju, Balauring perlahan-lahan berubah menjadi kota yang sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat baik yang datang untuk berbelanja, membeli berbagai kebutuhan pokok, juga menjadi tempat wisata bagi masyarakat umumnya. Arus transportasi laut pun terus berkembang meskipun moda angkutan laut masih cukup terbatas atau hanya menggunakan perahu layar. Balauring pun berubah menjadi urat nadi ekonomi warga.

Kemajuan ini tentu tak sebanding dengan pembangunan infrastruktur di darat seperti jalan dan jembatan. Akses transportansi darat masih sangat minim. Jalan dan sarana transportasi antar wilayah desa pun antar kecamatan masih sangat buruk.

BACA JUGA:  Penti Weki Peso Beo, Ungkapan Syukur dan Rekonsiliasi Hubungan yang Retak

Demikian pula jalur  jalan yang menghubungkan wilayah Balauring atau Kedang pada umumnya, dengan Lewoleba sebagai daerah yang relative cukup berkembang saat itu masih sangat memprihatinkan. Sebagian warga masih berjalan kaki hingga berhari-hari lamanya untuk capai di tempat tujuan. Sebagian warga lainnya terpaksa berkuda atau berlayar melintasi lautan yang berarus deras dan bergelombang dasyat.

Pada era 2000-an, setelah Lembata berdiri menjadi sebuah kabupaten otonomi, pemerintah mulai membenahi beberapa ruas jalan yang menghubungkan pusat kecamatan dengan ibu kota kabupaten Lembata di Lewoleba. Beberapa ruas jalan utama mulai dibangun dengan kualitas baik.

Jalan raya trans Lewoleba-Kedang mulai diaspal dan dapat dilalui kendaraan. Meskipun demikian, mobilisasi masyarakat antar desa dan kecamatan di beberapa kawasan masih sulit dilalui oleh kendaraan. Tak jarang, penumpang dari sejumlah wilayah harus rela menginap di perjalanan lantaran kendaraannya ngandat akibat jalan rusak terutama di musim hujan.

Panorama alam yang indah kota Balauring menjadi destinasi wisata.(Foto : Kornelis Rahalaka/Floresgenuine)

Namun, kondisi ini terus mengalami perubahan menuju kemajuan seiring dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Transportasi darat dan laut kian lancar sehingga menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru masyarakat.

BACA JUGA:  Kemenparekraf Ajukan Tambahan Anggaran Rp. 3 Triliun

Pusat-pusat perdagangan seperti beberapa pasar tradisional dan pertokoan modern dibuka di sejumlah wilayah. Sebut misal, Pasar Wei Rian, Pasar Roho, Pasar Rawuq Wutuq, Walangsawa Peumole, Pasar Natu dan beberapa pusat ekonomi lainnya.

Balauring  adalah kota penuh kenangan, Kota mungil nan cantik itu mesti terus dibenahi agar menjadi kota yang layak untuk dihuni oleh warganya. Ke depan kota ini tak hanya menjadi kota perdagangan tetapi akan menjadi kota pariwisata internasional.

Betapa tidak, Balauring bukan hanya sebagai kota perdagangan tetapi akan menjadi kota pariwisata yang menawan. Balauring  mempunyai panorama alam yang indah, bukan hanya terkenal dengan pantai berpasir putih tapi juga menawarkan keelokan padang laum dan alam bawah lautnya yang pesona.

Kini dan ke depan, Balauring sebagai kota perdagangan dan pariwisata perlu terus berbenah agar wajah kota ini tetap berkembang menjadi kota perdagangan sekaligus kota pariwisata level internasional. Dengan begitu kota ini akan menjadi kota penuh kenangan masa lalu, kini dan masa mendatang. [Kornelis Rahalaka]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button