Saya sudah menjalani profesi sebagai guru selama 30 tahun. Pengabdian saya sebagai guru SMTA dimulai di Timor Timur atau kini Negara Timor Leste, sejak Juli 1994. Kebutuhan tenaga guru di Timor Timur kala itu memang cukup banyak, terutama untuk guru SMA dan SMEA atau SMK.
Peluang ini tentu bagi saya sangat baik untuk mencoba mengadu nasib sebagai seorang guru di sana. Berkat kemauan dan kenekatan yang tinggi serta direstui Tuhan, saya diterima menjadi guru. Selama 6 bulan yakni Juli – Desember 1994 saya diterima menjadi guru di SMAK St Antonio Baucau.
Di sekolah ini, saya diminta untuk mengampuh mata pelajaran sesuai jurusan saya yakni ekonomi dan akuntansi, saya juga diminta untuk mengampuh mata pelajaran lain seperti geografi, sejarah dan matematika.
Saya mengabdi di sekolah tersebut hanya selama 6 bulan karena saya lulus tes CPNS pada bulan Agustus 1994. Saya pindah tugas menjadi guru di SMEAN Manatuto. Di sekolah ini saya mengabdi selama 5 tahun dari Januari 1995 – Desember 1999. Di sekolah ini saya mengampuh mata pelajaran ekonomi dan akuntansi. Selain itu, saya juga dipercayakan untuk mengampuh mata pelajaran matematika.
Awal tahun 2000 saya kemudian dimutasi ke Labuan Bajo. Mutasi terjadi setelah rakyat TimTim dinyatakan menang dalam penentuan jajak pendapat atau referendum untuk memilih memilih pro kemerdekaan atau pro integrasi dengan Indonesia. Penduduk Indonesia yang berasal dari luar TimTim diberikan pilihan, apakah tetap menetap dan menjadi warga TimTim atau kembali ke Indonesia.
Saya memilih untuk kembali ke Indonesia, tepatnya di daerah asal saya yaitu Labuan Bajo. Keputusan untuk kembali ke Labuan Bajo diambil setelah diskusi bersama istri saya.
“ Bu, Timor Timur sudah merdeka setelah dilakukan jajak pendapat. Pegawai dari luar TimTim diminta untuk memilih, tinggal di TimTim atau kembali ke Indonesia. Bagaimana dengan kita?” saya bertanya pada istri saya yang langsung dijawab: “Kita kembali pulang ke Manggarai saja pak,” jawab istri saya dengan nada riang. Kami mulai mengurus dokumen mutasi termasuk teman-teman lainnya.
Pengurusan semua dokumen mutasi dilakukan di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang sesuai instansi induk masing-masing.
Mutasi ke SMKN 1 Labuan Bajo
Saat mengurus dokumen itu, saya ditanya oleh kepala bagian kepegawaian Dinas P dan K NTT yakni Bapak Niko Nonoago. Pertanyaan yang tidak pernah saya bayangkan dan pikirkan sebelumnya karena dalam pikiran saya bahwa pihak yang berwenang menentukan tempat para guru eksodus asal TimTim adalah Pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Dinas P dan K. Saya pikir saya hanya terima SK penempatan disesuaikan dengan isi SK. Pikiran saya sedikit kalut, kuatir jika ditempatkan di tempat lain sementara saya dan istri sudah sepakat untuk pindah ke Manggarai.
Ketika masuk ke ruangana Pak Niko, dalam hati saya berdoa agar rencana kami untuk pindah ke Manggarai dikabulkan oleh Pak Niko. Setelah saya dipersilahkan duduk oleh Pak Niko di ruangannya, Pak Niko mulai membuka percakapan dengan menanyakan nama da nasal muasal saya. Setelah saya memperkenalkan diri dan menyerahkan semua dokumen yang menjadi persyaratan mutasi, Pak Niko langsung mengabulkan permohonan mutasi yang saya ajukan.
Namun, sebelum Pak Niko memutuskan untuk mutasi, beliau sempat menanyakan perihal tujuan mutasi apakah kembali ke daerah asal, pindah ke tempat lain atau dinas yang tentukan. Atas pertanyaan itu, saya dengan mantap menjawab bahwa kami ingin kembali ke Manggarai karena saya dan istri sudah bersepakat untuk pulang kampong.
“ Kalau bapak tidak keberatan, ijinkan saya dipindahkan ke Manggarai”, pintaku.
Mendengar jawaban saya, Pak Niko tersenyum. Ia kemudian memperhatikan dokumen saya seraya menatap saya sambil berkata ; “Saya setuju Pak Stef pindah ke Manggarai. Tapi ada
Syaratnya yakni saya diminta untuk meminta surat keterangan lolos butuh tenaga guru di Kantor Dinas P dan K Kabupaten Manggarai. Kala itu, saya sungguh merasakan pertolongan Tuhan dalam hidupku teristimewa dalam setiap tahap pengurusan mutasi.
Saya pun kembali ke Ruteng dan ke Kantor Dinas P dan K Kabupaten Manggarai untuk mengurus persyaratan seperti diamanatkan oleh Pak Niko. Waktu itu timbul rasa pesimis dan keraguan apakah surat rekomendasi berhasil saya dapatkan. Perasaan berkecamuk lantaran sudah sekian lama saya tidak pernah berurusan dengan kantor pemerintahan. Demikian pula para pegawai di kantor tersebut tidak ada yang saya kenal.
Namun saya yakin Tuhan akan menolong saya. Ketika saya masuk ke kantor itu, pandangan saya langsung tertuju pada seorang pegawai yang sedang berdiri membelakangi saya sambil bercakap dengan temannya.
” Selamat pagi Pak”. Saya memberi salam kepada para pegawai di kantor itu. Mendengar salam saya, para pegawai langsung membalas salam saya termasuk sosok yang berdiri membelakangi ku.
“Selamat pagi juga”. Saat sosok pegawai itu berbalik muka menghadap saya, saya langsung menjabat tangannya karena ternyata sosok itu adalah Bapak Jhon Bey Gibons, guru saya waktu masih di SMPN 1 Komodo sekitar tahun 1980-an. Bapak John adalah kepala sekolah saat itu. Dia masih mengenal baik saya karena saya sering bermain ke rumahnya. Meskipun sudah lama tak berjumpa namun rupanya Bapak John masih ingat dan mengenal secara baik saya.
Bapak John bahkan tidak ragu memanggil nama saya dan saya pun langsung memperkenalkan diri sebagai mantan muridnya. “ Luar biasa. Ternyata ingatan Pak Jhon ini masih kuat,” ujarku dalam hati.
Mantan guru sayau itu pun langsung menanyakan perihal pekerjaan dan tempat di mana saya selama ini bekerja. Saya pun menjelaskan semua perjalanan hidup saya dan tujuan saya datang ke kantor P dan K.
“ Saya ke sini untuk memohon bantuan Bapak Kadis P dan K Manggarai, sekiranya saya dapat surat rekomendasi lolos butuh untuk kembali dan bertugas di Manggarai”, begitu saya menjelaskan maksud dan tujuan saya datang kemari. Mendengar jawaban saya, Bapak John langsung menyanggupi untuk membantu mengurus surat rekomendasi. Dia pun meminta saya untuk pindah tugas ke SMKN 1 Labuan Bajo yang sebelumnya masih bernama SMIP.
Singkat ceritra, berkat bantuan mantan guruku itu, hari itu juga saya mendapatkan surat rekomendasi untuk mutasi kembali ke Manggarai. Selang beberapa hari kemudian, saya serahkan surat rekomendasi tersebut kepada seksi bagian di Kantor Dinas P dan K Provinsi NTT. SK mutasi pun langsung saya terima dan ditempatkan di SMIP Labuan Bajo yang kini sudah berubah nama menjadi SMKN 1 Labuan Bajo. Saya mulai mengabdi sebagai guru di sekolah ini sejak Januari tahun 2000.
Masa-masa sulit kami lalui. Waktu itu Labuan Bajo belum seperti sekarang ini. Kami tentu membutuhkan waktu untuk bisa menyesuaikan diri dengan tetangga sekitar. Rumah tempat kami tinggal sangat cukup sederhana. Kami belum punya rumah sendiri sehingga kami harus kontrak rumah orang. Rumah yang kami kontrak cukup kecil dan sederhana. Ukurannya hanya 5 x 6 berlantaikan tanah dan berdindingkan bambu.
Namun, kami jalani dengan sukacita dan optimisme bahwa suatu saat nanti kondisi kami akan berubah. Kami akan mampu mengubah kondisi hidup kami menjadi yang lebih baik. Itulah janji kami sebagai satu keluarga kecil di kota ini.
Tidak hanya menyesuaikan diri di rumah dan dengan lingkungan sekitar, tapi saya juga harus menyesuaikan diri di tempat tugas yang baru. Saya harus mengenal kondisi lingkungan fisik sekolah, mempelajari dan memahami karakter masing masing guru. Namun perlahan saya merasa mulai nyaman berkat dukungan teman-teman guru dan keluarga serta tetangga.
Dukungan moril juga saya terima dari Bapak Paulus Tiala, BA saat saya lapor diri untuk memulai bekerja di lembaga pendidikan yang baru ini. Bapak Paulus selalu memberikan saya semangat dan motivasi untuk berkarya secara profesional dalam tugas pelayanan sebagai seorang guru.
Saya belajar banyak dari Bapak Paulus sebelum beliau mendapatkan tugas baru sebagai pengawas pendidikan menengah di Kabupaten Manggarai. Setelah Bapak Paulus Tiala mengemban tugas baru, beliau diganti oleh Drs, Moses Magong, guru senior dari SMEA Swastisari Kupang yang adalah putra Manggarai.
Menjabat sebagai Kepala Sekolah SMIP Labuan Bajo
Bapak Moses menjabat sebagai Kepala SMIP dari tahun 2002 sampai 2006. Dia merupakan sosok kepala sekolah yang sangat disiplin, bersikap baik terhadap guru dan terhadap para siswa. Pada masanya, saya bersama Pak Floresianus Sudirman dan Pak Drs. Tobias Napang ditugaskan untuk mengikuti diklat manajemen kepala sekolah di VEDC Malang tahun 2005. Alhasil kami bertiga pernah menjadi kepala sekolah. Pak Tobias Napang menjadi kepala SMKN 1 Welak di Datak, Pak Flori kepala SMKN 1 LABUAN BAJO dan saya sendiri kepala SMKN 1 LABUAN BAJO menggantikan Pak Flori tahun 2011 sampai 2021.
Cita cita saya dari kecil memang ingin menjadi seorang guru. Cita cita ini terispirasi oleh figur guru idola yang ada di SDK Betong, tempat saya mengenyam pendidikan dasar. Cita cita itu terpupuk subur di SMP sampai kuliah. Tidak pernah terbersit dalam pikiran dan hati saya apa lagi berambisi untuk menjadi seorang kepala sekolah.
Karena kebanggaan dan pencapaian besar bagi saya bukan karena saya sudah menjadi kepala sekolah. Kebanggaan besar bagi saya seorang guru adalah ketika saya berdiri dan berada di tengah siswa untuk membimbing, mendampingi, membagi pengetahuan, melatih siswa untuk terampil, mendengar keluhan dan kebutuhan siswa serta mempertontonkan karakter positip untuk diteladani. memberikan yang terbaik untuk masa depan anak bangsa menjadi keutamaan saya.
Rupanya Bapak Moses Magong sebagai kepala sekolah saya yang kedua di SMKN 1 Labuan Bajo secara senyap tetap memperhatikan dan mempersiapkan saya untuk menjadi kepala sekolah. Dia tugaskan saya ke Malang 2005 untuk mengikuti diklat managemen kepala sekolah menjadi titik start saya dikaderisasi dan dipersiapkan oleh Bapak Moses Magong untuk menjadi kepala sekolah.
Tidak hanya sampai di sini, saat Bapak Moses Magong ditugaskan menjadi Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga ( PPO) Manggarai Barat, saya pun diminta untuk pindah menjadi staf beliau di bagian Sekretariat Dinas PPO. Kerja bersama Bapak Moses di Dinas PPO dijalaninya selama 8 bulan. Karena tidak lama, saya menganggapnya sebagai magang. Setelah itu saya memutuskan untuk kembali ke SMKN 1 Labuan Bajo.
Saya kembali ke sekolah bukan karena saya diexit atau dipulangkan, tetapi pulang karena kemauan sendiri. Keputusan itu saya ambil setelah dilakukan refleksi yang mendalam soal passion dan kemampuan saya. Hati nurani saya menyatakan kalau saya lebih cocok untuk menjadi guru dan berdiri dihadapan siswa.
Saya masih ingat kata-kata Bapak Moses Magong bahwa seorang guru tidak hanya sampai pada memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswanya tetapi lebih dalam dari itu adalah memberikan hatinya.
“Inilah hatiku mana hatimu”. Saya pun kembali ke sekolah menjadi guru lagi. Pak Flori sebagai kepala sekolah waktu itu yaitu tahun 2007- 2011 saya diminta untuk membantu dia sebagai kepala tata usaha.
Pada Juli 2011 ketika Pak Flori pindah tugas sebagai pengawas SMA/SMK, saya mendapat surat panggilan untuk dilantik menjadi kepala sekolah. Sebuah jabatan level sekolah yang tidak pernah saya impikan apalagi ambisi. Saya tidak pernah tahu alasan apa saya dipilih untuk menjadi kepala sekolah. Sementara di saat yang sama masih ada teman guru lain yang dianggap lebih senior dalam pengalaman mengabdi.
Apakah ini yang namanya kepercayaan? Ketika refleksi saya sampai pada titik ini, maka dengan mantap kepercayaan itu saya terima. Kepercayaan yang diterima menjadi tugas berat. Pertanyaan yang selalu menghantui adalah apakah saya mampu mengelola sekolah yang besar ini dengan baik. Sekolah yang jumlah siswanya hampir mencapai 1000 siswa waktu itu dengan jumlah guru dan pegawai 80 orang dengan berbagai karakter masing masing. Di sanalah seorang kepala sekolah diuji kemampuan kepemimpinannya untuk menyatukan irama berpikir, bertutur dan bertindak menuju satu visi dan misi sekolah yang ditetapkan bersama.
Dalam proses mencapai visi dan misi tersebut maka suasana kebersamaan menjadi suatu keharusan untuk tercipta dan terbentuk. Karena hanya dalam kebersamaan kita bisa melaksanakan segala program yang ada dan mampu menyelesaikan setiap problematik yang timbul saat proses pelaksanaan pencapaian visi dan misi bersama. Karena itu indicator tercapainya kebersamaan itu yang saya pakai adalah tidak ada atau rendahnya tingkat konflik internal guru dan pegawai termasuk kepala sekolah.
Rasionalnya bahwa ketika terjadi konflik dan komunikasi yang tidak bagus pada internal guru dan pegawai menunjukkan kebersamaan dan kekeluargaan rusak dan selanjutnya akan berpengaruh negatif terhadap pencapaian visi misi sekolah. Itu menjadi faktor kunci ketika kita bekerja bersama dalam kelompok sebagai satu team kerja.
Hal itu sungguh-sungguh saya jaga dan pertahankan dalam menjalankan tugas sebagai kepala sekolah selama10 tahun sejak Juli 2011 – Desember 2021. Riak riak kecil tentu ada. Tetapi dalam denyut nafas kebersamaan, kita mampu meredam dan meminimalisir potensi gelombang problematik. Bersama Kita Bisa.*
Penulis adalah guru SMKN 1 Labuan Bajo, Peserta lomba menulis feature HUT PGRI 2024