FLORESIANA

Kisah Melegenda The Dragon Princess dari Komodo

Oleh Kornelis Rahalaka [Labuan Bajo]

Tidak mudah menelusuri kisah sejarah hewan purba Komodo dan asal muasal masyarakat yang mendiami kawasan itu. Ada banyak versi dibalik ceritra tentang Komodo.

Satu versi menyebutkan bahwa penduduk Komodo adalah orang-orang pendatang dari suku Bajo, yang pada masa lalu singgah di pulau tersebut untuk mencari ikan. Namun, dalam perjalanan waktu, mereka menetap di pulau itu. Sementara sumber lain mengisahkan bahwa penduduk asli Komodo sebenarnya pernah ada, namun mereka tidak berkembang lantaran tidak memiliki keturunan.

“Penduduk Komodo yang sekarang boleh disebut tak memiliki hubungan keturunan dengan penduduk asli Komodo,”ungkap Ishaka Mansyur, sesepuh Komodo  pada suatu siang.

Ishaka menuturkan, dulu Kampung Komodo terletak di wilayah Najo, sebuah kawasan yang membentang dibagian barat Kampung Komodo  atau sekitar tujuh kilometer dari Kampung Komodo yang sekarang. Najo adalah nama seorang raja gagah perkasa yang terkenal sakti. Ompu atau Raja Najo sangat disegani oleh musuh-musuhnya.

Kampung Najo sendiri kerap disebut juga sebagai Kampung Keli Manga, tempat sang Raja Najo bersama dayang-dayangnya berdiam. Ompu Najo disebut-sebut merupakan manusia ‘setengah dewa’ karena hingga kini asal usulnya tidak diketahui secara pasti oleh penduduk Komodo.

Meskipun demikian, nama Ompu Najo sangat populer dan diceritrakan oleh kalangan penduduk Komodo. Ompu Najo diperkirakan pernah mendiami wilayah itu lebih dari 2000 tahun yang lalu.

Ceritra seputar Ompu Najo dan keturunannya ini diperkuat oleh hasil penelitian sejumlah ahli geologi. Ishaka Mansyur mengaku pernah terlibat melakukan penelitian bersama para ahli  geologi asal Amerika Serikat yang melakukan penelitian di wilayah Komodo pada era tujuh puluhan dan delapan puluhan.

Dia mengisahan bahwa Ompu Najo mengawini seorang gadis bernama Nuriah. Seorang gadis berparas cantik jelita. Dikemudian hari, gadis cantik itulah yang menjelmah menjadi ular naga atau komodo. Hubungan perkawinan antara Ompu Najo dengan Nuriah melahirkan seorang putra tunggal yang diberi nama Sigenong.

BACA JUGA:  Mungkinkah Sejarah akan Tercipta?

Sigenong berkembang menjadi seorang pemuda dan kemudian menikah dengan seorang gadis asal Kempo, Flores Barat. Namun, kedua pasangan suami-istri ini tidak memiliki keturunan. Alasannya, karena dilarang oleh ompu Najo.

Kisah yang beredar dikalangan warga bahwa larangan itu sekaligus merupakan sumpah atau janji antara seorang bapak dengan anaknya. Sebab, jika Sigenong mempunyai keturunan, maka anak-anak keturunannya akan habis dimangsa oleh sang putri naga yang tidak lain tidak bukan adalah ibu kandungnya sendiri yang telah menjelmah menjadi komodo.

Menurut kisah yang beredar dikalangan warga Komodo, di tubuh Sigenong terdapat beberapa keunikan jika dibandingkan dengan warga Komodo umumnya. Sigenong digambarkan bermata putih, bertelinga lebar dengan warna kulit yang berbeda dengan kulit orang Komodo kebanyakan.

Untuk mengenang sang putri naga, Ompu Najo memerintahkan hamba-hambanya untuk membawa sebutir telur dan diletakan di suatu area yang dinamakan Long Ata Wine, suatu lokasi yang tidak jauh dari Loho Gong, di dekat kampung Keli Manga.

Sang raja lalu berpesan kepada hamba-hambanya agar setelah meletakan telur itu, mereka wajib menjaga telur itu hingga menetas. Dan saat telur tersebut menetas maka para hambanya harus segera memukul gong sebagai tanda bahwa telur telah menetas.

Maka pergilah para hamba raja sambil membawa sebutir telur untuk diletakan di lokasi yang telah ditunjuk sebelumnya. Singkat ceritra, saat yang dinanti-nantikan pun tiba. Telur itu pun menetas. Para hamba segera memukul gong pratanda bahwa telur sudah menetas. Sang raja Najo yang mendengar bunyi gong, segera datang ke lokasi seraya menggendong Sigenong, anaknya.

BACA JUGA:  Mencoba Melihat Pariwisata Labuan Bajo Flores Lebih Holistik

Seketika, dari dalam telur, muncullah anak seekor ular naga. Ompu Najo lalu berkata kepada anaknya Sigenong, “ Inilah saudarimu. Jangan kau apa-apakan dia,”. Sejak saat itu, berbagai larangan disampaikan oleh Ompu Najo.

Larangan itu antara lain, warga tidak boleh merusak hutan, warga harus selalu menjaga dan merawat alam dan lingkungan, warga tidak boleh berkebun, tidak boleh membuka hutan, tidak boleh mengambil berbagai harta karun yang ada di wilayah tersebut. Berbagai larangan tersebut berlaku sampai sekarang ini,hingga kawasan itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Alkisah, Ompu Najo pun meninggal dunia. Sementara ular naga (komodo) terus hidup dan berkembangbiak sampai sekarang ini.

Beberapa tua adat yang ditemui menuturkan bahwa pada masa lalu, warga komodo nyaris habis dimangsa komodo. Penduduk komodo sering dikejar dan dimakan oleh ular naga itu. Untuk menghindari kematian bahkan kepunahan, banyak warga melarikan diri ke Gunung Raja di pulau Rinca.

Namun, komodo masih terus mengejar dan memangsa mereka. Sebagian penduduk akhirnya melarikan diri ke sejumlah pulau kecil seperti di Gili Motang dan daratan Flores bagian barat. Itulah sebabnya,mengapa sampai sekarang, binatang komodo dapat ditemukan selain di Komodo juga di Pulau Rinca, dan di Wae Wuul, Flores Barat serta beberapa pulau kecil lainnya dalam bilangan Taman Nasional Komodo.

Menurut ceritra Ishaka, di wilayah Najo hingga kini masih ditemukan sejumlah benda peninggalan bersejarah seperti sebuah makam yang diyakini sebagai milik Ompu Najo, pria misterius yang pernah menjadi suami dari putri naga komodo. Makam itu sangat keramat, setidak-tidaknya bagi Ishaka. Itu sebabnya, setiap tahun, ia mengaku masih datang ke lokasi itu untuk bertapa seraya meminta petunjuk dan mohon keselamatan bagi semua warga kampung.

BACA JUGA:  Rindu Kembali ke Potongan Surga

Di lokasi itu juga, sebut dia, masih ditemukan bekas-bekas kehidupan seperti kebun warga, pekarangan pemukiman warga, tiang-tiang dari batu berbentuk balok serta batu meriam yang diduga sebagai benteng pertahanan Ompu Najo dan para hambanya menghadapi musuh-musuhnya pada masa peperangan.

Bapak Ishaka percaya akan ceritra kuno ini. Demikian pula warga Komodo yakin, sang putri naga (komodo) masih hidup sampai sekarang. Mereka pun yakin dengan amanah yang pernah ‘diwasiatkan’ oleh sang putri naga bahwa wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan pariwisata itu agar senantiasa dijaga dan dirawat kelestariannya sehingga selalu dikenang oleh masyarakat dunia dari generasi ke generasi.

Warga dunia boleh jadi bersedih atas punahnya reptil raksasa purba ini. Namun Sang Pencipta rupanya masih berbaik hati menyisahkan satu jenis marga dinosaurus dan membiarkannya hidup hingga di abad modern ini. Sementara, rekan-rekan sejenis lainnya, telah memfosil dan cuma jadi pajangan di ruang-ruang museum.

Ceritra tentang penduduk Komodo dan hewan purba komodo seakan tak pernah habis-habisnya. Semakin diceritrakan, semakin dibuat penasaran. Itulah the dragon princess dari Komodo. Berceritra tentang orang Komodo dan hewan purba komodo tak bisa dipisahkan dari mitos dan sejarah panjang yang diwariskan secara turun temurun.

Ada pesan-pesan sejarah yang ditinggalkan, ada kisah heroik diwarnai pertarungan dan perlawanan, ada juga kisah piluh penuh cucuran air mata dan darah. Itulah sejarah panjang Komodo. Alhasil, semua kisah dan peristiwa itu telah menarik jutaan kaum petualang untuk datang ke kawasan yang merupakan habitat asli komodo. Komodo pun tetap eksis hingga memasuki abad milenium ini. Komodo adalah warisan Indonesia sekaligus warisan dunia.Mari kita jaga!*

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button