KESEHATAN

Kesehatan Menstruasi dan Hak Seksual Perempuan antara Fakta, Mitos dan Tabu

Editor Kornelis Rahalaka

Siang itu,Rabu 27 September 2023, bertempat di La Moringa Resto, Labuan Bajo, puluhan aktivis, perwakilan dari sejumlah organisasi sosial mendiskusikan beberapa isu penting yang berkaitan dengan upaya transformasi kesehatan menstruasi dan hak kesehatan seksual perempuan.

Tema diskusi terfokus bertajuk: Transformasi Kesehatan Menstruasi di Indonesia, terasa tak lasim dibicarakan oleh publik baik dibicarakan pada forum-forum resmi maupun forum akademik. Mungkin karena isu seksualitas dan menstruasi perempuan, bukan isu yang menarik untuk dibahas di ruang-ruang publik, atau tema ini memang mengandung isu tabu, mitos dan stigma-stigma negatif yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Padahal, sesungguhnya kesehatan menstruasi perempuan berdampak multi dimensi baik, budaya, ekonomi, sosial, tradisi, hingga relasi antar perempuan dan laki-laki, antar suami dan istri, antar anak-anak muda di masa akil balik termasuk berdampak pada kasus-kasus kekerasan seksual, psikologis dan fisiologis masyarakat luas.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Prefect Fit, sebuah lembaga yang bergerak dibidang kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan ini merupakan bagian dari program Scaling Up The Perfect Fit dalam kerangka normalisasi Manajemen kesehatan Menstruasi (MKM) dan hak kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) melalui edukasi komprehensif.

Dalam diskusi ini juga memperkenalkan produk pembalut pakai ulang atau pembalut cuci ulang sebagai salah satu solusi ideal untuk membantu melindungi seksualitas dan kesehatan reproduksi perempuan serentak guna mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat sampah, global warming yang mengancam keselamatan planet bumi dan menjaga kesehatan reproduksi pada kaum perempuan.

“Perfect Fit Indonesia berpandangan bahwa persoalan kesehatan menstruasi perempuan mesti menjadi isu penting dalam setiap dikusi publik di tengah masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Manggarai Barat pada khususnya. Kesehatan menstruasi sangat penting untuk dibicarakan secara terbuka, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap menstruasi dan kesehatan reproduksi masih merupakan isu yang tabu,”terang Direktur Operasional Perfect Fit, Riesa Eka Putri.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia (HAM) dan merupakan salah satu unsur kesejahtraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Terkhusus hak kesehatan itu tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2009 point (a). Pasal (1) menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spirituil maupun sosial  yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

BACA JUGA:  Pemkab Mabar Jalin Kerja Sama dengan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita

Namun realitanya, hak kesehatan seksual dan reproduksi masih terbilang cukup sensitif di Indonesia. HKSR masih dianggap tabu untuk sekedar diperbincangkan dan dalam tataran normatif HKSR dianggap tidak wajar dimunculkan di muka publik. Padahal, perlu disadari bahwa seksualitas dan reproduksi merupakan pengalaman tiap individu berhak untuk tahu dan paham pilihan-pilihan terbaik bagi tubuh mereka.

Untuk itu, setiap orang berhak untuk mendapatkan akses layanan fasilitas dan informasi kesehatan yang baik khususnya perempuan dalam mengelola pengalaman menstruasinya yang aman, nyaman dan bebas dari stigma. Dia juga mengatakan bahwa menstruasi merupakan proses alami dan normal, namun banyak perempuan masih kesulitan untuk mengalami pengalaman menstruasi yang sehat dan bermutu.

BACA JUGA:  910.087 Anak NTT Mendapatkan Imunisasi Polio

“Di Indonesia, akses terhadap produk alternatif yang aman dan ramah lingkungan masih sangat terbatas dan kerapkali tidak terjangkau,”ujar dia.

Sementara itu, data memperkirakan, 90% perempuan di Indonesia nmenggunakan pembalut sekali pakai. Biasanya, 1 perempuan bisa menstruasi dalam jangka waktu 35-45 tahun dalam hidupnya. Dan 1 perempuan bisa menghasilkan 175 kg sampah pembalut. Dan pembalut sekali pakai berdampak sangat besar terhadap lingkungan karena mengandung plastik. Selain berdampak lingkungan, pembalut sekali pakai juga berdampak kepada kesehatan perempuan.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun mencatat, pada Januari-Maret 2015, sebanyak 9 jenis pembalut sekali pakai mengandung klorin yang berbahaya bagi kesehatan perempuan. Pembalut sekali pakai juga sebagai penyumbang sampah terbanyak jika dihitung berdasarkan jumlah perempuan berusia remaja hingga memasuki masa menopause.

Perempuan Jangan Disalahkan

Meskipun pembalut sekali pakai dapat menghasilkan sampah dalam jumlah yang signifikan dan berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi dan lingkungan namun, perempuan tidak boleh dianggap sebagai penyebab adanya sampah.

BACA JUGA:  Bayi Meninggal Dunia Usai Dioperasi, Ombudsman NTT Angkat Bicara

“Perempuan jangan disalahkan,”tandas Riesa.

Dia mengatakan, inovasi dan upaya-upaya alternatif mesti terus dilakukan guna menjaga dan melindungi hak reproduksi dan menstruasi perempuan. Seperti usaha yang kini sedang digalakan oleh Perfect Fit yakni  memproduksi pembalut cuci ulang yang terbuat dari kain. Produk pembalut cuci ulang ini sangat baik selain untuk menjamin kesehatan reproduksi perempuan dan sangat ramah lingkungan.

Beberapa peserta dalam testimoninya menyatakan, kehadiran Perfect Fit dengan salah satu produk yakni pembalut cuci ulang telah dirasakan bermanfaat oleh masyarakat baik kaum perempuan yang tinggal di kota maupun perempuan yang tinggal di pelosok desa, pun perempuan yang berusia remaja dan orang dewasa seperti suami istri.

Beberapa keunggulan dari pembalut cuci ulang yakni bahan dasar terbuat dari kain, ramah lingkungan, nyaman dipakai dan menjamin kesehatan reproduksi perempuan serta dapat dicuci ulang dan dipakai berkali-kali.

Sementara itu, tantangan yang kerap dihadapi adalah persoalan mindset masyarakat yang mana, sebagian orang masih menganggap seksualitas dan menstruasi perempuan adalah hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka di ruang-ruang publik. Selain, kurangnya akses informasi tentang kesehatan reproduksi, menstruasi dan kepercayaan pada mitos-mitos yang berkembang di tengah masyarakat.*

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button