Pariwisata

Festival Golo Koe 2025 : Merajut Kebangsaan Melalui Pariwisata Berkelanjutan yang Sinodal dan Inklusif

FLORES GENUINE – Festival Golo Koe 2025 berlangsung dari tanggal 10-15 Agustus 2025. Ajang ini menggabungkan budaya, religiusitas dan pariwisata berbasis nilai lokal dalam semangat persatuan dan keberlanjutan. Iven ini mengangkat tema : Merajut Kebangsaan Melalui Pariwisata Berkelanjutan yang Sinodal dan Inklusif.

Festival Golo Koe bukan hanya agenda budaya, tetapi juga ruang perjumpaan sosial, ekonomi, dan spiritual. Tema di atas menjelaskan bahwa festival Golo Koe bukan hanya milik kelompok tertentu tetapi milik seluruh masyarakat Manggarai Barat.

Ada tiga hal yang menjadi pondasi pemahaman yakni kebersamaan dalam kebhinekaan untuk kebangsaan, pelestarian dan pemanfaatan potensi pariwisata secara bijak dan berkelanjutan serta proses pelayanan yang melibatkan semua pihak dan inklusif.

Ketiga hal ini memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat yang beriman dan berbudaya selalu menjadikan Tuhan dan nilai-nilai tradisi sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

“ Dalam festival ini memperkuat iman masyarakat terutama dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Iman yang kokoh harus menjadi dasar dalam setiap tindakan keputusan dan gerak pembangunan kita,” ungkap Wakil Bupati, Yulianus Weng saat membuka acara Festival Golo Koe 2025 yang berlangsung di Water Front City, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Minggu (10/8/2025).

Festival Golo Koe menjadi cerminan toleransi seluruh masyarakat Manggarai Barat. Inilah nilai-nilai luhur yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi muda dan generasi yang akan datang. Festival ini harus menjadi bagian penting dari strategi pengembangan pariwisata berbasis budaya lokal.

Para wisatawan bukan hanya datang untuk melihat keindahan alam tapi juga merasakan denyut kehidupan masyarakat seperti menyaksikan tarian dan musik tradisional, mencicipi kuliner khas daerah serta mengenal nilai-nilai spiritual yang hidup dalam masyarakat. Lebih dari itu, festival juga menjadi salah satu bentuk nyata dari pariwisata yang berkelanjutan.

BACA JUGA:  Menyelaraskan Pertanian, Ekosistem dan Ekonomi

Masyarakat diajak untuk memanfaatkan momentum ini dengan baik, kreatif dan menjaga kualitas kejujuran dan keramahan yang telah menjadi ciri khas masyarakat Manggarai Barat. Festival ini juga kiranya dapat mengangkat nama Manggarai Barat di mata dunia bukan hanya karena alam yang indah tapi masyarakatnya yang ramah.

Sementara itu, Uskup Labuan Bajo, Mgr.Maksimus Regus menyatakan, dalam nuansa perayaan kemerdekaan negara Republik Indonesia, festival Golo Koe menggugah kita bagaimana memandang dan memperlakukan pariwisata di Labuan Bajo.

Labuan Bajo dengan binatang komodo, sebut Uskup Maksi adalah potret keindahan tanpa batas, rahmat Tuhan yang berkelanjutan, narasi kemakmuran, sepetak cetakan tangan Tuhan yang telah membuat sekian banyak orang dari segala penjuru dunia dating di sini. Mereka berburu sunset di sini menyerap keindahan, menikmati suka cita dan sebagiannya mengalami penyembuhan.

BACA JUGA:  Mgr. Siprianus Hormat : Belajar Bhineka Tunggal Ika di Labuan Bajo

Dengan mengandalkan keindahan dan dukungan aspek kultural yang kuat, maka ikhtiar keberlanjutan dapat dianggap sebagai nilai tertinggi dalam menjaga pariwisata.

“ Ketika kita berbicara tentang keberlanjutan maka pariwisata di kawasan Labuan Bajo niscaya berurusan dengan aspek kepedulian lingkungan atau ekologis. Sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar dalam keseluruhan mindset industri pariwisata di Labuan Bajo,” ujarnya.

Ia mengatakan, pendekatan kita terhadap keindahan Labuan Bajo perlu mendapatkan perhatian kritis. Adalah sesuatu yang membahayakan masa depan pariwisata Labuan Bajo ketika profit-oriented atau orientasi keuntungan sebesar-besarnya cenderung menggoda orang dalam menerapkan pendekatan eksploitatif yang pasti mencederai makna keberlanjutan dari keindahan pariwisata Labuan Bajo.

“ Hasrat pada akumulasi profit akan menggiring keindahan pariwisata Labuan Bajo sekedar sebagai arena kerakusan dan ketamakan dan kemungkinan sulit menyisakan manfaat yang besar bagi komunitas lokal kita,” tegasnya.

BACA JUGA:  Pasca ASEAN Summit, Australian Wholesaler Jajaki Pariwisata Flores

Dia menyebutkan di bawah ancaman aksi monolitik—melihat keindahan labuan bajo hanya sebagai sumber cuan tanpa batas bagi mereka yang memiliki modal tanpa batas, festival Golo Koe adalah ikhtiar yang sebaliknya—dengan sangat jelas. Festival yang sudah berjalan empat tahun telah mengusung pendekatan multi-perspektif atas pariwisata Labuan Bajo.

Pameran UMKM dalam ajang festival Golo Koe 2025 (foto : ist)

Festival ini memadukan dimensi-dimensi penting yang bersentuhan dengan kehidupan komunitas lokal mulai dari aspek religiusitas, kerohanian, kultural, ekonomi, dimensi lintas-iman menjadikan festival sebagai ruang perjumpaan dan persaudaraan sosial.

“ Bukan karena kita memiliki kapasitas untuk mengeksplorasi lalu kita melakukannya tanpa memperhitungkan masa depan lingkungan hidup dan kemudian menjadikan kawasan ini sebagai kuburan bagi generasi masa depan,” ucapnya.

Festival Golo Koe ingin melihat keindahan pariwisata sebagai sebuah panggilan masa depan dengan misi sinodal dengan kandungan solidaritas di dalamnya sekaligus inklusif dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan sekaligus kelokalan. Festival ini hendak menekankan makna berkelanjutan yang merujuk pada sebuah ruang tersisa dalam kesadaran bahwa keindahan Labuan Bajo adalah titipan dari generasi masa depan untuk kita jaga dan dipakai seperlunya saja. * [vin/fgc]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button