PARIWISATA

Bandara Internasional Komodo, Dorong Kemajuan Pariwisata Flores

FLORESGENUINE.com – Pemerintah Indonesia telah menetapkan Bandara Udara Komodo sebagai bandara internasional. Status internasional akan berdampak signifikan bagi kemajuan pariwisata di kawasan ini. Banyak maskapai penerbangan dari luar negeri akan langsung ke Labuan Bajo.

“Dengan status sebagai bandara internasional, tentu berdampak signifikan bagi kemajuan pariwisata di wilayah ini. Namun, mesti diikuti oleh pembangunan infrastruktur lainnya seluruh wilayah Flores, Alor dan Lembata,” ujar Agustinus Puka, pegiat pariwisata di Labuan Bajo, Sabtu pekan lalu.

Menurut Agus, status Bandara Udara Komodo sebagai bandara internasional memungkinkan semakin banyak maskapai penerbangan yang datang ke wilayah ini. Karena itu, tugas pemerintah daerah di setiap kabupaten se-Flores, Alor dan Lembata yakni membangun infrastruktur publik yang memadai agar mempermudah akses para wisatawan untuk berwisata ke destinasi-destinasi wisata lainnya di Flores, Alor dan Lembata (Florata).

Aspek aksesibilitas ini yang masih perlu dibenahi dan dikerjakan oleh pemerintah di kawasan Florata. Pasalnya, hambatan utama bagi pariwisata Florata adalah aksesibilitas yang mudah dan menjangkau destinasi lainnya. Kemudahan aksesibilitas dan transportasi menjadi faktor penting dalam mengakselerasi pengembangan pariwisata di daerah ini.

“Harus diingat bahwa pariwisata Flores bukan hanya Komodo atau Labuan Bajo, tetapi masih banyak destinasi pariwisata yang menyebar di semua kabupaten di Flores Alor dan Lembata ” ujarnya.

Sementara itu, Bandara Udara El Tari Kupang yang turun statusnya menjadi bandara domestik tentu merugikan dunia pariwisata di NTT. Padahal, NTT ke depan, hendak dijadikan sebagai daerah pariwisata bertaraf internasional.

Namun, demikian, ia berharap Pemerintah NTT khususnya pemerintah lokal se-Flores, Alor dan Lembata agar fokus untuk membenahi infrasruktur public, baik jalan, pelabuhan, bandara udara lokal serta sarana prasarana pariwisata agar memudahkan kunjungan wisatawan.

BACA JUGA:  Meretas Segi Tiga Emas Pariwisata NTT

Aspek aksesbilitas ini sangat penting untuk dibehani karena salah satu factor yang menghambat mobilisasi wisatawan yakni buruknya infrastruktur dan minimnya maskapai penerbangan ke dan dari Labuan Bajo. Akibat keterbatasan penerbangan ini, para wisatawan lebih banyak datang ke Labuan Bajo dibandingkan ke daerah-daerah lain di Florata. Dampak lanjutnya, tarif tiket pesawat pun menjadi sangat mahal dan sulit dijangkau oleh kalangan bawah.

Selain masalah aksebilitas, pemerintah perlu perhatikan pula sarana dan prasarana pelayanan public lainnya seperti depot Pertamina,  peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) seperti para driver, pramuwisata dan lain-lain.

Persoalan lain yang mesti dihindari dalam pengembangan pariwisata yakni ego sektoral dan ego kedaerahan. Pasalnya, pariwisata merupakan bidang garapannya yang sangat luas dan bersidat holistic-komprehensif. Karena itu, masing-masing daerah kabupaten harus memiliki visi dan misi yang sama dalam membangun pariwisata.

BACA JUGA:  16 Dive Spot Wisata Alam Bawah Laut yang Layak Anda Kunjungi
Sebuah pesawat dari sebuah maskapai penerbangan sedang menuju Bandar Udara Komodo di Labuan Bajo. (Foto : Kornelis Rahalaka/Floresgenuine)

Apalagi masing-masing daerah memiliki karakteristik social, budaya yang berbeda-beda serta potensi pariwisata yang berbeda-beda pula. Meskipun demikian, untuk membangun pariwisata Florata maka semua daerah harus punya visi yang sama, tentang bagaimana menata dan membangun pariwisata Florata.

Untuk diketahui, Kementerian Perhubungan telah mencabut sebanyak 17 bandara udara berstatus internasional dari yang semula berjumlah 34. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merilis Keputusan Menteri Nomor 31 Tahun 2024 (KM 31/2004) pada 2 April 2024 mengenai Penetapan Bandar Udara Internasional dengan sekarang hanya 17 bandara internasional.

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, pada periode operasional 2015-2021, sebanyak 34 bandara internasional, Namun dari jumlah tersebut, cuma beberapa saja yang melayani penerbangan niaga ke luar negeri.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menyatakan bandara-bandara internasional lainnya hanya beberapa kali melakukan penerbangan internasional, bahkan ada bandara udara yang sama sekali tidak memiliki pelayanan penerbangan internasional.

BACA JUGA:  Lima Sahabat Ekosistem Pariwisata dapat Penghargaan

Sementara itu, tujuan pencabutan status internasional pada 17 bandara tersebut, demi mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.

“Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31/2024 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi penerbangan internasional pasca pandemi dengan menjadikan bandara sebagai pengumpan internasional di negara sendiri,” jelas Adita Irawati, di Jakarta, Minggu (29/4/2024).

Bandara yang dicabut atau dihapus status internasionalnya antara lain:

  1. Bandara Maimun Saleh, Sabang, NAD
  2. Bandara Sisingamaraja XII, Silangit, Sumatera Utara
  3. Bandara Raja Haji Fisabilillah, Tanjung Pinang, Kep. Riau
  4. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatera Selatan
  5. Bandara Raden Inten II, Bandar Lampung, Lampung
  6. Bandara H.A.S Hanandjoeddin Tanjung Pandan, Bangka Belitung
  7. Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat
  8. Bandara Adi Sutjipto, Sleman, DIY
  9. bandara Jenderal Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah
  10. Bandara Adi Soemarno, Solo, Jawa Tengah
  11. Bandara Banyuwangi, Banyuwangi, Jawa Timur
  12. Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat
  13. Bandara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara
  14. Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  15. Bandara El Tari, Kupang, NTT
  16. Bandara Pattimura, Ambon, Maluku
  17. Bandara Frans Kaiseipo, Biak, Papua. *[kis/fg]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button