Reformasi birokrasi adalah reformasi otak, pikiran dan tindakkan. Beberapa pesan penting reformasi 1998 selain otoritas kekuasaan dicabut atas nama keadilan, salah satu klausal penting yang dibahas adalah netralitas Aparatur Sipil Negara ( ASN ).
Di dalam sistem ketatanegaraan kita diatur khusus pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota kota dan wakil walikota.
Peristiwa politik kelam masa lalu itulah yang mendasari paska reformasi dua lembaga penting di negeri ini lahir yaitu: Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Wadah itu lahir agar proses perpolitikan di negeri ini benar-benar dijalankan independensi di mana penyelenggara pemilunya berasal dari produk yang independen agar menghindari konflik interest sesama anak bangsa.
Jika sebelum lahirnya reformasi, penyelenggara pemilu adalah pemerintahan, dianggap tidak atau kurang independen akan tetapi setelah reformasi, semuanya berubah melalui amandemen UU. Bahwa, penyelenggara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum dan jajaran kebawah sampai tingkat PPS. Dan, lembaga itu tidak akan bisa di intervensi oleh siapapun karena kerja mereka menjalankan regulasi dan menjaga suara rakyat yang merupakan suara Tuhan.
Belakangan diperkuat oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga independen atas nama negara yang mempunyai peran melakukan pengawasan, memproteksi jenis pelanggaran pemilu dan mengeksekusi seluruh perbuatan yang dianggap melanggar kepemiluan sesuai dengan regulasi perbawasluan.
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebuah profesi abdi negara yang sudah dilarang ikut berperan dalam politik praktis selama masih berlabel PNS. Seorang PNS harus independen agar dia berwibawa dan berintegritas.
Bahkan perbuatan ASN yang membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan salahsatu pasangan calon bupati dan wakil bupati termasuk pelanggaran disiplin atas pasal 9 ayat (2) UU ASN dan pasal 5 huruf n angka 5 PP 94/2021. Sanksi terberatnya adalah sebagaimana poin 3 berbunyi : “pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS”.
Selain pelanggaran disiplin, PNS yang terjun bebas dalam politik praktis dianggap melakukan pelanggaran kode etik seperti tercantum di dalam UU Kegawaian pada pasal 11 huruf c PP 42 / 2024 yaitu tentang etika.
Ketika ditanya standar etika oknum ASN di Mabar yang kedapatan mencoba bermain-main dalam praktek politik praktis, baik langsung maupun tidak langsung. Bagaimana standar etika kalian, yang seharusnya menjaga integritas kepegawaian sebagai abdi negara yang baik?
Apakah oknum ASN itu mengomentari, mengkampanyekan salahsatu calon yang ikut dalam kontestasi di Pilkada Mabar hanya sekedar hoby tambahan sambil minum teh bikinan isteri di pagi hari ?
Dengan sendirinya, pasti oknum ASN itu dan seluruh perkerjaannya di kantor terbengkelai, disebabkan ada selera baru, sekedar hoby tambahan diluar kantor yaitu politik. “Po Ago letik” (Jadi Po le wie jadi letik le leso).
Maraknya isu oknum ASN bahkan sudah menjadi perbincangan publik. Sebagaimana pemberitaan yang sudah dilansir oleh salahsatu koran online. Dan, mudah-mudahan sudah ada pihak yang berwenang melakukan penyelidikan terhadap perilaku oknum yang bersangkutan.
Sepertinya rul model, kebiasaan buruk selalu terjadi di setiap pesta demokrasi Pilkada di Mabar. Maraknya proses lelang jabatan sebelum pemilu. Siapa yang melelangnya yaitu melalui proses orang yang mempunyai jurus kunfu hebat.
“Yang penting kamu serius dukung saya sekarang, nanti setelah saya menang secara demokrasi kamu akan saya lantik jadi kepala dinas”.
Tapi sampai hari ini, masih optimis dengan cara berpikir penulis, “ASN” yang pernah kuliah di zaman reformasi sangat hafal bagaimana dasyatnya pesan reformasi itu. Yang membuat negeri ini keluar dari kemelut cangkang raksasa kekuasaan yang susah dilawan.
Atau begini saja, supaya ASN tidak dianggap salah memilih hoby apalagi memilih hoby terlarang (hoby politik) mundur saja secara terhormat dari Pegawai Negeri Sipil agar anda dipandang sebagai lelaki yang jentelmen dan sehat.*
Penulis adalah aktivis perjuangan HPL dan NJOP tinggal di Labuan Bajo