SOSOK

Mengenal Lebih Dekat dengan Elisabet Yani Taralili dan Kuliner Lokal Khas Flores

Oleh Frumen Amas [Labuan Bajo]

Mungkin banyak orang belum mengenal sosok yang satu ini. Elisabet Yani Taralili, perempuan parubaya, kelahiran Maumere, Kebupaten Sikka ini sesungguhnya telah lama menggeluti dunia kepariwisataan, khususnya sebagai penyedia kuliner lokal khas Flores.

Pada Selasa, 23 Nopember  2021 lalu, saya bersama sekelompok jurnalis berkesempatan mengunjungi tempat kediaman sekaligus berbincang-bincang dengan dia di pondoknya yang asri dan alami tidak jauh dari Kampung Melo, Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling.

Dunia kerja yang ia lakoni saat ini nampaknya tak sejalan dengan pendidikan yang pernah ia geluti dibangku kuliah dulu. Namun bagi Elisabet, hidup dan pekerjaan adalah pilihan. Dia menuturkan, sebelum terjun ke dunia pariwisata, ia pernah bekerja sebagai bidan yang melayani pasien di Pulau Dewata, Bali. Namun, seiring perjalanan waktu, ia kemudian tertarik untuk terjun ke dunia pariwisata.

Itu artinya, ia harus belajar dan mendalami banyak hal terkait dunia kepariwistaan. Ia pun mulai belajar bahasa Inggris secara intensif, hingga akhirnya ia bisa fasih berbahasa Inggris. Beberapa waktu kemudian ia menikah dengan seorang bule dan mereka memutuskan untuk pindah kerja ke Labuan Bajo.

Karier dimulai dengan usaha kuliner dan homestay bagi wisatawan. Ia bersama suaminya mulai mengembangkan kuliner lokal, masakan khas Manggarai dan Sikka. Usaha kuliner lokal ala Manggarai dan Maumere ini mulai melambungkan namanya ke pentas dunia. Dapur Tara adalah nama tempat usaha mereka yang kini semakin mendunia. Banyak wisatawan berkunjung ke tempat ini meskipun infrastruktur jalan masih berlumpur bila musim hujan tiba.

Bagi Elisabet, semua jenis pekerjaan apapun, baik adanya, tergantung pada minat, bakat dan panggilan jiwa untuk menekuninya. Ia menghayati bahwa setiap bentuk pekerjaan entah sebagai perawat atau pegiat pariwisata adalah karya pelayanan bagi Tuhan dan sesama.Itu sebabnya, sehari-hari ia bersama beberapa karyawannya setia melayani para tamu yang datang ke sana.

“Saya menghayati secara sungguh pekerjaan ini. Ketika kita sajikan makanan yang sehat bagi sesama maka dengan sendirinya orang yang menikmatinya juga akan menjadi sehat,”ungkapnya.

BACA JUGA:  Diduga Kelelahan, Wisatawan Asal Selandia Baru Meninggal Dunia di Pantai Merah

Saat memulai usahanya, ia ingin agar makanan yang dihidangkan bukan hanya terasa enak tetapi juga yang paling penting adalah harus sehat. Pangan sehat dan bercitarasa lokal itulah yang ia ingin kembangkan. Tidak heran, jika kita berkunjung ke pondok ini, kita akan disuguhi beragam masakan ala Flores khususnya makanan khas Manggarai dan Sikka.

“Kita punya beragam pangan lokal dan bermacam masakan khas, kenapa kita tidak kembangkan?” ujarnya seraya mengatakan bahwa usaha kuliner khas Flores ini merupakan hasil permenungan panjang tentang kearifan-kearifan lokal nenek moyang kita.

Selain menyajikan makanan bernuansa tradisional, bersama suaminya juga giat melakukan upaya konservasi alam di sekitarnya. Di atas lahan yang cukup luas itu, ditanami berbagai jenis tanaman, baik tanaman hortikultura, buah-buahan dan beberapa jenis pohon untuk melindungi mata air dan lingkungan alam.

BACA JUGA:  Sosok Indri Safitri Rahayu, Berpolitik untuk Melawan Budaya Patriarki

Ibu Elisabet mengatakan bahwa Labuan Bajo memang sudah menjadi destinasi  pariwisata super prioritas atau super premium, namun satu hal yang tak boleh dilupakan adalah pelayanan kita terhadap para wisatawan yang datang. Selain suguhi mereka dengan berbagai panorama alam yang indah para wisatawan itu juga tentu butuh makanan dan minuman yang sehat dan khas daerah.

Menurut dia, pariwisata super premium tidak semata-mata diukur dari bangunan tembok yang tinggi-tinggi atau bangunan beton, bukan pula kita harus menyuguhkan kepada para tamu makanan yang serba modern,  tapi kita juga perlu menyajikan makanan lokal, makanan tradisional kita. Flores ini sangat kaya akan pangan, tinggal kita kelola dan mengemasnya dengan baik agar layak dikonsumsi oleh para wisatawan yang datang.

BACA JUGA:  Mengenal Sosok Nurhayati Alwi, Perintis Wisata Kuliner dari Pangan Lokal

Dapur Tara telah memulai sesuatu yang khas, yang menjawabi kebutuhan para wisatawan. Dia menjamin, pangan yang disediakan oleh Dapur Tara adalah pangan yang sehat karena berasal dari hasil budidaya pertanian yang ramah lingkungan. Pangan yang disediakan dijamin sehat karena organik dan tidak terkontaminasi pupuk kimiawi atau pestisida buatan.

Elisabet mengaku, sehari-hari ia bekerja sama dengan para petani setempat. Selain membantu mendorong petani untuk budidaya tanaman dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan organik, sistem transaksi antar petani dan Dapur Tara bersifat barter yakni pertukaran barang dengan barang. Maklum, banyak warga terkadang tidak miliki uang untuk bertransaksi.

Selain menyediakan masakan khas, Dapur Tara juga menyediakan penginapan bagi para wisatawan. Sejumlah homestay dari material lokal dibangun di lokasi ini. Dapur Tara memang menawarkan kekhasan, bukan hanya terkenal dengan masakan tradisionalnya, tapi juga menawarkan panorama alamnya yang indah.*

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button