BUMI MANUSIA

36 Orang Korban Gigitan Komodo, Habitat Asli Kian Terganggu?

Editor : Kornelis Rahalaka

Sebelum melakukan perjalanan wisata ke kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), ada baiknya para pengunjung membekali diri dengan  pengetahuan yang memadai tentang situasi umum di tempat-tempat wisata yang akan dikunjungi, terutama mengenai karakteristik dan perilaku binatang purba komodo.

Pasalnya, ceritra seputar  korban gigitan binatang komodo, bukan berita baru. Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sendiri mencatat, dalam kurun waktu 1974 hingga 2023, sudah 36 orang dimangsa komodo. Dari jumlah tersebut, 5 orang di antaranya meninggal dunia.

Data menyebutkan pula bahwa korban terbanyak adalah warga lokal dan petugas, sedangkan wisatawan tercatat sebanyak dua orang. Satu orang diidentifikasi bernama Baron yang tewas dimangsa komodo pada tahun 1974 sementara, satu wisatawan lainnya asal Singapura digigit komodo pada tahun 2017. Maklum, warga lokal lebih sering ‘bergaul’ dengan komodo.

Komodo adalah Hewan Liar yang Buas

Meskipun komodo terlihat seolah jinak, bermalas-malasan dan hanya tidur-tiduran di bawah kolong-kolong rumah atau di bawah pohon, namun komodo tetaplah satwa liar yang seketika dapat menunjukkan sifat agresif tanpa ampun. Masih segar dalam ingatan, tahun 2009, dua warga jadi korban keganasan komodo. Masing-masing bernama Ma’in, seorang petugas jagawana dan seorang warga lokal bernama Anwar.

Peristiwa itu terjadi hampir bersamaan waktu. Korban Ma’in berhasil diselamatkan setelah mendapatkan perawatan medis sedangkan Anwar terpaksa harus meregang nyawa. Dua peristiwa tragis tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan, apakah komodo telah berubah perilakunya karena habitat asli mulai terganggu?

Terlepas dari apapun alasan, yang pasti, komodo tetaplah binatang liar dan ganas. Komodo dewasa merupakan predator yang sangat efektif memburu mangsanya. Mangsa komodo cukup luas, bukan hanya rusa dan babi hutan tetapi juga telur burung, tokek, ular hingga kerbau atau mamalia besar.

BACA JUGA:  Pentingnya Hutan Bakau bagi Keberlanjutan Lingkungan Hidup

Dengan berat badan mencapai 100 kg, komodo mampu melumpuhkan hewan kerbau dengan bobot 250 kg. Komodo juga memiliki naluri membunuh yang besar dan dikenal sebagai binatang penyabar yakni sifat yang sabar dalam menunggu mangsa pada saat yang tepat untuk dimangsa. Komodo juga mampu berlari kencang seperti rusa. Untuk mangsa yang berlari cepat, komodo biasanya bersikap menunggu. Ia mampu menunggu berjam-jam di dalam semak belukar dan mengendap-endap di tempat-tempat yang menjadi lintasan rusa.

Komodo juga dikenal sebagai binatang pemakan bangkai atau scavenger. Bau bangkai bagaikan magnet yang mengundang datangnya komodo. Segala macam bangkai disukainya termasuk ikan-ikan yang mati terdampar di tepi pantai.

BACA JUGA:  Hari Disabilitas Internasional, Membangun Kesadaran Baru Mencintai Sesama

Ceritra tentang perilaku unik komodo tak jarang menjadi bahan lelucon buat para wisatawan. Komodo dikisahkan kerap ‘mencuri’ ikan yang dijemur oleh para nelayan. Komodo sering mengais tulang ayam atau sisa-sisa makanan yang dibuang oleh para wisatawan. Bahkan kaos kaki petugas jagawana pun ‘disikatnya’.

Si oportunis sepertinya tidak ambil pusing atau memilih-milih jenis makanan yang bisa dimakannya. Karena sifatnya yang oprotunistik, setiap pengunjung harus ekstra berhati-hati bila mendekati area komodo. Setiap pengunjung mesti mentaati segala arahan yang diberikan oleh petugas jagawana.

Komodo adalah binatang liar dan buas.(Foto:dok/Floresgenuine)

Persediaan Makanan Berkurang, Pengunjung Tetap Waspada

Meningkatnya serangan komodo terhadap manusia sangat boleh jadi mengindikasikan bahwa komodo sudah tidak merasa nyaman. Apakah akibat habitatnya semakin terganggu oleh tingginya aktivitas manusia? Atau karena makin berkurangnya ketersediaan makanan komodo? Belum ada bukti memang, yang menunjukkan adanya korelasi antara perilaku komodo dengan kurangnya ketersediaan mangsa komodo.

Namun begitu, banyak pihak menduga, perubahan perilaku komodo dari waktu ke waktu disebabkan oleh makin berkurangnya ketersediaan makanan komodo seperti rusa, babi hutan, kerbau dan binatang hutan lainnya serta makin rusaknya habitat asli komodo baik akibat kebakaran hutan, perburuan liar, pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

BACA JUGA:  Perubahan Iklim Global : Bencana Alam dan Investasi di Manggarai Barat

Binatang komodo memang terkenal mudah beradaptasi dengan kehadiran manusia. Komodo seolah tahu bahwa di mana ada manusia, di situ ada makanan. Di area tertentu, komodo terlihat ‘bersahabat’ dengan manusia. Namun sifat ‘ramah’ komodo, jangan sekali-kali dianggap sebagai ekspresi persahabatan. Komodo tetaplah binatang liar dan berbahaya. Nyawa bisa menjadi taruhannya. Keteledoran atau menyepelekan komodo, akibatnya bisa fatal, dimangsa komodo.

Puluhan korban tergigit komodo membuktikan adanya sikap alpa atau ceroboh manusia itu sendiri. Karena komodo tetaplah satwa liar yang sulit diduga. Sifatnya sebagai predator oportunistik, membuat setiap orang harus selalu waspada. Perilaku yang beringas dan dengan kemampuan yang luar biasa dasyat, komodo tetaplah monster yang sangat berbahaya. Karena itu, hendaknya anda selalu waspada dan hati-hati ketika anda sedang ‘bergaul’ bersama komodo.*

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button