
FLORES GENUINE – Elang Flores atau Flores Hwak Eagle (Nisaetus Flores) merupakan salah satu spesies raptor yang terancam punah dan hanya ditemukan di Pulau Flores. Karena itu, upaya konservasi Elang Flores di kawasan Bentang Alam Mbeliling sangat penting dilakukan.
Demikian salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam kegiatan pelatihan raptor upaya konservasi Elang Flores yang digelar di Desa Wisata Wae Lolos pada Senin pekan lalu. Hadir dalam kegiatan pelatihan ini berbagai elemen masyarakat termasuk perwakilan pemerintah desa, KPH, Balai KSDA Resort Manggarai Barat, tokoh masyarakat, Pokdarwis dan LSM Burung Indonesia.
Pelatihan ini diselenggarakan oleh organisasi lingkungan yang peduli terhadap kelestarian Elang Flores yakni Raptor Conservation Society (RCS) yang adalah sebuah organisasi nirlaba dan non-pemerintah yang bermarkas di Cianjur, Jawa Barat.
Bentang Alam Mbeliling sendiri merupakan habitat penting bagi Elang Flores. Kawasan ini memiliki hutan yang masih terjaga dan menjadi tempat mencari makan serta berkembang biak bagi Elang Flores dan beragam jenis burung lainnya.
Namun, keberadaan Elang Flores di bentang alam Mbeliling semakin terancam punah akibat perburuan dan konflik kepentingan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konservasi Elang Flores. Para peserta dilatih untuk mengenali jenis-jenis raptor, memahami perilaku Elang Flores serta mengetahui cara-cara melindungi dan melestarikan habitatnya.
Selain pelatihan, upaya konservasi Elang Flores di Mbeliling juga melibatkan berbagai kegiatan lain seperti pemantauan populasi, patroli hutan serta sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian Elang Flores.
Konservasi Elang Flores merupakan tanggung jawab bersama. Dengan pengetahuan dan kesadaran yang meningkat, diharapkan masyarakat dapat berperan aktif dalam melindungi Elang Flores dan habitatnya sehingga spesies raptor yang endemik ini tidak punah dari bumi Flores.
Perwakilan dari Raptor Conservation Society (RCS), Usep menyebutkan, data populasi Elang Flores di Nusa Tenggara hanya 300 ekor atau 150 pasang.
” Elang Flores merupakan jenis hewan monogami yang beranak satu hanya sekali dalam dua tahun. Itupun kalau hidup atau mati’, ucap Usep.
Dia mengatakan bahwa penyebab utama penurunan populasi raptor adalah hilangnya habitat, terutama jenis-jenis raptor yang mendiami pulau-pulau kecil, dimana populasi asalnya tersisa sedikit dan tidak memiliki tempat lain untuk didiami.
Selain itu, pemakaian bahan-bahan kimia untuk membunuh mangsa raptor yang dianggap hama juga menjadi masalah serius kelestarian burung. Selain itu, praktik destruktif lain yang dilakukan adalah penangkapan raptor untuk diperdagangkan secara ilegal masih sering terjadi bahkan di seluruh Indonesia.
“ Pasar-pasar burung besar biasanya masih menjual raptor secara langsung”, ujarnya.
Untk itu, dibutuhkan peran masyarakat dan organisasi lokal dalam upaya konservasi Elang Flores sangat penting guna melindungi lokasi sarang burung Elang Flores karena masyarakat tinggal di sekitar lokasi tersebut.
Demikian pula pengetahuan masyarakat lokal juga merupakan informasi berharga bagi ahli biologi dan peneliti raptor. Sangat strategis jika ada kolaborasi antara masyarakat lokal, peneliti, perguruan tinggi, LSM, lembaga pemerintah bahkan korporasi.
“ Para pihak tentu memiliki profesionalisme dan keterampilan atau sumber daya yang relevan untuk disumbangkan”, tambahnya.
Sementara itu, Hasan, perwakilan dari KPH Mabar menyebutkan luas kawasan hutan Mbeliling adalah 24.000 hektare dan merupakan salah satu kawasan terluas di Manggarai Barat selain kawasan hutan Bowosie yakni sekitar 20.000 hektare.
Beragam flora dan fauna terdapat di dalam kawasan hutan Mbeliling yang dilindungi. Salah satunya yaitu Elang Flores. Karena itu, ia berharap kepada para pihak untuk bekerja sama melestarikan burung dan ekosistem hutan sebagai habitatnya.
” Kegiatan ini sangat bermanfaat dan mendukung keberlanjutan ekosistem dan kesinambungan ekonomi masyarakat”, ujarnya.
Senada diungkapkan Tiburtius Hani dari LSM Burung Indonesia. Dalam paparannya, Tibur menyajikan materi tentang strategi perlindungan habitat dan species. Menurut dia, upaya perlindungan dilakukan baik terhadap individu, populasi dan ekosistem bentang alam Mbeliling.
Menurut Tibur, strategi yang penting dilakukan adalah membangun kesepakatan bersama, pemantauan atau monitoring secara rutin, ekowisata, termasuk pengamatan burung, mendulung penegakan hukum dan menyebarluaskan pengetahuan serta kesadartahuan masyarakat tentang burung dan ekosistemnya.
Ia juga menjelaskan manfaat keberlanjutan burung di mana burung dapat mengontrol hama pertanian. Burung bisa melakukan penyerbukan dan penyebaran benih atau biji tanaman. Burung dapat menjadi petugas kebersihan.
” Burung menginspirasi ilmu pengetahuan, seni dan kebudayaan. Burung juga dapat mengundang wisatawan,” terang Tibur. [red/fgc]