Mitreka Satata adalah wilayah aliansi Majapahit yang tetap diakui kedaulatannya tanpa intervensi politik. Pengaruh kekuasaan Majapahit di Labuan Bajo terhubung dengan Kerajaan Goa dan Kerajaan Bima dan diakhiri oleh penjajahan Belada.
Hal ini menunjukan luasan pengaruh Majapahit di Nusantara. Kerajaan terkuat sepajang sejarah Bangsa Indonesia yang memiliki wawasan geopolitik. Puncak kejayaan Majapahit sendiri berlangsung selama 3 abad dan kemudian memudar oleh konflik internal.
Dalam konteks pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan, Mitreka Satata menjadi nilai penting dalam mengembangkan pariwisata di Labuan Bajo sebagai destinasi super prioritas. Dengan memperhatikan pertumbuhan makro ekonomi seperti pendapatan asli daerah tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terbukanya pasar tenaga kerja yang lebih luas, angka investasi tertinggi sepanjang sejarah Flores – NTT. Nilai-nilai Mitreka Satata dapat menjadi perisai dalam pengembangan pariwisata di Labuan Bajo.
Di akhir pemerintahaan Jokowi, pariwisata Labuan Bajo berada di fase puncak sebagai destinasi super prioritas. Kelanjutan pengembangan destinasi super prioritas ini, perlu mendapat perhatian dan pelajaran bersama dari sejarah keruntuhan Majapahit. Konflik internal mengakibatkan pengaruh kekuasaan Majapahit semakin menurun dipandang oleh wilayah kekuasaannya maupun lawannya. Konflik yang dimasksud diantaranya investor, pemerintah dan masyarakat.
Sebagai destinasi super prioritas, Labuan Bajo perlu terus dijaga dan ditingkatkan reputasinya. Semangat Mitreka Satata dapat menjadi kekuatan bersama guna mendukung ekosistem kepariwisataan termasuk pengembangan destinasi di darat dan desa wisata yang masih menjadi tantangan bersama. Labuan Bajo akan terus belajar untuk mengelola konflik sosial dan menjaga kondusifitas wilayah, menguatkan nilai-nilai lokal, menjaga kelestarian alam serta tata kelola keselamatan perairan.
Data BPS Tahun 2024, pertumbuhan kunjugan wisatawan ke Indonesia m-to-m Agustus dibandingkan Juli 2024, Malaysia 14,1 % (188,8 ribu), Australia 11.5 % (153,7 ribu), Tiongkok 9,4 % (126,1 ribu), Singapura, 9,4 % (125,5 ribu), Korea Selatan, 3,2 % (42,8 ribu) serta lainnya.
Proyeksi petumbuhan wisatawan Labuan Bajo tahun 2024 akhir atau 2025 berada di level 600.000 orang. Angka optimis ini dengan memperhatikan jumlah kunjungan wisatawan pasca covid di negara-negara ASEAN yang berada pada level 70%.
Dengan telah dibuka penerbangan internasional, kekuatan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata perlu dirawat secara bersama. Merujuk data fligt internasional, jumlah penerbangan internasional berdampak pada kunjungan wisatawan Thailand. Tahun 2023, jumlah kunjugan wisatawan ke Thailand sebanyak 28 juta wisatawan mancanegara. Thailand memiliki 34 rute penerbangan internasional. Dengan adanya penerbangan internasional ke Bandara Komodo akan memperlebar tangkapan jumlah wisatawan ke Labuan Bajo.
Dengan memperhaatikan demografi, wisatawan keempat negara tersebut berada diperingkat teratas wisatawan mancanegara ke Indonesia. Artinya, Labuan Bajo mendapatkan golden road dalam pengembangan pariwisata di akhir periode Presiden Jokowi dan awal Presiden Prabowo.
Kenaikan jumlah wisatawan akan menjadi poin penting di pemeritahan Prabowo untuk mendukung ekosistem kepariwisataan, termasuk kelanjutan penguatan rencana stragtegis (renstra) pengembangan Labuan Bajo, Flores sebagai destinasi super prioritas.
Tantangan untuk pengembangan Labuan Bajo dalam RPJMN 2024 – 2029 dan seterusnya, akan sangat didukung oleh kekuatan nila-nilai lokal, kolaborasi pemangku kepentingan dalam bidang pariwisata dan pelestarian lingkungan serta semangat Mitreka Satata.
Semangat Mitreka Satata menjadi bagian yang dimiliki oleh masing-masing pemangku kepentigan di manapun berada. Termasuk juga para diaspora dan perwakilan pemerintah RI di masing-masing negara serta dalam masyarakat lokal khususnya desa wisata.
Mitreka Satata dalam bidang pariwisata adalah konsep kemitraan yang setara dan harmonis serta saling menguntungkan. Konsep ini relevan dan semoga dapat memberi inspirasi untuk kita semua.
Penulis adalah pegiat pariwisata tinggal di Labuan Bajo