FLORESGENUINE.com- Bertempat di Ruang Auditorium Kementerian PUPR, Senin (11/12/2023), digelar seminar nasional bertema: “Mewujudkan Kota Ramah Air : Tantangan dan Peluang Perencanaan Infrastruktur Wilayah”.
Tema ini diangkat mengingat, pengelolaan air di perkotaan semakin besar tantangannya. Hal ini sesuai prakiraan United Nation yang menunjukan bahwa proporsi populasi dunia yang tinggal di wilayah perkotaan akan meningkat mencapai 68% pada tahun 2050.
Seminar nasional ini diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) berkolaborasi dengan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP). Seminar ini bertujuan mendorong pengembangan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan melalui gagasan water sensitive city atau kota ramah air.
Menteri PUPR Ir. H. Mochamad Basuki Hadimoeljono, M.Sc., Ph.D, menjelaskan bahwa salah satu konsep solutif pengelolaan air perkotaan adalah water sensitive city. Konsep ini melibatkan integrasi desain kota, infrastruktur dan kebijakan guna menciptakan lingkungan perkotaan yang responsif terhadap perubahan iklim, melindungi sumber daya air dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Water sensitive city tidak hanya tentang pengendalian banjir dan penyediaan air bersih, tetapi juga tentang peningkatan kenyamanan.
“Kita mengenal namanya liveable city, sustainable city, lovable city, semua itu pasti dasarnya adalah air. Kalau orang mau hidup nyaman, pasti harus ada air,” ungkap Menteri Basuki saat membuka seminar tersebut.
Sementara itu, Kepala BPIW, Kementerian PUPR Dr. Ir. Yudha Mediawan, M.Dev. Plg berharap para peserta akan mendapatkan insight tentang bagaimana membangun kota dengan tetap mempertimbangkan siklus hidrologi dan ekosistem pendukung lainnya.
Menurut dia, permasalahan kualitas air sungai dan pengelolaan sanitasi perkotaan akan semakin buruk jika tidak dikelola dengan baik. Hal ini berdampak terhadap aspek lainnya seperti kondisi kesehatan masyarakat.
Sejalan dengan arahan Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 6 mengenai air bersih dan sanitasi dan nomor 14 tentang menjaga ekosistem kehidupan di bawah air maka, membangun kota harus mempertimbangkan siklus hidrologi, ekosistem pendukung dan pengaturan air.
Pembicara lainnya, Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina memaparkan pengelolaan kawasan pariwisata ramah air di DPSP Labuan Bajo, Flores sebagai salah satu destinasi wisata. Dia menjelaskan, kebutuhan akan air di Labuan Bajo mengalami peningkatan sehingga memerlukan rekomendasi yang tepat untuk pengelolaan air.
Menurut Shana, Labuan Bajo adalah salah satu ekosistem laut terkaya secara global dan bagian dari cagar biosfer Komodo dan situs warisan dunia UNESCO. Posisi ini telah mendorong pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan air terus meningkat.
Ia merekomendasikan beberapa strategi pengelolaan air antara lain pemetaan dan konservasi sumber air tanah dan permukaan, perencanaan berbasis daya dukung dan daya tampung kawasan, kampanye ramah air, pariwisata berkelanjutan, audit air secara berkala dan penerapan efisiensi, dan optimalisasi portal satu data untuk inventarisasi pelaksanaan pariwisata berkelanjutan.
Saat ini, sebut Shana, pihaknya tengah membangun sebuah kawasan di tengah kota Labuan Bajo yang bernama Parapuar.
“Kami berkomitmen membangun kawasan yang ramah air dengan memanfaatkan air menggunakan sistem perpipaan dari kota Labuan Bajo,” ujarnya.
BPOLBF sendiri telah diberikan mandat oleh pemerintah untuk membangun kawasan pariwisata di atas lahan seluas 400 ha di kawasan hutan produksi Nggorang Bowosie. Berdasar hasil studi dan kajian, pihaknya tidak akan memanfaatkan air secara langsung dari sumur bor di dalam kawasan tetapi diintegrasikan dengan SPAM Wae Mese melalui perpipaan SPAM perkotaan.
Di kawasan ini pula hanya sekitar 17% dari luas kawasan yang akan dibangun pembangunanan fisik, sedangkan sisanya akan tetap dipertahankan menjadi hutan atau dihutankan kembali. *[kis/fg]