LINGKUNGAN HIDUP

Menelisik Banjir Bandang di Kota ‘Super Premium’ Labuan Bajo

FLORES GENUINE – Hujan deras yang terjadi sejak Sabtu, (18/1/2025) pekan lalu menimbulkan bencana banjir bandang melanda sebagian kawasan kota ‘super premium’ Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Banjir bandang yang terjadi sejak Senin (20/12025) sore hingga malam tersebut telang meredam sebagian wilayah kota seperti di Kampung Ujung, Kampung Tengah, Wae Kemiri, Sernaru, Wae Mata, Wae Nahi, Wae Sambi, Cowang Dereng, Batu Cermin, Lamtoro hingga Gorontalo. Beberapa kawasan ini terbilang paling parah terdampak banjir.

Bahkan beberapa kawasan yang selama ini luput dari banjir, kini mulai diterjang banjir bandang. Kampung Ujung dan Batu Cermin yang selama ini terbilang aman, kini justru merupakan kawasan paling parah terdampak banjir bandang. Kampung Ujung yang merupakan pusat wisata kuliner dan kawasan pertokoan dan perhotelan elite, tak luput dari banjir bandang.

Banyak orang menduga, bencana banjir bandang yang meredam sebagian kawasan kota bukan tanpa sebab yang jelas. Perilaku warga yang membuang sampah sembarangan seperti ke kali, sungai, got dan darinase menjadi pemicu banjir bandang. Selain itu, aktivitas pembangunan masif di wilayah hulu yang tak terkontrol dan tanpa AMDAL adalah faktor pemicu bencana alam.

BACA JUGA:  Balon Bupati Mabar 2024, Edi Endi: Cinta Pertama Partai Demokrat

Di sosial media, beberapa netizen mengeluh dan mengecam perilaku buruk warga masyarakat yang membuang sampah di sembarangan tempat. Daerah aliran sungai yang seharusnya merupakan kawasan hijau dan bebas dari bangunan, kini dijejali pemukiman warga. Got dan drainase yang sebenarnya berfungsi untuk saluran pembuangan, oleh sebagian warga dijadikan sebagai keranjang sampah. Akibatnya, got-got dan drainase tersumbat hingga banjir meluap mengalir tanpa arah.

Jika ditelusuri lebih ke hulu, di kawasan-kawasan yang seharusnya merupakan daerah resapan hujan, sebagian kawasan itu kini sudah tak punya hutan lagi. Entah dirambah untuk pemukiman warga atau pun perkebunan. Kawasan hutan Bowosie yang selama ini menjadi penyangga utama Kota Labuan Bajo, perlahan-lahan mulai beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman dan pariwisata.

Kawasan  hutan di pungung-punggung bukit Wae Nahi, Wae Mata, Sernaru dan Lancang merupakan kawasan hutan yang perlu dilindungi. Sejak dulu wilayah hulu dilarang beraktivitas seperti menebang hutan, membuka kebun atau membangun pemukiman penduduk. Selain berfungsi mencegah banjir dan tanah longsor, kawasan-kawasan tersebut sesungguhnya merupakan pemasok sumber mata air bersih untuk warga kota Labuan Bajo dan sekitarnya.

BACA JUGA:  Pastor Paroki Dalong : Gereja Dorong Program-Program Gerakan Ekologi

Seperti diungkapkan Tua Golo Lancang, Theodorus Urus dalam suatu  wawancara dengan media ini beberapa waktu lalu. Ia mengatakan bahwa dulu sumber mata air banyak muncul di wilayah ini. Itu sebabnya beberapa kampung diberi nama Wae atau air. Seperti nama Kampung Wae Sambi, Wae Mata, Wae Nahi, Wae Kemiri, Wae Bo, Wae Medu dan lain-lain. Kampung-kampung tersebut sengaja diberi nama Wae karena ada Wae (mata air) yang  muncul dan mengalir di wilayah-wilayah tersebut.

Banjir meluap ke kawasan pemukiman penduduk di bantaran sungai Lamtoro. (foto : Kornelis Rahalaka/Floresgenuine)

Senada diungkapkan oleh Agustinus, seorang warga Sernaru kepada media ini saat banjir tengah meredam sejumlah rumah warga. Ia mengatakan bahwa sejak tahun 2021, banjir sudah menerjang beberapa kawasan di kota ini. Tahun lalu misalnya, beberapa warga yang tinggal di daerah bantaran sungai Wae Kemiri terpaksa mengungsi ke tempat yang aman karena rumah mereka diterjang banjir bandang.

BACA JUGA:  Perkuat Kerjasama Hulu - Hilir Pengelolaan Sumberdaya Air di Bentang Alam Mbeliling

Sementara, di Wae Nahi, seorang warga harus kehilangan sekandang babi peliharaannya karena disapu banjir bandang yang datang secara tiba-tiba. Sedangkan Safrudin Sara, seorang korban banjir yang tinggal di bantaran sungai Wae Kemiri mengaku relah kehilangan dapur beserta perabot rumah tangga karena terbawa air dan terendam lumpur. Ia dan keluarganya terpaksa mengungsi selama seminggu di rumah keluarga lainnya di Wae Sambi.

Bencana alam seperti banjir bandang terkadang datang tak terduga, namun persitiwa bencana alam dapat dicegah, dikurangi atau dihindari agar tidak terjadi. Caranya, dengan menjaga dan merawat alam dan lingkungan agar alam selalu bersahabat dengan kita dan pentingnya mitigasi bencana alam sebelum  bencana itu tiba. [red/fgc]

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button