FLORESGENUINE.com- Kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK), Kabupaten Manggarai Barat, selain dikenal sebagai habitat asli binatang purba komodo, juga sangat kaya akan sumber daya alamnya.
Salah satu hasil laut yang paling terkenal kala itu adalah cumi-cumi. Cumi-cumi merupakan hasil tangapan utama nelayan selain ikan dan hasil laut lainnya. Masyarakat TNK yang umumnya bermatapencaharian sebagai nelayan menjadikan laut sebagai sumber utama kehidupan mereka.
Para nelayan sangat mahir menangkap cumi-cumi dengan menggunakan bagang pancang yang terbuat dari bambu. Di mana, bambu dipacang di tengah laut dengan kedalaman sekitar 5-10 meter.
Pada umumnya mereka menggunakan obor untuk menyuluh cumi-cumi terutama pada waktu malam saat air laut surut. Seiring perjalanan waktu disertai semakin majunya teknologi seperti alat tangkap yang lebih modern, para nelayan perlahan-lahan mulai beralih menggunakan lampu petromax berbahan bakar minyak tanah.
Salah seorang sesepuh Kampung Komodo bernama Abidin dan Bidong yang ditemui pada suatu waktu mengisahkan bahwa pada era 1970-an hingga 1980-an, kawasan perairan Komodo dan sekitarnya sangat kaya akan cumi-cumi. Mereka biasa menangkap cumi-cumi dalam jumlah besar bahkan mencapai puluhan ton.
Hasil tangkapan cumi-cumi bahkan sampai dieksport ke luar negeri. Kala itu, sejumlah pengusaha ikan pernah datang ke Komodo dan menanamkan modalnya di kawasan tersebut. Mereka membangun perusahaan di Pulau Komodo untuk menampung cumi-cumi.Untuk mengelola hasil laut khususnya cumi-cumi, pihak perusahaan mendatangkan sejumlah tenaga kerja dari Jawa.
“ Salah satu perusahaan pernah mendirikan perusahaannya di sini untuk menampung cumi-cumi. Namun, hanya beberapa tahun kemudian perusahaan itu berhenti beroperasi,”ucap mantan Kepala Desa Komodo selama empat periode.
Dalam perjalanannya, seiring dengan ditetapkannya kawasan TNK sebagai daerah konservasi sumber daya alam hayati, hasil tangkapan nelayan terutama jenis cumi-cumi semakin merosot tajam. Bapak Abidin mengaku, pada zaman itu, para nelayan tradisional dapat pergi naik haji berkat hasil jual cumi-cumi.
Namun seiring perjalanan waktu terutama dengan berkembangnya industri pariwisata, pendapatan nelayan semakin berkurang bahkan hasil laut jenis cumi-cumi makin berkurang. Bahkan sebagian besar nelayan mulai beralih profesi menjadi pedagang kecil, penjual souvenir, pematung, pemandu wisata.
Masuknya industri pariwisata ikut memengaruhi hasil tangkapan nelayan. Berkurangnya hasil tangkapan nelayan secara otomatis memengaruhi berkurangnya pendapatan asli rumah tangga nelayan.
Berkurangnya hasil tangkapan nelayan bukan semata-mata karena makin berkurangnya hasil laut tetapi lantaran ada system yang membelenggu para nelayan. Hampir semua nelayan di kawasan itu bekerjasama dengan pengusaha atau oleh warga setempat menyebutnya juragan. Para juragan yang memfasilitasi semua aktivitas nelayan mulai dari sarana prasarana angkutan, alat tangkap hingga modal usaha.
Lantas, hasil tangkapan harus diserahkan kepada para juragan. Jurangan-juragan tersebut yang menentukan harga cumi atau ikan yang ditangkap oleh para nelayan. Sedangkan para nelayan hanya mendapatkan fee dari para juragan yang kerapkali tak sepadan dengan jerih payah mereka mencari ikan di tengah samudera raya.
Belakangan ini, seiring berkembangnya dunia pariwisata di TNK, hasil tangkapan para nelayan pun dari waktu ke waktu terus menurun. Tidak hanya cumi-cumi tetapi juga berbagai jenis ikan dan kekayaan biota laut lainnya. [kis/fg]