Tiga kata itu merias kaca depan sebuah oto truk ekspedisi angkutan barang lintas provinsi. Pertanyaan dalam kepalaku menukik: ada apa dengan tulisan itu? Apakah ia bercengkerama kelakar? Aku berkesan ada ratapan tengah menggemakan pergolakan jiwa terbelenggu. Rasa saling mencinta dua insan dalam rumah tangga dihadang persoalan?.
Perjuangan mempertahankan pasangan untuk seumur hidup tersandung. Bertahan pada pasangan pertama bermasalah, dan memilih pasangan kedua pun bermalapetaka. Maka sebatas ini terasa “cinta mendua”. Dampaknya broken heart dan broken home mendekap dalam diri perseorangan dan anggota keluarga.
Respon atas pengalaman gurita cinta tak pernah selalu sama. Ada manusia yang memendamkan pengalaman suram dalam asmaranya. Tapi ada juga manusia yang tak sungkan membongkar pikiran ke ruang publik. Mengapa seseorang berani menguber kegetiran cintanya dan seorang lainya menutup rapat-rapat?
Mungkin pasangan yang terus bertahan merahasiakan pengalaman kepahitan berkeyakinan religius yang kokoh. Toh, ada pula tata berpikir menyembunyikan perbuatan menyayat kalbu akibat gurita cinta tak dapat dipertahankan lagi.
Tentu saja ada pengalaman suram menyusup masuk rumah tangga pasangan suami istri dibongkar buka-bukaan. Cita-cita kebajikan melanggengkan cinta hingga ajal menjemput terombang-ambing lantaran cinta terbagi dua. Salah satunya menjalin cinta dengan perempuan lain atau perempuan jatuh ke pelukan mesra dengan laki-laki lain. Term cinta memuat makna rindu, khawatir, risau dan berharap sekali (dalam KBBI, misalnya) tak bertaut lagi tatkala praktik cinta terbentur distorsi.
Tema ratapan cinta tak pernah sepi dalam sejarah hidup manusia. Cinta diekspresikan dalam lagu, pantun, drama-sandiwara, seni teater, seni lukis, seni tari, sastra dan seni tradisi serta pemeo.
“Musisi Elton John pada 1997 melantun lagu Candle in the wind – Goodbye Englands rose” – Syair pilu mengenangkan peristiwa akibat ketidakharmonisan dalam perkawinan putri Lady Diana pasangan Charles di kerajaan Inggris. Jiwa-raganya melayang hingga mati di luar kerajaan. Ia mengakhiri hidupnya dengan pelesiran. John menyatakan turut berduka “Selamat tinggal bunga mawar dari negeri Inggris”
Media mengekspresi pengalaman cinta di masa kini sudah ke ranah publik. Narasi cinta tak hanya produk digital serial televisi namun telah merambah lagi menjadi aplikasi dan situs web media sosial.
Peristiwa-peristiwa kekelaman dalam percintaan pun telah lama hadir dalam properti intelektual. (Misalkan saja di Amsterdam ibukota negara Belanda memiliki 400 museum dan galeri. Salah satunya ada koleksi patologi sex museum kegiatan seks manusia. Atau foto dan boneka aktris cantik Marilyn Monroe).
Tapi juga sebagian kecil warga menghiasi ungkapan cinta yang miris pada oto truk, oto bus, oto travel. Dan traktor bajak sawah pun tak ketinggalan menguber cinta. Barangkali semacam pemeo cinta. Semua kreasi seni rias mengemas perkara cinta dari kendaraan dan traktor kucatat:
“Mencari cinta”
“Simpan ceritamu ceritakan setelah baku cinta”
“Cinta omong kosong”
“Kekasih gelap”
“Cewek cantik nempel dong”
“Terlanjur sayang”
“Salah memilih”
“Main dari belakang”
“Mata kupasang ma’ takut papa selingkuh”
“Bunga Di Tepi Jalan Pasti Nongol”
Sejenak kupikir tulisan-tulisan tersebut yang ditemukan di jalan bikin termenung atau kadang buat tertawa sendiri. Namun, mengingatkan juga akan perihal pengalaman luka mata batin dalam dunia percintaan yang selalu hadir dari zaman ke zaman.
Berhadapan dengan penyimpangan cinta niscaya terbetik dua putusan. Pertama, “Maaf menjadi kata yang begitu sulit” atau nampaknya amat sulit untuk saling memaafkan dan mengalah, dalam kata-kata daplam syair tembang: ‘Sorry Seems To Be The Hardest Word’ lagu Elton John termasuk dalam album Blue Movies yang dirilis pada November 1976.
Dan mungkin putusan untuk memulihkan kekalutan jiwa terlampau sulit seolah-olah “Nobody answers when I call your name”; Setiap waktu aku memanggilmu tak pernah kau hiraukan. Kedua, Maaf atau mengalah berbalut religius menjadi kata untuk solusi cinta yang retak. Tentang putusan kembali saling mencinta kupinjam kata-kata Pujangga Indonesia Amir Hamzah yang pernah menulis:
“Habis kikis
Segera cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu…”
Atau nalarnya berkeyakinan “Orang kudus memunyai masa lampau, pendosa memunyai masa depan”, kata Oscar Will, penyair Inggris.*