
Pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat terus berkembang. Perkembangannya tidak hanya terbatas pada perkembangan infrastruktur pendukung seperti jalan dan bandara, atau pertumbuhan akomodasi seperti homestasy, vila dan hotel-hotel mewah, tetapi juga perkembangan pariwisata Labuan Bajomengarah pada budaya atau life style (cara hidup) masyarakat Manggarai Barat.
Perkembangan pariwisata yang terjadi di Labuan Bajo, sejak tahun 2019, menghadirkan satu budaya baru dalam komunitas masyarakat Manggarai Barat, yakni budaya pariwisata. Budaya pariwisata di sini, tidak hanya mengacup ada pergerakan social masyarakat yang menjadikan sector pariwisata sebagai sumber ekonomi tetapi juga mengacu pada gaya hidup yang menjadikan aktivitas berwisata sebagai sebuah kebutuhan.
Sebagai orang Labuan Bajo, saya merasakan betul bagaimana budaya pariwisata sebagai sebuah gaya hidup hadir dalam kehidupan masyarakat Labuan Bajo, Manggarai Barat. Saya ambil contoh di kampong saya sendiri, Watu Langkas, Desa Nggorang. Sekitar tahun 2018 kebelakang, kalau akhir pecan atau saat liburan tahun baru, masyarakat tidak bergerak untuk pergi acara atau berekreasi ke pantai. Namun sekarang, masyarakat mulai aktif untuk berwisata. Biar hanya sekadar menikmati suasana pantai.
Selama beberapa tahun belakangan, sejak Labuan Bajo ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Pembanguan Nasional (KSPN) tahun 2019, antusiasme masyarakat untuk berwisata itu sangat tinggi. Saya ingat betul, tahun baru 2020, sayabersama keluarga berekreasi di Pantai Wae Rana, kemudian tahun 2024 berekreasi di Pantai Golo Mori. Di dua tempat ini pengunjungnya sangat banyak. Ruang pantai penuhsesak.
Ini mau menunjukkan bahwa, antusiasme masyarakat Manggarai Barat untuk berekreasi di ruang public pantai itu sangat tinggi. Ini tentu sebuah asumsi subyektif. Kesimpulan yang lahir dari pengalaman saya sendiri. Namun, dari pengalaman ini, saya mau menunjukkan tingkat antusiasme masyarakat Manggarai Barat untuk berwisata di ruang public pantai. Dari pengalaman ini, saya menilai ruang public pantai sangat penting bagi masyarakat Manggarai Barat. Ruang public pantai di sini bukan hanya sekadar tempat rekreasi. Tetapi ada nilai social ekonomi di sana. UMKM, misalnya bias berjualan di ruang public pantai pada setiap akhir pecan atau pada saat liburan. Roda ekonomi berjalan di sana.
Namun ironisnya, di Labuan Bajo sekarang, ruang public pantai seakan terbatas. Ramai diberitakan beberapa minggu belakangan, beberapa hotel besar di Labuan Bajo ternyata sudah mencaplok wilayah pantai. Wilayah pantai yang seharusnya menjadi ruang publik, kini diprivatisasi menjadi miliksegelintir korporat.
Vila-vila mewah dibangun di atas laut, hotel-hotel berbintang membangun dermaganyasendiri. Hotel-hotal di sepanjang pesisir Labuan Bajo menguasai sepenuhnya ruang public pantai. Realitas ini tentu menjadi sebuah ancaman bagi masyarakat Manggarai Barat.
Jika seandainya semua wilayah pesisir pantai dicaplok oleh korporat,di mana rakyat akan berwisata atau sekadar rekreasi bersama keluarga? Apakah di hotel-hotel mewah, dengan biaya yang tidak sedikit?
Kita berharap, pemerintah daerah hingga pusat melihat realitas pencaplokan ruang public pantai di Labuan Bajo sebagai sebuah persoalan serius. Jangan tutup mata atas pencaplokan ruang public pantai oleh korprat ini.
Jika pepohanan di sekitaran wilayah pesisir pantai Labuan Bajo sudah diserahkan untuk dibabat habis oleh korporat untuk membanguan kerajaan dan mesin uangnya, jangan biarkan juga ruang public pantai dibatasi dari entitasnya sebagai ruang wisata dan tamasya publik. Labuan Bajo harus dinikmati secara bersama oleh semua orang dari mana saja, dari semua kalangan. Bukan hanya oleh segelitir orang yang hanya ingin mencetak uang di Labuan Bajo melalui hotel-hotel dan vila-vila mewah.
Kita berharap setiap stakeholder untuk duduk bersama; lonto leok untuk membicarakan dan menguaraikan persoalan ini. Jangan biarkan persoalan privatisasi pantai bergerak liar dalam ruang diskursus public Manggarai Barat. Jangan jadikan isu ini sebagai sumber konflik baru; entah konflik horizontal (masyarakat dengan masyarakat) atau konflik vertikal (kelompok masyarakat dengan pemerintah dan korporat). Uraikan persoalan ini dengan tetap menjaga nama baik pariwisata super prioritas Labuan Bajo. [Yulius Rudi Haryatno]