Bumi Manusia

Potensi Bisnis Perdagangan Karbon di Indonesia Menjanjikan Berkat Luasnya Sumber Daya Hutan

FLORES GENUINE- Potensi bisnis perdagangan karbon di Indonesia menjanjjikan, berkat luasnya sumber daya hutanyang dimilikinya. Luas hutan Indonesia mencakup 125,9 juta hektare dan mampu menyerap hingga 25,18 miliar ton karbon.

Selain itu, Indonesia juga memiliki hutan mangrove seluas 3,31 juta hektare dan lahan seluas 7,5 juta hektare juga memiliki kapasitas besar untuk menyerap karbon yakni masing-masing sekitar 33 miliar ton dan 55 miliar ton karbon.

Potensi ini diperkirakan dapat memberikan pendapatan sebesar 8 ribu triliun rupiah sehingga menjadikan bisnis karbon sebagai peluang signifikan bagi perekonomian Indonesia ke depan. Untuk mempersiapkan infrastruktur perdagangan karbon, Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa semua skema dan mekanisme perdagangan karbon harus mengikuti ketentuan, aturan, metode dan skema berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia setelah persiapan regulasi teknis.

Namun demikian, pendaftaran di Skema Registrasi Nasional (SRN) Indonesia bersama dengan proses verifikasi  dan validasi merupakan langkah krusial karena harus memastikan kepatuhan terhadap standar hukum dan komitmen terhadap kontribusi yang ditentukan secara nasional.

BACA JUGA:  Memelihara Tradisi Tenun Tangan, Mencegah Hilangnya Kearifan Lokal

Pemerintah Indonesia telah meningkatkan tata kelola bisnis karbon dengan menerbitkan kebijakan yang mengatur Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai instrumen guna mengurangi emisi gas rumah kaca. Kerangka regulasi ini mencakup pengumuman persiapan pada Februari 2023 lalu untuk menawarkan skema prioritas bisnis karbon melalui result based payment (RBP) atau pembayaran berbasis hasil kepada pihak global.

Adapun skema perdagangan karbon yaitu melalui pasar bursa maupun transaksi langsung serta persiapan untuk voluntary carbon market (VCM) atau pasar karbon sukarela. Regulasi yang kuat ini bertujuan untuk memastikan partisipasi komprehensif dari berbagai kepentingan. Didukung oleh Peraturan Presiden (PP) No. 98/2021 tentang Manajmen Ekonomi Karbon.

Kesiapan Indonesia dalam mengelola perdagangan karbon didasari dengan penerbitan regulasi ketat untuk menangani pelanggaran dalam transaksi karbon. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penegakan hukum terhadap perusahaan yang terlibat dalam perdagangan karbon sukarela yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BACA JUGA:  Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan, Transformasi Mengendalikan Krisis Iklim

Badan Pengelola Dana Lingkungn Hidup (BPDLH) berperan penting dalam mengelola dana lingkungan yang transparan dan mendukung pembiayaan inisiatif konservasi dan proyek mitigasi perubahan iklim. Dan kegiatan pemantauan dengan menerapkan sistem monitoring hutan nasional yang diawasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Juga untuk memastikan akurasi data serta kepatuhan terhadap standar internasional dalam kerangka sertifikasi pengurangan emisi karbon.

Fungsi hutan sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia dan alam. (foto : dok/Floresgenuine)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 tahun 2017 tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup dan Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2018 tentang pengelolaan dana lingkungan, mencerminkan komitmen Indonesia dalam Persetujuan Paris untuk mencapai target pengurangan emisi nasional atau Nationallity Determined Contribution (NDC), peningkatan siginfikan dalam penbiayaan dan sektor publik maupun swasta untuk memastikan alokasi investasi hijau yang transparan di area-area strategis.

BACA JUGA:  Momen Haru Penuh Persahabatan, Imam Besar Masjid Istiqlal Cium Kening Paus Fransiskus

Seluruh pendapatan dari perdagangan karbon dialirkan melalui BPDLH atau lembaga pemerintah lainnya. Kepatuhan terhadap kerangka kerja ini akan mendukung perdagangan karbon luar negeri dengan persyaratan registrasi di Sistem Registrasi Nasional (SRN) Indonesia dan 70% transaksi unit karbon diluar cakupan NDC harus di-retire di Indonesia.

Ini dilakukan untuk memastikan evaluasi yang akurat terhadap aktivitas karbon serta mendukung hasil NDC yang tepat waktu dan mencegah penghitungan ganda. Setelah selesai dengan tahapan monitoring, reporting dan ferivikasi diterbitkan sertifikat pengurangan emisi, termasuk penilaian resiko dan pengamanannya sejak tahap perencanaan untuk perdagangan karbon.

Kolaborasi dengan lembaga penelitian, universitas dan BMKG guna meningkatkan kapasitas Indonesia dalam manajemen NEK yang berkelanjutan serta memperkuat posisi sebagai pemimpin dalam tata kelola iklim global. Dan ikut serta dalam mempromosikan pembangunan ekonomi berkelanjutan sambil menanggapi tantangan iklim global. * [red/fgc]

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button