Pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menetapkan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Penetapan Komodo sebagai KSPN didasarkan pada beberapa penilaian antara lain Komodo merupakan kawasan yang memiliki fungsi atau potensi yang signifikan untuk pengembangan pariwisata nasional yang berpengaruh penting dalam satu atau lebih aspek seperti pertumbuhan ekonomi, social budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan keamanan.
Dasar pijak Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasioanl (Ripparnas) adalah mandat UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan sebagai mana tercantum pada pasal 7.8 dan 9 yang memerintahkan kepada pemerintah untuk menyusun rencana induk kepariwsataan nasional yang akan menjadi payung bagi Ripparda Propinsi dan kabupaten/kota.
Sebagaimana dipaparkan oleh Hari Ristanto, staf ahli Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada rapat sosialisasi sekaligus penyusunan rancana detail KSPN Komodo di Labuan Bajo beberapa waktu lalu disebutkan ada 16 kawasan strategis pariwisata telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan prioritas pengembangan pariwisata nasional. Komodo termasuk salah satu dari kawasan yang menjadi fokus utama pengembangan destinasi pariwisata.
Dari jumlah tersebut, Direktorat Jenderal Pariwisata telah menetapkan empat kawasan destinasi pariwisata yakni Kepulauan seribu di DKI Jakarta, Bromo, Komodo dan Toraja. KSPN sendiri bertujuan untuk meningkatkan citra dan daya saing kepariwisataan Indonesia, meningkatkan devisa atau pengeluaran wisatawan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pengembangan kawasan wisata, meningkatkan diversifikasi dan minat khusus pariwisata Indonesia serta mengembangkan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya.
Konsep pengembangan KSPN pada intinya lebih menekankan pada sustainable tourism dengan 4 prinsip utama yakni berwawasan lingkungan (environmentaly sustainable), diterima secara social dan budaya (socially and culturally acceptable), layak secara ekonomi (economically viable) dan memanfaatkan teknologi yang pantas diterapkan (techonogically appropriate).
Bertujuan terbangunnya pemahaman dan kesadaran bahwa pariwisata dapat berkontribusi secara signifikan bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi, meningkatnya keseimbangan dalam pembangunan, meningkatnya kualitas hidup bagi masyarakat setempat, meningkatnya kualitas pengalaman bagi pengujung dan wisatawan serta menjaga kelestarian dan kualitas lingkungan bagi generasi yang akan datang.
Meskipun Komodo ditetapkan sebagai salah satu KSPN, namun masih banyak persoalan dihadapi baik yang berkaitan dengan kebijakan, regulasi, sinergitas dan sinkronisasi, ego sektoral serta masalah kapasita kelembagaan.
Kawasan TNK juga dihadapkan pada persoalan tumpang tindih regulasi, sistem pengelolaan, ancaman perubahan iklim global, hilangnya kebudayaan lokal serta rawannya pertahahan keamanan. Untuk itu pemerintah diharapkan untuk mengkaji kembali semua regulasi serta kebijakan demi sinkronisai berbagai kebijakan dan koordinasi antar pemangku kepentingan.
Selain masalah regulasi dan kebijakan, sistem pengelolaan konservasi lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada peminggiran masyarakat lokal juga merupakan persoalan yang tak kalah krusialnya. Populasi penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu, rendahnya kapasitas kelembagaan serta standar ganda dalam hal implementasi hukum dan regulasi di dalam kawasan juga menjadi persoalan yang perlu dibenahi.
Selain itu, upaya pengembangan pariwisata yang bersifat parsial, sektoral tanpa mempertimbangkan karakteristik social budaya dan nilai-nilai kearifan local seperti arsitektur bangunan hotel, restaurant dan bangunan lainnya yang tidak mencerminkan nilai-nilai local, ketidakjelasan pemanfaatan tata ruang serta minimnya ruang-ruang publik merupakan sebagian dari persoalan yang mesti menjadi perhatian serius pemerintah.
Masalah lain yang tak kalah penting yakni masalah sampah. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Gerakan Indonesia Bersih (GIB), menyebutkan, perilaku umum masyarakat yang membuang sampah sembarangan serta kebiasaan membakar sampah merupakan persoalan yang perlu dicarikan solusinya dalam upaya pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.*