
FLORES GENUINE – Gubuk sederhana itu terletak diantara rimbunan pohon kemiri di Kampung Cecer, Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat. Di gubuk beratap sink berdinding papan inilah Bapak Arnoldus Stara, (65) bersama keluarga meniti hidup.
Bapak Arnol, demikian ia biasa disapa, sehari-hari berprofesi sebagai petani sekaligus penyadap nira dari pohon aren. Saat ditemui Flores Genuine, Bapak Arnol sedang memasak air nira untuk diolah menjadi minuman beralkohon jenis sopi atau warga setempat menyebutnya dengan nama moke.
Bagi masyarakat Flores umumnya dan Manggarai khususnya, sopi atau moke merupakan salah satu jenis minuman spesial yang sangat diminati oleh para peminum beralkohol. Minuman jenis ini biasa disuguhkan kepada para tamu undangan di setiap pesta atau untuk ritual adat.
Bapak Arnol berceritra, selain bekerja kebun, setiap hari pagi dan sore ia menyadap nira. Air nira yang dihasilkan itu ia olah jadi sopi atau diproses menjadi gula aren, baik dalam bentuk batangan maupun bubuk. Ia bersyukur atas kebaikan Tuhan karena di kebun miliknya, tumbuh subur puluhan pohon aren yang siap untuk ia kelola menjadi sesuatu yang dapat meningkatkan ekonomi keluarganya.

Tak jauh dari pondok, puluhan pohon aren tampak tumbuh dengan subur di sepanjang daerah aliran sungai. Pohon-pohon aren itu dibiarkan menjadi hutan. Ia tidak pernah menebang atau membakar pohon-pohon itu.
Bagi Bapak Arnol, selain sebagai sumber ekonomi, pohon-pohon aren itu berperan penting bagi konservasi alam guna melindungi sumber-sumber mata air yang berada di area kebun miliknya.
“ Ada lima mata air di dalam kebun ini. Kalau saya tebang sembarangan sumber air akan kering. Kalau air kering, bagaimana saya bisa kerja saya punya sawah dan kebun,” ucap Arnol dengan mata berkaca-kaca.
Itu sebabnya, pohon-pohon aren ia biarkan tumbuh dan berkembang dengan sumbur di sepanjang aliran sungai. Pada musim tertentu, ketika pohon-pohon aren mulai mengeluarkan bulir, ia mulai memanjat pohon-pohon itu untuk menyadapnya agar menghasilkan air nira. Air nira ia tamping di ember atau jerigen untuk kemudian ia olah menjadi sopi atau gula aren.
Sopi atau gula aren tersebut, sebagian ia jual ke pasar dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Proses mengolah sopi, moke atau gula aren menurut Arnol, tidak sulit namun dibutuhkan kesetiaan, keuletan dan kerja keras.
Setiap hari ia harus memanjat pohon aren untuk mengambil air nira juga mengumpulkan kayu bakar untuk memasaknya air nira menjadi moke/sopi atau gula aren. Selain ia harus menyiapkan fasilitas untuk memasak moke seperti bambu atau pipa serta wadah penampung.
Proses mengelola moke atau gula aren pun membutuhkan waktu yang relative lama. Itu sebabnya, membutuhkan kesetiaan, kesabaran dan keuletan. Berkat dedikasi dan perjuangannya, ia pun bisa menyekolahkan anak-anaknya dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Kini, di pomdoknya yang reyot itu, bapak tiga anak ini setia menjalani hari-hari hidupnya petani tradisional dan penyadap air nira dari pohon aren. Ia mengaku usaha yang ia geluti cukup membantu ekonomi keluarganya. Pendapatan yang ia peroleh dari hasil jual moke boleh disebut lumayan.
Sebulan ia bisa memperoleh pemasukan sekitar Rp.500.000 hingga Rp. 1.000.000. Namun untuk sementara waktu, aktivitas menyadap nira belum ia lanjutkan karena sedang musim hujan.
Nanti, musam panas tiba, ia akan kembali melanjutkan karya usahanya sebagai penyadap air nira dan di pondok sederhana ini pula Bapak Arnol dan keluarga menikmati kebahagian sejati.* (Kornelis Rahalaka)