Bumi Manusia

Catatan Rekomendasi dari Hasil PERPAS XII Regio Nusa Tenggara di Larantuka

Pertemuan Pastoral (PERPAS) XII Regio Nusa Tenggara (NUSRA) yang berlangsung dari tanggal 1-5 Juli 2025 lalu di Larantuka, Kabupaten Flores Timur telah usai. PERPAS Regio NUSRA yang mengusung tema Migran-Perantau kali ini bertujuan untuk mendalami realitas migrasi yang berwajah ganda dan semakin kompleks. Flores Genuine menurunkan ringkasan hasil PERPAS NUSRA selengkapnya:

PERPAS XII REGIO NUSARA kali ini hendak menemukan solusi-solusi praktis pastoral yang bisa dilaksanakan sesuai karakaterisktik migrasi di masing-masing keuskupan. PERPAS NUSRA XII menggunakan metode 4- M yakni:

Pertama, Melihat realitas migrasi dan tanggapan pastoral dari masing-masing keuskupan 5 tahun terakhir, dalam bentuk sharing pastoral; respons pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten.

Kedua, Menilai yakni menemukan dan mendalami spiritualitas migrasi dari prespektif biblis-teologis, ASG, Bulla Spes Non Confundit dan ajaran magisterium.

Ketiga, Melakukan yakni berdiskusi dan menemukan jalan-jalan baru, merumuskan komitmen untuk intervensi pastoral bersama dalam kemitraan dengan pemerintah dan para pihak yang berkehendak baik.

Keempat, Merayakan yakni promulgasi hasil PERPAS NUSRA XII dalam ekaristi, ziarah ke spot wisata rohani dan pameran UMKM.

Menyikapi realitas migrasi di wilayah NTT, Gubernur NTT, Melki Laka Lena memaparkan sejumlah program kerja pemerintah NTT untuk melindungi dan memberdayakan Pekerja Migran-Perantau (PMI) antara lain: penegakan moratorium pada sektor rentan, penguatan layanan terpadu satu atap, peningkatan kompetensi tenaga kerja (BLKK; LPK), pembentukan gugus tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sampai ke desa, sistem informasi dan layanan pengaduan (SISAGA: Sistem Saling Jaga), kolaborasi antarwilayah dan lintas sektor, strategi migrasi aman dan forum akuntabilitas publik dan indikator kinerja.

Gubernur memaparkan sejumlah contoh nyata peningkatan ekonomi masyarakat NTT seperti, hilirisasi produk lokal, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah(UMKM); peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui akses pendidikan berasrama bagi yang miskin; persiapan tenaga kerja ke luar negeri dengan menambahkan setahun pada jenjang SMK.

Pemerintah NTT mengharapkan kerja sama dengan pelbagai pihak terutama Gereja di wilayah Nusa Tenggara agar upaya ini bisa terwujud. Negara memiliki tanggung jawab pertama dan terutama terhadap PMI dengan segala persoalannya.

Selanjutnya, Kementerian P2MI menyampaikan program kementerian terkait pelayanan dan perlindungan yang komprehensif bagi PMI. Fokus program Kementrian P2MI adalah perlindungan PMI dan penempatan PMI yang terampil untuk peningkatan kesejahteraan dan pada gilirannya menaikkan devisa bagi negara.

Dalam konteks ini, negara melihat migrasi sebagai berkat yang menunjang kesejahteraan. Karena itu, ada 4 hal pokok yang menjadi pusat perhatian yaitu :

Pertama, sosialisasi dan advokasi migran aman melalui jalur resmi. Kedua, pendampingan dan dukungan moral bagi PMI. Ketiga, identifikasi dan pelaporan kasus. Keempat, pemberdayaan ekonomi dan reintegrasi.

Keuskupan se-Regio Gerejawi Nusra yang menjadi asal migran-perantau membagikan pengalaman terkait karakteristik migrasi di wilayah keuskupannya dan respons pastoral serta isu-isu penting yang berpotensi memicu migrasi lokal dan internasional.

Isu-isu penting itu antara lain: wabah peternakan dan pertanian dan pemberdayaan masyarakat (nelayan, petani, peternak), human trafficking, luka kemanusiaan yang mendesak, eksploitasi energi: memilih masa depan secara bijaksana, stunting yaitu ancaman bagi masa depan generasi. Pariwisata premium, migrasi local dan dampak pastoral bagi Gereja.

Dalam pertemuan itu terungkap bahwa Keuskupan Pangkalpinang merupakan salah satu wilayah transit migran-perantau dari NTT yang hendak pergi ke negara Malaysia. Sejarah mencatat bahwa perantau Flores merupakan perintis berkembangnya Gereja di Keuskupan Pangkalpinang.

Hal positif ini mempertegas migran-perantau sebagai subyek evagelisasi, menjadi peziarah dan misionaris awam yang tangguh dalam menyebarkan Agama Katolik. Seperti di keuskupan asal migran-perantau, keuskupan di wilayah transitpun menghadapi persoalan human trafficking, konflik antaretnis, pekerja migran tanpa dokumen, penganiayaan dan kematian.

Keuskupan Pangkalpinang saat ini terus menjalankan advokasi memerangi human trafficking, menyediakan rumah aman migran (Migrant Center San Agustin). Caritas Indonesia turut membantu karya pastoral bagi para migran perantau di wilayah transit dengan menyediakan pusat informasi dan Balai Latihan Kerja (BLK).

BACA JUGA:  Harapan dan Optimisme Pengembangan Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan

Sementara itu, Keuskupan di wilayah Sabah, Malaysia seperti Keuskupan Agung Kota Kinabalu, Keuskupan Keningau, Keuskupan Sandakan merupakan tujuan dari para migran-perantau dari wilayah NTT. Keuskupan-keuskupan ini telah lama menaruh perhatian terhadap para migran-perantau dari NTT khususnya.

Mereka telah membentuk migrant desk memperhatikan pendidikan bagi anak migran-perantau, mengintegrasikan komunitas-komunitas migrant-perantau Katolik dalam karya pastoral di keuskupan atau paroki, juga secara khusus pelayanan sakramen dalam kerja sama dengan keuskupan asal, transit dan Caritas.

Berhadapan dengan banyaknya kesulitan dalam pelayanan bagi migran-perantau, ketiga keuskupan ini mengharapkan kerja sama yang semakin solid dengan para pihak untuk memastikan para migrant-perantau memiliki dokumen sebagai warga negara asing dan dokumen sebagai anggota Gereja.

Dukungan untuk anak-anak migran di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Community Learning Center), dengan mengirim tenaga guru agama Katolik dan katekis, membuat Memorandum of Understanding (MoU) Tripartite antara keuskupan-keuskupan asal, transit dan tujuan; Menghidupkan pelayan pastoral selama hari raya (Natal dan Paskah), Hari Migran Sedunia dan Hari Kemerdekaan RI.

Untuk pelayanan sakramen perkawinan, keuskupan asal migran perantau lebih proaktif menyediakan direktori dan katalog yang lengkap untuk memudahkan akses informasi dengan paroki-paroki asal migran.

PMI, Salah Satu Sumber Terbesar Devisa Negara

Keberadaan migran-perantau tidak terlepas dari kondisi politik sebuah negara. PMI adalah salah satu sumber devisa negara terbesar, namun minim perlindungan. Pemerintah saat ini memiliki komitmen yang besar terhadap PMI. Ini ditandai dengan dibentuknya Kementrian Perlindungan Migran Indonesia (P2MI) di tingkat pusat dan BP3MI (Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) di tingkat provinsi. Dengan membaca peta perpolitikan di Indonesia saat ini (2024-2029) perlindungan dan pemberdayaan PMI diprediksi belum cukup optimal.

Gereja perlu mengambil sikap searah perubahan situasi dan kondisi saat ini. Digitalisasi adalah salah satu peluang untuk memperluas jangkauan kerasulan dan memungkinkan komunitas berinteraksi, berjejaring dan bekerja sama lintas agama.

Fokus perhatian Gereja juga ditujukan kepada orang muda, melalui pendidikan formal dan non-formal, kaderisasi dan partisipasi di sektor publik dan swasta, masyarakat sipil, akademisi dan media. Bila masalah migrasi berakar pada persoalan ekonomi, maka penguatan ekonomi masyarakat akar rumput adalah jalan menuju kemandirian dan kesejahteraan kolektif.

Dari data, terbaca skema migrasi di NTT, kategori masalah yang dihadapi, motif migrasi, jenis pekerjaan, trend penempatan, kematian dan pengembalian PMI. Meski kajian data berbicara miris tentang keberadaan migran-perantau saat ini, namun Gereja dalam semangat ajaran sosialnya tetap menunjukkan komitmen keberpihakannya memberikan bantuan hukum dalam bingkai advokasi-litigasi-non litigasi.

Akar dari migrasi adalah kemiskinan dan rendahnya sumber daya manusia. Meski wilayah NTT banyak memiliki sumber daya, namun NTT masih merupakan salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Gereja dalam karya pastoral migran dan perantau hendaknya fokus pada pemberdayaan sosial ekonomi umat. Caritas Nasional mendorong pengembangan sumber daya lokal melalui pendekatan Asset Base Community Development (ABCD), Credit Union yang tidak hanya sekedar simpan pinjam tetapi gerakan pemberdayaan masyarakat dalam jiwa kewirausahan berbasis komunitas dan optimalisasi kinerja BLK.

Migrasi bukan hanya dilihat dari sudut pandang sosiologis tetapi juga dari sudut pandang spiritualitas-biblis dan pastoral. Atas dasar spiritualitas ini Gereja dipanggil untuk hadir di manapun para migran berada, berbagi suka duka dengan mereka. Gereja berwajah perantau tidak hanya dari aspek caritatif belaka tetapi juga dari aspek pembelaan hak-hak migran-perantau. Kasih keibuannya Gereja ditunjukkan melalui pemeliharaan jiwa-jiwa, penyadaran akan dampak migrasi, pendampingan para calon migran untuk mengambil keputusan, saat mereka pergi dan bekerja, hingga saat mereka kembali.

Para Uskup menekankan bahwa hakikat Gereja sesungguhnya adalah Gereja yang berziarah. Maka sinodalitas Gereja adalah hal mutlak di tengah realitas migrasi. Sinodalitas itu ditunjukkan dalam praksis pastoral yaitu penguatan KBG/KUB, koordinasi lembaga/struktur pastoral  dan pastoral data migran.

BACA JUGA:  Pesona Buriwutun, Menikmati Keunikan Budaya dan Keindahan Panorama Alam

Di samping itu Gereja harus memperhatikan penguatan kapasitas para imam dan biarawan-biarawati terkait pastoral migran-perantau, membangun jejaring dengan keuskupan tujuan dalam bentuk MoU. Dalam tataran praksis, fokus intervensi pastoral Gereja harus menyentuh antara lain proteksi/perlindungan migran-perantau yaitu edukasi migrasi aman, memberikan bantuan hukum, sosial, pastoral. Pemberdayaan ekonomi, peningkatan sumber daya migran-perantau dan perubahan struktur Gereja baik internal maupun eksternal untuk menangani permasalahan migran-perantau PMI.

Dengan ini terungkap sinodalitas Gereja bersama migran-perantau dari hulu ke hilir; dari asal, ke transit dan ke tujuan, juga kembali ke daerah asalnya. PERPAS NUSRA XII akhirnya merumuskan lima isu penting migrasi di wilayah Nusra yang telah berkembang dalam seluruh proses pembicaraan dan didiskusikan, guna mendapatkan rekomendasi dan solusi praktis.

Lima isu penting itu adalah : Pertama, migrasi tidak berdokumen: persoalan yang amat penting dan krusial yang umumnya dihadapi oleh para migran di luar negeri adalah ketiadaan dokumen (seperti KTP-KK, passport, permit dan dokumen lainnya yang berdampak pada kesulitan hidup para migran di luar negeri.

Memang sudah ada tindak lanjut dari pihak pemerintah maupun keuskupan-keuskupan se-Regio Gerejawi Nusra dan NGO namun terasa kurang optimal. Kenyataan menunjukkan bahwa migrasi tak berdokumen tetap menjadi realitas yang memprihatinkan. Kedua, potensi-potensi yang memicu migrasi antara lain perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup, tekanan sosial budaya yang dihadapi oleh masyarakat (umat) di wilayah regio Gerejawi Nusra berpotensi menimbulkan migrasi lokal maupun internasional; Sementara anak-anak stunting dan kaum perempuan adalah kelompok rentan yang terus mengalami dampak negatif migrasi di wilayah kita saat ini.

Ketiga, pemberdayaan para migran dan keluarganya. Pemberdayaan sosial ekonomi bagi migran dan keluarganya dan aksi caritatif bagi para pengungsi akibat bencana alam dan bencana kemanusiaan adalah kunci penting dalam mengurangi arus migrasi dan dampak negatif yang ditimbulkannya.

Pemberdayaan sosial ekonomi umat melalui credit union dan BLK sebagai pusat pelatihan berkelanjutan sudah dijalankan hampir di semua keuskupan sebagaimana diamanatkan dalam Perpas Nusra sebelumnya.

Keempat, human trafficking-pelayanan dan perlindungan yang komprehensif bagi PMI – pengembalian jenazah. Perdagangan manusia adalah luka terbuka di tubuh masyarakat kontemporer dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang keji.

Realitas human trafficking dan pengembalian jenazah migran masih terus meningkat, sementara perlindungan bagi para migran kurang optimal. Hampir semua keuskupan mengalami persoalan ini. Gereja, dengan jangkauan dan pengaruhnya yang luas, memiliki peran moral dan pastoral yang krusial dalam memerangi kejahatan kemanusiaan dan meningkatkan jejaring untuk melindungi PMI.

Kelima, pelayanan pastoral untuk para migrant. Pelayanan pastoral bagi para migran (mission ad migrantes) adalah salah satu bentuk penghargaan Gereja terhadap hak-hak dasar pribadi para migran, sekaligus bagian integral dari misi Gereja dewasa ini dalam bingkai evangelisasi (mission migrantium).

Keuskupan Regio Gerejawi Nusra telah menjalankan pelayanan bagi para migran dalam bentuk pelayanan sakramen, pendidikan iman anak-anak migran di CLC, integrasi para migran di keuskupan tujuan, pastoral di bidang pariwisata, pencegahan penyakit sosial dan penyakit menular HIV AIDS dalam kerja sama dengan para pihak.

Rekomendasi PERPAS XII di Keuskupan Larantuka

PERPAS NUSRA XII akhirnya memberikan rekomendasi pastoral untuk ditindaklanjuti yaitu:

  1. Menjadikan pastoral migran-perantau sebagai arus utama dalam seluruh reksa pastoral di setiap keuskupan.
  2. Membentuk sekretariat bersama (KKP-PMP NUSRA) untuk merumuskan pedoman dasar pastoral migran.
  3. Membenahi struktur dan ketersediaan tenaga untuk pastoral migran-perantau di tingkat keuskupan, paroki, stasi dan KBG/KUB, termasuk sekretariat migran sebagai pusat pelayanan dan informasi bagi para migran-perantau.
  4. Memastikan ketersediaan data migran-perantau di keuskupan masing-masing dalam kerja sama lintas keuskupan dan para pihak.
  5. Sosialiasi migrasi aman di semua KBG/KUB.
  6. Mengupayakan MoU antara keuskupan Regio Gerejawi Nusra dengan keuskupan transit dan tujuan terkait semua pelayanan bagi para migran.
  7. Menyiapkan dan mengefektifkan “Rumah Aman Migran” dan proteksi hukum bagi migran-perantau.
  8. Memperhatikan korban HIV-AIDS, anak-anak stunting (anak migran) dengan memastikan identitas, pendidikan, perlindungannya dalam kerja sama dengan para pihak dan pemberdayaan kaum perempuan sebagai kelompok rentan yang terus mengalami dampak negatif migrasi.
  9. Memberdayakan ekonomi umat terutama sektor pertanian-peternakan-kelautan, menumbuhkan UMKM, mendorong pertumbuhan Credit Union, optimalisasi BLK, SMA Plus, dan sekolah vokasi dalam kerja sama dengan para pihak.
  10. Melaksanakan perayaan hari migran sedunia dan kolekte khusus untuk pelayanan bagi migran-perantau.
  11. Memperhatikan pelayanan rohani (sakramen) bagi para migran perantau dan keluarganya, termasuk migran perantau yang menjadi korban kekerasan-ketidakadilan dan yang meninggal dunia.
  12. Menyiapkan direktori atau katalog yang berisi informasi yang lengkap terkait keuskupan, paroki untuk membantu pelayanan bagi migran-perantau di daerah transit dan di negara tujuan.
  13. Mengirim tenaga guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) dan katekis untuk mendidik anak-anak Katolik di CLC.
  14. Memperkuat solidaritas diaspora NTT di kota-kota pariwisata yang menjadi tujuan migran lokal, dan di daerah transit dan negara tujuan.
  15. Membangun jejaring (komunikasi dan koordinasi) di semua level struktur Gereja untuk memerangi human trafficking, Pelayanan dan perlindungan yang komprehensif bagi PMI – Pengembalian Jenazah dalam kerja sama dengan pemerintah di semua tingkatan, KP2MI RI dan Kementrian Agama RI.
  16. Membangun kesadaran umat tentang kerusakan ekologi, perubahan iklim dan bencana alam yang berpotensi menimbulkan migrasi lokal.
  17. Membangun komunikasi yang ramah antara Gereja dan Pemerintah terkait memilih energi terbarukan sesuai kondisi NTT, dan penanganan serius wabah perternakan-babi dan hama pertanian-pisang.
  18. Direktur PUSPAS dan Ketua SEKPAS, memonitoring pelaksanaan semua rekomendasi PERPAS NUSRA XII secara berkala. Kedua: Komisi KKP-PMP KWI
  19. Mendorong pemerintah pusat untuk segera mensahkan UU PMI.
  20. Membantu KKP-PMP NUSRA dalam pelatihan paralegal, counter human trafficking dan advokasi hukum korban TPPO dalam kerja sama dengan BARESKRIM POLRI, KP2MI, KEMENAG RI.
  21. Membantu KKP-PMP NUSRA untuk merumuskan pedoman dasar pastoral migran. Ketiga: Keuskupan-Keuskupan di daerah Transit
  22. Membangun koordinasi yang lebih intensif terkait pelindungan migran-perantau di wilayah-wilayah transit.
  23. Meningkatkan mutu pelayanan dan pemberdayaan “Rumah Aman Migran” terutama migran-perantau yang menjadi korban kekerasan. 7| Pertemuan Pastoral (PERPAS) XII Regio NUSRA, 1-5 Juli 2025
  24. Membangun jejaring dengan keuskupan asal dan tujuan untuk melawan human trafficking dan advokasi para korban TPPO.
  25. Penguatan komunitas migran, paguyuban masyarakat NTT. Keempat: Keuskupan-Keuskupan di Negara Tujuan.
  26. Memperhatikan pendidikan anak migran NTT (Indonesia) di CLC, khususnya pendidikan iman Katolik.
  27. Mengintegrasikan komunitas Migran Indonesia dalam karya pastoral di paroki dan keuskupan, termasuk menyediakan lokasi pekuburan bagi migran yang meninggal.
  28. Meningkatkan pelayanan sakramen bagi migran Indonesia dengan memastikan keabsahan dokumen dan pencatatannya. Kelima: Pemerintah o Percepatan revisi dan pengesahan Undang-undang Perlindungan PMI.
  29. KP2MI untuk melaksanakan Sosialisasi dan advokasi migran aman melalui jalur resmi, Pendampingan dan dukungan moral bagi PMI, Identifikasi dan pelaporan kasus, Pemberdayaan ekonomi dan reintegrasi.
  30. Membuat PERDA tentang PMI di tingkat Provisi, Kabupaten/Kota serta mengawasi pelaksanaannya.
  31. Memperkuat pelayanan terpadu satu atap terkait urusan data base kependudukan dan dokumen PMI melalui pendekatan pelayanan kantor imigrasi di masing-masing kabupaten.
  32. Membuat moratorium pada sektor rentan.
  33. Menambah BLK dan meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui BLKK; LPK,
  34. Pembentukan gugus tugas TPPO sampai ke desa, sistem informasi dan layanan pengaduan (SI-SAGA: Sistem Saling Jaga),
  35. Meningkatkan kolaborasi antarwilayah dan lintas sektor untuk mewujudkan strategi migrasi aman.
  36. Membuka lapangan kerja sesuai kondisi masyarakat NTT, Menumbuhkan UMKM dan memperlancar izin usaha.
  37. Sosialisasi penempatan dan perlindungan buruh, migran-perantau sampai ke akar rumput.
  38. Membentuk Forum Percepatan Pembangunan yang beranggotakan tokoh lintas agama di level provinsi dan kabupaten/kota. Keenam: Lembaga Peduli Migran Perantau (LSM, PJTKI, Agency)
  39. Meningkatkan kolaborasi dan pola kerja jejaring; antarlembaga dalam rangka migrasi aman, pelindugan dan pemberdayaan PMI. *[red/fgc]
BACA JUGA:  Pameran Festival Golo Koe, Dony Parera : Pemerintah harus Dukung UMKM Lokal

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button