OPINI

Balai Taman Nasional Komodo Bukan Pengatur Tarif

Oleh : Syukur Abdulah *

Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) lebih tenar dengan sebutan paling akrab di mulut para turis baik manca negara maupun domistik adalah Labuan Bajo. Apa yang mendaraskan hal itu salahsatu sampelnya diambil dari penyebaran qusioner para guide ketika memberikan pelayan terhadap tamu wisatawan. Itulah yang sering mereka sebut setelah mereka pulang.

Memang, Labuan Bajo merupakan pintu masuk dan keluar bagi penikmat secuil surga yang tampak diperlihatkan pada tubuh keindahan pesona alam spot wisata yang tersebar di wilayah laut maupun daratan di Kabupaten Manggarai Barat.

Pengembara penikmat keindahan boleh melakukan traveling mengelilingi dunia, akan tetapi  Labuan Bajo dengan keindahan pantai – pantai,  pasir, air laut memahat ombak dan tidak kala hebatnya ketertarikan manusia, ingin melihat lebih dekat binatang purba komodo yang masih tersisa di planet ini, menjadi tempat persinggahan terakhir.

Hampir setengah abad  teritorial spot – spot wisata dan semua jenis binatang yang hidup di Pulau Komodo dan pulau sekitarnya sudah menjadi wilayah pengawasan, perlindungan konservasi dan negara di bawah perintah undang – undang menetapkan penjaganya dengan sebutan Balai Taman Nasional Komodo ( TNK ).

Sesungguhnya, di sekitar spot – spot itu, baik yang berada di Pulau komodo, Pulau Rinca dan Pulau Papagarang, Kerora, menggambarkan ada manusia yang selalu hidup berdampingan senantiasa menjaga kelesatarian, mencitai dan merasa memiliki bagai “rumah mereka yang abadi”.

Bukan saja mereka, kita dan termasuk manusia yang datang dari berbagai belahan bumi melakukan perjalan traveling menjadi impian  dan tujuan, tentu akan menjaga dan mencintainya. Sense of belonging dengan perasaan memiliki itu akan sepenuhnya mencintai, menjaga dan peduli dengan sesuatu tersebut.

Selain kesadaran yang dibangun oleh pengelolah TNK akan pentingnya menjaga lingkungan dan habitat hidup yang ada di dalamnya, sungguh kesadaran tertinggi adalah kesadaran kemanusiaan dan setiap yang datang dan pergi melakukan kunjungan pasti akan mengingatnya.

BACA JUGA:  Pengembangan Pariwisata Flores, Mengurangi Ketimpangan di Nusa Tenggara

Peran Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) mengganti peran negara, selain mengoptimalkan penjagaan juga mengatur wilayah itu dan tidak untuk membatasi para wisatawan dengan cara menaikkan biaya tiketting dan semua jenis usaha pariwisata yang mempunyai tujuan kunjungan di spot wisata  sekitar kawasan TNK.

Secara tekstual, peran negara adalah menjalankan regulasi oleh semua stakeholders tanpa terkecuali, akan tetapi secara kontekstual peran – peran masyarakat menjadi penting untuk dilindungi manakala mereka juga butuh hidup dengan cara mengelola eko turism tanpa mengganggu lingkungan.

Setelah Kabupaten Manggarai Barat dilabeli super prioritas dan dinaikkan statusnya menjadi super premium oleh negara ini, dengan sendirinya wilayah teritorial spot wisata disekitar TNK menjadi tujuan wisata dunia.

BACA JUGA:  16 Dive Spot Wisata Alam Bawah Laut yang Layak Anda Kunjungi

Sudah berapa kali perhelatan dunia dalam penyelenggaraannya dimana tuan rumahnya adalah Kabupaten Manggarai Barat. Bukankah ini sebuah keberuntungan bagi negara dan masyarakat sekitarnya?

Seperti Asean Summit, acara polisi sedunia, wonderfull Indonesia, ini semua adalah iconnitas bentuk lain, karena wilayah Mabar masih menjaga budaya dan alamnya. Labuan Bajo sudah menjadi tujuan banyak orang: ingin weekend, weekday, ingin melihat sunrise, sunset, rekreasi, divinghonymoon, adventur trip, trip foto vidio drone.

Palabelan – palabelan pasar penjualan kepariwisataan level dunia  jangan sampai tercoreng muka dan meninggal kesan buruk bagi wisatawan setelah pulang, sebab sesuatu cara mengelola Taman Nasional Komodo yang masih ambigu.

Mahalnya pembiayaan seluruh jenis usaha pariwisata menuju spot wisata mestinya harus berbanding lurus dengan ketersedian pelayanan yang standar sesuai permintaan para turis.

Jangan sampai kita hanya jual keindahan alam, akan tetapi pelayan infrasruktur jauh dari apa yang diharapkan para turis. Apalagi kalau sampai keterlibatan masyarakat lokal tidak didukung oleh sebuah regulasi yang menguntungkan mereka.

Isu pariwisata kita menjadi kurang baik – baik saja di mata turis. Salahsatu indikatornya adalah mahalnya penetapan harga oleh Balai Taman Nasional Komodo sebagai penjaga semua jenis usaha pariwisata menuju spot wisata perairan sekitar TNK.

BACA JUGA:  Toko Modern vs Toko Kelontong

Seperti bisnis teranyar  one day trip foto vidio drone dengan harga tiket masuk 2 juta rupiah per hari. Penetapan angka tiket itu selain mahal, dampak ikutannya adalah sangat merugikan masyarakat lokal yang melakukan usaha trip foto vidio drone itu.

Dimana kerugianya selain tiket ditanggung, sewa pakai alat bagian tak terpisah dari pembiayaan lain yang perlu ditanggung oleh para turis. Secara otomatis, para wisatawan tidak akan menyewa lagi alat foto vidio drone yang dimiliki warga lokal karena dianggap terlalu mahal.

Balai Taman Nasional Komodo sebagai penjaga kalau memang spot – spot wisata itu dilarang untuk foto dan dibuat vidio, siapa lagi yang akan  mempromosikan lekukan keindahan pariwisata yang ada di Kabupaten Manggarai Barat?

Bukankah foto itu dulunya membuat ‘artis komodo’ itu menjadi tenar di manca negara? Selama belum ada penelitian bahwa foto vidio drone dapat merusak lingkungan, jangan sesekali menjual keindahan dengan harga mahal, tapi sesungguhnya itu sangat murah dan orang menjadi kecewa tidak akan datang lagi selama – lamanya.*

Penulis adalah Wakil Ketua KNPI Kabupaten Manggarai Barat

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button