
FLORES GENUINE – Konsep Gereja Katolik ramah anak merupakan sebuah gerakan pembangunan Gereja Katolik yang terintegrasi dengan komitmen seluruh umat Allah terhadap anak-anak. Sebuah gerakan perubahan mindset atau paradigma yang berperspektif anak serta keadilan dan kesetaraan gender dalam diri segenap umat Allah, baik para pemimpin gereja, pengurus gereja dan pengelola gereja maupun umat.
Konsep pembangunan Gereja Katolik ramah anak perlu disusun terencana, sistematis, menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak sesuai visi Gereja Katolik.
Natalia Nunuhitu dari Faith and Development Manager WVI mengungkapkan ini saat tampil sebagai pemateri dalam sidang pastoral Keuskupan Labuan Bajo yang digelar di Aula Paroki Bunda Maria Segala Bangsa, Wae Sambi, Labuan Bajo, Senin (14/1/2025).
Natalia mengajak semua peserta sidang untuk memaksimalkan potensi bonus demografi dengan menciptakan generasi penerus yang produktif dan memiliki karakter positif. Menurut dia, salah satu upayanya adalah menciptakan lingkungan yang sehat untuk tumbuh kembang anak.
Hal ini diperlukan kolaborasi multi sektor. Kolaborasi dapat dilakukan dalam bentuk pengadaan sarana dan prasarana, menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh kembang anak dan memberikan ruang partisipasi bagi anak-anak dan orang muda.
Lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak diciptakan mulai dari lingkup terdekat anak yaitu keluarga, sekolah, hingga masyarakat mencakup wilayah dimana anak biasa berkegiatan termasuk rumah ibadah. Pemanfaatan rumah ibadah, seharusnya dapat dikembangkan tidak hanya untuk tempat melaksanakan ritual peribadatan saja, tapi juga sebagai sarana bagi anak untuk melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif yang selaras dengan tujuan agama.
Peran besar dari rumah ibadah diharapkan mampu mendorong pemenuhan hak anak dan melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, kerentanan dan diskriminasi. Hal ini diwujudkan dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk mendapatkan suasana aman dan nyaman terbebas dari rasa cemas, enggan, dan takut.
“ Anak juga berhak dihargai pendapatnya serta mendapatkan pengasuhan dan teladan terkait nilai-nilai baik dari pengurus dan pemimpin agama sehingga dapat mendorong penanaman karakter positif bagi anak,”ujarnya.
Untuk itu diperlukan peran aktif pemerintah dalam memastikan kemitraan dengan lembaga non pemerintah terutama pemenuhan hak dan perlindungan anak. Peran aktif dapat dilakukan dengan melaksanakan pembinaan, pengembangan dan penguatan bagi tokoh agama, pemimpin agama dan pengelola rumah ibadah.
Rumah ibadah berperan sebagai sebuah lembaga yang memberikan perlindungan, memastikan keluarga dan masyarakat bahwa anak dapat berkegiatan serta memanfaatkan waktu luangnya dengan aman dan nyaman sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
Pedoman ini disusun dalam rangka memberikan panduan Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA) bagi stakeholder terkait untuk membentuk dan membangun Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA) serta hal- hal yang harus dipenuhi dalam mewujudkan rumah ibadah ramah anak.
Dia juga mengatakan bahwa anak adalah investasi masa depan bangsa yang perlu dijaga dan diperhatikan tumbuh kembangnya dan dalam melaksanakan langkah- langkah pemenuhan hak anak, pemerintah dapat didukung oleh peran aktif lembaga masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga adat, dunia usaha dan media dalam kerangka kolaborasi dan sinergi yang kokoh dan terimplementasikan dalam kerangka kabupaten atau kota layak anak.
Ia mengajak lembaga keagamaan, rumah ibadah terutama gereja agar mengembangkan strategi-strategi upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak secara komprehensif. Hal ini melalui keterlibatan dewan pastoral keuskupan, pastor paroki, dewan pastoral paroki, tenaga pastoral, pendamping, aktivis pelayanan anak, orang tua, umat pada umumnya dan anak-anak yang haknya harus terlindungi dan terpenuhi selama berkegiatan di gereja.
Pengembangan gereja sebagai sarana yang ramah anak harus memiliki model pendekatan dengan disesuaikan pada kondisi dan konteks dari masing- masing gereja, sehingga akan banyak ragam atau model penerapan Gereja Katolik Ramah Anak (GKRA).
Meskipun nama dan istilah yang berbeda-beda namun memiliki arti dan konteks yang sama yaitu dengan tetap mengacu pada prinsip-prinsip perlindungan dan pemenuhan hak anak yang berdasarkan pada konvensi hak anak dan peraturan perundangan tentang perlindungan anak. [red/fgc]