FLORESGENUINE.com- Indonesia mengalami transformasi yang panjang dalam hal tata kelola hutan yang di dalamnya terkandung substansi pemanfaatan hutan melalui pemanfaatan jasa lingkungan berupa karbon hutan.
Secara keseluruhan, transformasi terjadi berlandaskan pada komitmen Indonesia untuk berpartisipasi mengendalikan dampak perubahan iklim global. Salah satu skema yang mengawali kuatnya transformasi proses tersebut dikenal dengan skema REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, role of Conservation, Sustainable Management of Forest Carbon Stocks).
Pemerintah Indonesia sejak 2008 telah memulai penyiapan dengan menyediakan kebijakan yang relevan, membentuk unit kelembagaan, mengembangkan strategi di beberapa provinsi sebagai wilayah percontohan.
Tak hanya itu, beberapa provinsi yang belum masuk dalam wilayah percontohan, memulai inisiatifnya secara mandiri. Sementara itu, Propinsi NTT memulai dengan melakukan survei mengenai perspektif REDD+di tahun 2015 oleh unit penelitian Universitas Nusa Cendana.
Penyiapan pelaksanaan REDD+ di NTT bisa dibilang merupakan aktifitas yang sporadis. Teridentifikasi hingga 2020 masih dilakukan secara tersebar oleh mitra pembangunan.
Pada Mei 2024, Burung Indonesia bersama dengan pemerintah NTT melakukan kajian bersama tentang potensi terkini di NTT untuk penyiapan pemanfaatan jasa lingkungan hutan melalui perdagangan karbon sektor kehutanan, pada lingkup kesiapan pemerintah daerah dari segi politik, ekonomi, sosial, teknologi dan ekologi.
Dari kajian tersebut teridentifikasi beberapa hal yang memerlukan tindak lanjut. Salah satunya pada aspek pemahaman para pihak tentang karbon hutan dan mekanisme perdagangan karbon. Membangun perspektif yang sama dan pemahaman yang baik tentang karbon hutan, sangat penting dilakukan sehingga bisa mengentaskan tantangan yang akan muncul selama perencanaan, pengusulan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi.
Di Indonesia, tantangan mengimplemetasikan REDD+ dirasakan oleh beberapa provinsi percontohan. Salah satu penentu keberhasilan pelaksanaan REDD+ adalah kesiapan para pihak, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten.
Kesiapan yang diperlukan, dari pengalaman di Indonesia antara lain, kesiapan kebijakan daerah, kelembagaan, pendanaan, daya dukung teknis seperti teknologi, kapasitas sumberdaya manusia. Selain itu, satu hal yang tidak kalah penting adalah keberterimaan masyarakat sebagai bagian utama, baik sebagai pelaksana maupun sebagai penerima manfaat. Keberterimaan semua pihak berhubungan erat dengan adanya perspektif yang tepat tentang apa itu karbon hutan, bagaimana memanfaatkannya dan apa pentingnya bagi masyarakat dan pemerintah daerah serta isu-isu terkait lainnya.
Proses transformasi yang diulas di atas, mendapat perhatian khusus dari pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon. Hingga akhir tahun 2023, pemerintah semakin mantap maju untuk merealisasikan perdagangan karbon sektor kehutanan.
Hal ini dibuktikan dengan penerbitan beberapa peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait dengan petunjuk teknis perdagangan karbon dan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan. Kebijakan pemerintah tersebut menyatakan bahwa seluruh pihak terkait dapat berpartisipasi untuk menyukseskan penyiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pendampingan kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk agenda perdagangan karbon sektor kehutanan.
Burung Indonesia, sebagai mitra pembangunan, juga memiliki perhatian terhadap perlindungan hutan. Perlindungan hutan yang dimaksud di sini, termasuk di dalamnya adalah memastikan pemanfaatan jasa lingkungan hutan mulai dari perlindungan keanekaragaman hayati, mendorong ekowisata berbasis pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan, dan partisipasi dalam penyiapan perdagangan karbon sektor kehutanan.
Dengan peran tersebut, Burung Indonesia menggelar dialog bersama para pihak mengenai potensi dan peluang perdagangan karbon sebagai bagian dari skema mengatasi krisis iklim global.
Kegiatan dialog para pihak ini digelar pada Kamis 19 Desember 2024,bertujuan untuk mendiskusikan mengenai potensi dan peluang perdagangan karbon serta menyamakan perpektif tentang bagaimana perdagangan karbon dapat disiapkan di Kabupaten Manggarai Barat berdasarkan kekuatan potensi dan peluang yang ada di daerah ini. [kis/fgc]