Bakau atau mangrove merupakan tanaman yang sangat penting manfaatnya bagi manusia dan bagi kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup. Mangrove merupakan pelindung alami yang kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai atau abrasi, serta untuk menghalau angin pantai yang berhembus kencang.
Hutan mangrove juga merupakan tempat tinggal dan pengembangbiakan biota laut seperti ikan, udang, kepiting dan berbagai jenis burung serta hewan laut lainnya. Sedangkan pemanfaatan ekosistem mangrove bagi manusia yakni sebagai tempat untuk kebutuhan kayu bakar dan bahan baku bangunan.
Mangrove pada umumnya tumbuh di muara sungai, di daerah pasang surut atau di tepi laut. Tumbuhan ini bersifat unik, karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup baik di darat maupun di laut.
Umumnya, mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol. Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen. Akar pohon dari mangrove mempunyai bentuk adapasi untuk keperluan respirasi. Bisa berupa akar rumput, akar tunjang maupun bentuk lainnya. Beberapa jenis mangrove yang terkenal antara lain bakau api-api, pedada dan tanjang.
Di beberapa pulau, dalam bilangan Taman Nasional Komodo (TNK), terkenal hutan bakau yang memiliki karakteristik unik. Hutan bakau dapat ditemui di Pulau Papagarang, Pulau Kalong, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Sebayur, Pulau Padar dan di sejumlah pulau kecil lainnya. Hutan bakau juga banyak ditemukan di sepanjang pantai Labuan Bajo yang membentang dari Pesisir Warloka, Menjaga, Golo Mori, Wae Wuul, Nanganae, Binongko, Batu Gosok, hingga Rangko dengan tingkat penyebaran yang acak dan luasnya yang berbeda-beda.
Kini kondisi hutan bakau di beberapa kawasan kian memprihatinkan. Selain akibat bencana alam seperti abrasi pantai, juga akibat kian masifnya pembangunan. Keadaan hutan mangrove semakin hari semakin terdegradasi bahkan terancam punah.Kondisi ini dapat dilihat secara kasat mata di sejumlah kawasan disepanjang pesisir Pantai Labuan Bajo dan sekitarnya.
Upaya melestarikan hutan mangrove di kawasan ini pernah dilakukan oleh sejumlah aktvis lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat. Namun, belakangan, tak kedengaran lagi gaungnya. Serentak, hanya dalam satu tarikan napas, hutan bakau pun perlahan-lahan habis dibabat demi dan atas nama pembangunan pariwisata super premium dan super prioritas.*