Daya tarik suatu destinasi wisata sangat ditentukan oleh perilaku warga dan wisatawan yang berkunjung ke destinasi-destinasi wisata. Daya tarik destinasi wisata harus ditunjang oleh mentalitas, perilaku penduduk dan wisatawan yang berkomitmen untuk terus menjaga, merawat dan melestarikan lingkungan.
Sampah merupakan salah satu masalah krusial yang tengah dihadapi oleh destinasi-destinasi wisata di Pulau Flores. Sayangnya, tingkat kepedulian terhadap penanganan sampah di daerah ini, baik oleh pemerintah maupun oleh penduduk lokal masih sangat rendah.
Karenanya, jangan pernah bermimpi bahwa suatu destinasi wisata akan menjadi hebat dan menarik jika masalah sampah saja belum mampu diatasi. Flores, NTT telah diciptakan oleh Tuhan dengan sangat indah, namun, tercederai oleh perilaku buruk manusia.
Bila ditelisik, 30 atau 40 tahun silam, Flores terkenal dengan hospitalitas warganya, keaslian kampung halaman dan lingkungannya. Namun, dalam perjalanan waktu, Flores menjadi kubangan sampah.
Bila kita berjalan dari ujung Flores bagian timur hingga ke Flores bangian barat atau sebaliknya, maka yang kita temukan adalah sampah. Sampah bertumpuk dan bertebaran di mana-mana, di darat atau pun di laut/perairan.
Di manakah leadership pemimpin lokal di setiap kabupaten? Mengapa tidak ada pemimpin lokal yang secara serius peduli terhadap masalah krusial dan sangat esensial ini? Kita tentu terhenyak menyaksikan di setiap sudut kota, kampung dan desa serta di pinggiran jalan bertebaran sampah plastik.
Padahal kita tahu pahwa sampah plastik sangat berbahaya tidak hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia. Sampah mencemari air, tanah dan lingkungan. Sampah mengandung zat beracun yang dapat membunuh manusia. Namun, selama mentalitas masyarakat dan pemerintah kita bersikap apatis terhadap masalah sampah, maka sampah akan menjadi ancaman serius bagi masa depan Flores.
Solusi untuk mengatasi masalah sampah, tidak sulit. Mulailah dari kesadaran diri sendiri, dari lingkungan terkecil yaitu rumah tangga, keluarga, hingga lingkungan yang lebih luas. Namun, sejauh ini, belum ada satu daerah kabupaten di Flores yang berkomitmen untuk mengatasi masalah sampah.
Jika keadaan ini dibiarkan, pertanyaan lebih jauh adalah untuk apa ada Pilkada, Pileg, Pilgub dan Pilpres? Bukankah mereka yang diberi mandate oleh rakyat pada pemilu ditugaskan untuk menangani masalah bangsa termasuk masalah sampah ini?
Apa pula arti digelarnya berbagai event pariwisata seperti festival yang hamper diadakan di setiap kabupaten, jika sampah tidak mampu diurus?. Padahal, di belahan dunia lain, penduduk dan pemerintahnya sangat konsern dengan masalah sampah dan kelestarian lingkungan. Tidak demikian, dengan pemerintah dan masyarakat di wilayah ini.
Sampah, kini dan ke depan, akan terus menjadi persoalan dan menjadi ancaman serius keberlanjutan pariwisata di Flores jika tak ada langkah konkrit untuk menanggulangi sampah di wilayah ini. Kekayaan, keindahan alam dan budaya Flores bakal tercemar dan rusak oleh sampah.
Setelah tak ada lagi wisatawan yang datang, tak ada lagi tempat tinggal yang nyaman bagi warga Flores, ketika sungai-sungai tercemar, ketika tanah-tanah pertanian sudah terpapar racun pestisida kimiawi, di saat itu baru kita sadar, betapa pentingnya kebersihan, kelestarian alam dan lingkungan hidup kita.
Penulis adalah pegiat pariwisata tinggal di Maumere