Uskup Mgr. Maksimus Regus : Persekutuan, Partisipasi dan Perutusan
(Hasil Sidang Pastoral Keuskupan Labuan Bajo)

FLORES GENUINE – Sinode uskup-uskup sedunia (2021-2023) dan tahun uubileum 2025 menjadi inspirasi baru dan segar bagi cara hidup menggereja saat ini. Salah satu benang merah dari dua sumber inspirasi tersebut adalah ajakan agar Gereja menjadi sungguh-sungguh sinodal, yakni senantiasa mewujudkan dirinya sebagai tubuh mistik Kristus yang bersatu dalam persekutuan, sebagaimana ditegaskan Rasul Paulus: “Sebab sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan semua anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh ….” (1Kor. 12:12).
Paus Fransiskus menyebut sinodalitas sebagai “jalan yang diinginkan Allah bagi Gereja pada milenium ketiga” (SLMC 1) dan “elemen konstitutif Gereja” (SLMC 5). Dalam semangat sinodal dan yubileum ini, Gereja dipanggil untuk hadir secara relevan tetapi juga signifikan, terutama menjadi saksi pengharapan di tengah dunia.
Dengan kesadaran akan pentingnya cara berada dan perutusan Gereja seperti itu, kami berjumlah 150 orang yang terdiri dari Uskup, Kuria, para Pastor Paroki, Vikaris Parokial, Ketua Dewan Pelaksana Pastoral (DPP), Ketua Dewan Keuangan Paroki (DKP), Pimpinan Lembaga, dan utusan-utusan kongregasi religius se-Keuskupan Labuan Bajo, sungguh-sungguh merencanakan dan mengusahakan perwujudan visi tata kelola pastoral di Keuskupan Labuan Bajo yang bertumbuh dalam semangat sinodalitas, soliditas, dan solidaritas. Sinodalitas mengarah pada tata kelola pastoral yang partisipatif, melibatkan dan mendengarkan semua umat, termasuk mereka yang berada di pinggiran kehidupan.
Soliditas berarti pelayanan pastoral harus berlangsung dalam semangat kolaboratif dan saling mendukung, menciptakan suasana persekutuan yang kokoh dan harmonis di antara semua elemen Gereja. Sementara solidaritas menekankan pentingnya perhatian terhadap kebutuhan mereka yang terpencil dan tersingkir, serta komitmen advokasi terhadap keadilan sosial dan keutuhan alam ciptaan. Dalam semangat solidaritas, Gereja sungguh dapat menjadi saksi pengharapan di tengah tantangan dan keterlukaan dunia. Visi pastoral ini membutuhkan perubahan dalam perspektif, fokus, metode, subjek, bahasa, struktur, dan tujuan agar pelayanan pastoral lebih relevan dan transformatif.
Sidang pastoral ini dilaksanakan dengan metode 3M: yakni Melihat, Menilai, dan Memutuskan. Dalam tahap melihat, kami secara bersama-sama melihat realitas layanan pastoral di Keuskupan Labuan Bajo dalam bidang pengudusan (leitourgia), pewartaan (kerygma), persekutuan (koinonia), pelayanan (diakonia), dan tata kelola. Pada tahap menilai, kami menimba inspirasi biblis, teologis, kanonis dan pastoral perihal tata kelola pastoral yang mengalir dari berbagai narasumber dan berkembang dalam forum diskusi. Selanjutnya, dalam tahap memutuskan, kami secara bersama-sama memilih, menentukan dan merumuskan program dan gerakan pastoral strategis dalam tahun tata kelola pastoral Keuskupan Labuan Bajo tahun 2025.
Konteks pastoral
Dalam semangat sinodal, kami menyimak dan menyadari realitas pastoral yang terjadi di Keuskupan Labuan Bajo selama ini. Realitas pastoral tersebut mencakup lima tugas Gereja, yakni pengudusan, pewartaan, persekutuan, pelayanan, dan tata kelola.
Berdasarkan evaluasi yang muncul dari paroki-paroki tampak beberapa kekuatan sebagai modal layanan pastoral partisipatif di Keuskupan Labuan Bajo. Kekuatan-kekuatan itu mencakup tingginya permintaan umat akan layanan sakramen, pelayanan sakramen yang terjadwal baik, dan partisipasi kelompok rohani mencerminkan kehidupan iman yang hidup di tengah umat. Sementara itu, gerakan/aksi sosial seperti penghijauan, bantuan bencana, dan Aksi Puasa Pembangunan, program pangan bagi keluarga kurang mampu serta pemberian layanan kesehatan yang melibatkan lembaga kesehatan, berjalan dengan baik.
Perencanaan pastoral yang terukur, transparansi keuangan, serta kolaborasi antara pastor paroki dengan DPP dan DKP menegaskan komitmen untuk pelayanan pastoral yang lebih efektif dan kolaboratif.
Selain kekuatan, terdapat juga beberapa kelemahan dalam tata kelola pastoral di Keuskupan Labuan Bajo. Kelemahan-kelemahan itu mencakup kurangnya tenaga pastoral terutama tenaga pastoral tertahbis, minimnya kehadiran umat pada ibadat sabda mingguan tanpa imam dan kurangnya pelayanan sakramental terhadap kelompok rentan, antara lain kaum difabel, Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), lansia, dan lain-lain. Selain itu, katekese hanya dijalankan sesuai jadwal dan materi dari keuskupan, partisipasi umat dalam katekese masih kurang, fasilitator terlatih dan terdidik belum cukup, pendalaman Kitab Suci masih kurang, dan dokumentasi serta publikasi kegiatan pastoral yang belum optimal.
Sementara itu, pendampingan keluarga berdasarkan usia pernikahan juga terhadap keluarga bermasalah belum dijalankan dengan maksimal, pelatihan OMK kurang dilakukan secara berkelanjutan. Data kelompok rentan belum diperbarui secara teratur dan partisipasi umat membantu keluarga yang membutuhkan masih rendah, juga kurangnya perhatian terhadap kaum difabel dan ODGJ.
Demikian juga, perhatian terhadap lingkungan hidup belum menjadi gerakan bersama. Sementara itu, pengelolaan aset, administrasi pastoral, dan dokumentasi kegiatan masih perlu ditingkatkan dan didukung oleh peningkatan kapasitas pelayan pastoral.
Terdapat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pelayanan pastoral. Optimalisasi pelayanan bagi kelompok khusus dan penguatan partisipasi umat di Komunitas Basis Gerejani (KBG) menjadi peluang strategis. Media digital dapat digunakan untuk pewartaan yang lebih luas, sementara pengembangan data kelompok rentan dan program kesadaran lingkungan dapat mendukung dinamika pariwisata yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Pelatihan administrasi, manajemen, serta pastoral keluarga berkelanjutan dan kepemimpinan yang terarah berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan pastoral. Konteks keberagaman agama, budaya dan sosial ekonomi membuka peluang kolaborasi pentahelix (pemerintah, dunia usaha, kampus, media, dan komunitas masyarakat).
Selanjutnya, ada sejumlah tantangan pastoral yang harus dihadapi dengan strategi yang tepat. Kekurangan tenaga pastoral, rendahnya kesadaran umat untuk terlibat aktif, dan keterbatasan sumber daya manusia dalam pewartaan menjadi kendala utama. Konsistensi dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel masih lemah, sementara inisiatif umat terhadap aksi sosial, advokasi keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan belum maksimal. Pendalaman Kitab Suci juga menjadi isu mendesak yang memerlukan perhatian bersama untuk memperkuat iman Gereja dan membangun komunitas gerejani yang lebih tangguh.
Inspirasi Biblis, Teologis, Kanonis dan Pastoral
Komunio dalam Tritunggal: Allah Tritunggal (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) adalah persekutuan yang sempurna dalam cinta dan relasi. Bapa mengutus Putra, dan Roh Kudus merupakan kasih yang mengikat keduanya. Gereja, sebagai umat Allah, dipanggil untuk mencerminkan kehidupan komunio ini. Sebagai tubuh mistik Kristus, Gereja adalah refleksi persekutuan Tritunggal. Relasi antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus menginspirasi model sinodalitas, yaitu partisipasi, dialog, dan kolaborasi di antara umat Allah. Dalam sinodalitas, Roh Kudus adalah prinsip utama yang mempersatukan dan memimpin Gereja. Roh Kudus memberi karunia-karunia yang berbeda-beda untuk membangun tubuh Kristus yang satu dan sama (1Kor. 12:4-7).
Secara kanonis, Gereja menghendaki adanya tata kelola pastoral yang berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar, yakni prinsip adanya kesamaan mendasar (Kan. 208), keberagaman (Kan. 207, § 2), institusional dan tanggung jawab bersama (AG 21; Kan. 680 & 394 §1). Khusus terkait pengelolaan harta benda, secara kanonis dikehendaki agar pengelolaan harta benda Gereja benar-benar berorientasi pada pelayanan demi kepentingan umat beriman, diadministrasikan secara rinci dan rapi, dan dipertanggungjawabkan secara transparan, akuntabel dan kredibel (Kan. 1245-1312). Prinsip-prinsip ini menuntut Gereja untuk memperkuat struktur kelembagaannya (DPP, DKP, komisi-komisi dan keuskupan) dan memastikan diterapkannya prinsip subsidiaritas agar pelayanan pastoral berlangsung efektif dan selaras dengan kebutuhan lokal, serta mendukung partisipasi seluruh umat (GS 41-43; EG 27).
Secara pastoral disadari bahwa Gereja ada dan hadir bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk dunia, yakni “Supaya Dunia Diselamatkan oleh-Nya” (Yoh. 3:17). Oleh karena itu, karya pastoral Gereja tidak terutama untuk dirinya sendiri, tetapi bagi dunia. Gereja pertama-tama adalah Sakramen Keselamatan bagi Dunia (LG 1).
Tujuan utama tata kelola pastoral adalah mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Gereja berperan sebagai sarana keselamatan, yang “bergerak ke luar” (EG 24) untuk membawa pesan cinta kasih, keadilan, dan perdamaian kepada seluruh umat manusia dan alam ciptaan. Hal ini sejalan dengan misi Kristus yang datang untuk mewartakan Kerajaan Allah dan mengajak semua orang untuk bertobat serta percaya kepada Injil (EN 8).
Subjek pelaksana karya pastoral adalah seluruh umat Allah baik klerus, religius, maupun awam memiliki tanggung jawab bersama dalam melaksanakan misi Gereja. Melalui baptisan, semua umat dipanggil untuk mengambil bagian dalam misi imamat, kenabian, dan rajawi Kristus (EG 27-30). Sementara klerus (uskup, imam, dan diakon) serta religius menjalankan peran sebagai pemimpin, pendamping, dan pembimbing rohani umat.
Tugas mereka meliputi pengajaran (fungsi profetis), perayaan sakramen (fungsi imamat), dan pengorganisasian komunitas (fungsi rajawi) (LG 23-29). Keterlibatan aktif klerus dalam mempersiapkan dan memberdayakan umat awam menjadi salah satu prioritas dalam pelayanan pastoral (CPCP 35).
Agen pastoral juga mencakup kelompok kategorial seperti katekis, aktivis komunitas basis, dan kelompok pelayanan liturgis. Mereka memainkan peran spesifik dalam memastikan pelayanan pastoral menjangkau setiap lapisan umat sesuai kebutuhan masing-masing (CPCP 94).
Program dan Gerakan Pastoral
Berdasarkan konteks pastoral yang telah direfleksikan bersama dan dengan inspirasi biblis, teologis, kanonis dan pastoral, kami hendak mengupayakan capaian tata kelola pastoral tahun 2025 di Keuskupan Labuan Bajo
Pertama dimensi pengudusan: pengembangan dan peningkatan partisipasi dan kesadaran akan sakralitas perayaan liturgi melalui: katekese sakramen, pelatihan petugas liturgi dan penggunaan TPE terbaru (2020), pengaturan pembatasan penggunaan Handphone (HP) di dalam Gereja, pemasangan pamflet (standing banner) terkait hal-hal yang tidak boleh ada dan dilakukan dalam Gereja.
Kedua dimensi persekutuan: Optimalisasi pastoral keluarga, pastoral anak-anak, remaja, dan orang muda melalui: pendataan keluarga-keluarga rentan (keluarga migran, keluarga bermasalah, dan lain-lain), konseling keluarga muda, pelatihan pola asuh anak, pemberdayaan tenaga pastoral keluarga, pemberdayaan tim pendamping pastoral anak, pastoral remaja dan pastoral orang muda, dan pendampingan berkelanjutan terhadap anak-anak, remaja, dan orang muda.
Ketiga dimensi pewartaan: Optimalisasi pelaksanaan katekese dengan dukungan personalia yang memadai baik dalam hal jumlah maupun keandalan melalui: perekrutan fasilitator katekese yang terlatih dan terdidik, pemberdayaan fasilitator katekese, penyelenggaraan Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP), dan pemberdayaan OMK untuk menjadi pewarta melalui media sosial.
Keempat dimensi diakonia: Pastoral pariwisata yang berkeadilan dan berkelanjutan, melalui pendampingan terhadap masyarakat lokal, kelompok tani dan UMKM, serta pelaku pariwisata; edukasi ekologis terhadap masyarakat; penguatan layanan karitatif untuk kelompok rentan (difabel, ODGJ, lansia, dan keluarga migran).
Kelima dimensi tata kelola antara lain pertama Pengelolaan aset Gereja (bergerak dan tak bergerak) secara kredibel, transparan dan akuntabel melalui: inventarisasi aset, sertifikasi tanah, pemanfaatan aset, audit keuangan secara berkala, dan pelatihan tim pengelola aset; Kedua Pemetaan kebutuhan pastoral melalui identifikasi kebutuhan pastoral; analisis strategi pastoral; restrukturisasi KBG, stasi, dan paroki. Ketiga formasi berkelanjutan untuk kepemimpinan pastoral melalui penyelenggaraan hari studi, on going formation, dan pelatihan tenaga-tenaga pastoral. Keempat Penyusunan pedoman karya pastoral untuk kuria dan dewan-dewan keuskupan, lembaga, dan paroki. Kelima Penguatan partisipasi biarawan-biarawati dalam reksa pastoral paroki dan keuskupan.
Selain program-program pastoral tersebut, juga berkomitmen melakukan sejumlah gerakan bersama yaitu pertama Gerakan satu kevikepan satu Gereja dan Gua Maria untuk ziarah yubileum: (1) Keuskupan: Gereja Katedral Roh Kudus Labuan Bajo dan Gua Maria Golo Koe. (2) Kevikepan Labuan Bajo: Gereja Paroki Rekas dan Gua Maria Wae Lia. (3) Kevikepan Wae Nakeng: Gereja Paroki Orong dan Gua Maria Imaculata Pong Rojo Pumpung Paroki St. Yosef Pekerja Lengkong Cepang. (4) Kevikepan Pacar: Gereja Paroki Ranggu dan Gua Maria Penolong Abadi Pacar.
Kedua gerakan berbagi berkat untuk kelompok rentan: (1) Keuskupan: Panti St. Damian Binongko dan Rumah Aman Labuan Bajo. (2) Kevikepan Labuan Bajo: Kunjungan rumah kaum difabel. (3) Kevikepan Wae Nakeng: Advokasi dan perlindungan terhadap anak (4) Kevikapan Pacar: Kunjungan orang sakit. (5) Paroki: Ditentukan sendiri.
Gerakan peduli lingkungan: pengelolaan sampah, konservasi hutan, mata air, dan pantai, gerakan satu keluarga satu Kitab Suci, gerakan misa Hari Orang Sakit Sedunia (9 Februari 2025), gerakan memfasilitasi pasangan/keluarga-keluarga bermasalah yang belum menerima sakramen perkawinan, gerakan Jumat Tobat: Melayani pengakuan pribadi setiap hari jumat, gerakan satu paroki dengan lima komunitas kategorial, gerakan paroki siaga untuk ibu hamil dan bayi, gerakan paroki dan keuskupan ramah anak
Penutup
Marilah dalam semangat Ut Mundus Salvetur Per Ipsum kita bersama-sama mewujudkan visi tata kelola Gereja Lokal Keuskupan Labuan Bajo yang sinodal, solid, dan solider sebagai tanggapan nyata atas panggilan iman dan tantangan zaman.
Dengan semangat sinodalitas, kita melibatkan seluruh umat untuk membangun persekutuan yang kokoh dan harmonis. Melalui kolaborasi yang solid, kita perkuat pelayanan pastoral yang transformatif dan inklusif. Dalam solidaritas, kita hadir secara signifikan untuk mereka yang terpinggirkan, serta menjadi saksi pengharapan di tengah dunia.
Labuan Bajo, 16 Januari 2025
Dalam Persaudaraan Sinodal Sidang Pastoral Post-Natal
Uskup Labuan Bajo
Mgr. Maksimus Regus.* [vin/fgc]