Kabupaten Manggarai Barat, di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dianugerahi keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu diantaranya adalah varanus komodoensis atau binatang komodo, satu-satunya hewan purba nan langka yang masih tersisa di muka bumi ini.
Binatang komodo merupakan keluarga dinosaurus yang menjadi salah satu obyek wisata terkemuka di dunia. Manggarai Barat memilik geodiversity yang sangat menarik, sebut missal, batu balok di Pulau Rinca, Nggorang, Merombok dan Watu Umpu di Kecamatan Welak, batuan berbentuk meja di Warloka, stalaktit dan stalagmite di beberapa gua alam termasuk gua batu cermin, danau Sano Nggoang, istana ular di Kecamatan Welak dan masih banyak lagi.
Geodiversity atau keanekaragaman geologi merupakan keragaman komponen geologi yang dapat mewakili proses evolusi geologi (kebumian) pada suatu kawasan. Keanekaragaman geologi tersebut dapat menjadi kekayaan hakiki yang dimiliki oleh suatu daerah.
Ada beberapa unsur geodiversity antara lain : mineral, sedimen, fosil, tanah dan air. Dari sisi bentuk, fenomena geologi memiliki berbagai variasi, mulai dari kawasan yang memiliki keindahan bentang alam (landscape) pada permukaan bumi, seperti gunung, lembah, sungai, danau dan telaga, hingga singkapan berbagai jenis batuan langka, singkapan batuan berfosil langka dan fenomena spektakuler lainnya di bawah permukaan kawasan kars seperti stalaktit, stalagmit, batu aliran, dan sebagainya.
Fenomena alam geologi tersebut merupakan jejak dari proses kebumian yang berkaitan dengan sejarah pembentukan bentang alam yang mengandung nilai ilmiah kebumian (geologi) dan keunikan yang merupakan warisan alam geologi (geoheritages), baik dalam skala lokal, regional, nasional maupun dunia. Kekayaan inilah yang perlu dijaga kelestariannya.
Kawasan Nasional Komodo (TNK) dan binatang purba komodo memang telah lama ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam hayati. Namun, sejauh ini masyarakat dan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, belum banyak berbuat untuk menjaga dan melestarikan wilayah ini, terutama sejak Manggarai Barat ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan destinasi wisata super prioritas.
Branding kepariwisataan Manggarai Barat yaitu west Flores Komodo and so much more. Di mana branding ini memberikan gambaran bahwa selain varanus komodoensis, Manggarai Barat dan Pulau Flores umumnya, masih memiliki beraneka ragam obyek wisata yang perlu dikemas dalam berbagai paket kepariwisataan.
Regulasi Terkait Konservasi Geodiversity dan Geopark
Secara nasional ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang konservasi geodiversity dan geoprak ini yaitu: Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam.
Namun, Peraturan Pemerintah yang cukup relevan terkait dengan judul di atas adalah PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, di mana pada pasal 52 ayat (5) menyebutkan bahwa kawasan lindung geologi meliputi : a) kawasan cagar alam geologi, b) Kawasan rawan bencana alam geologi, c) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Lebih lanjut, di dalam pasal 53 ayat (1) menyebutkan bahwa kawasan cagar alam geologi meliputi : 1) Kawasan keunikan batuan dan fosil, 2) Kawasan keunikan bentang alam, 3) Kawasan keunikan proses geologi.
Konsep Geopark merupakan konsep pemanfaatan geodiversity dalam konteks kewilayahan. Konsep ini merupakan konsep yang dipromosikan oleh UNESCO tahun 2000 dan telah banyak diterapkan di beberapa negara Eropa dan China.
Dengan kata lain, geopark merupakan konsep menejemen pengembangan kawasan secara berkelanjutan yang memadu-serasikan antara tiga keragaman alam yaitu geodiversity, biodiversity dan cultural diversity.
Selain itu, geopark juga merupakan konsep pengembangan kawasan, di mana beberapa potensi geoheritage yang terletak berdekatan pada suatu wilayah tertentu perlu dibangun dan dikelola dengan cara mengintegrasikan prinsip-prinsip konservasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Pilar Pengembangan dan Pemanfaatan Geopark
Ada 3 (tiga) pilar pengembangan geopark yakni: pertama, geodiversity berupa keunikan batuan dan fosil, bentang alam dan proses geologi. Ada dua contoh menarik di Manggarai Barat terkait geodiversity, selain yang telah disebutkan di atas, ada sebuah perahu yang telah membatu yang terdapat di wilayah pedalaman di Wae Jare, Kecamatan Mbeliling.
Letak perahu tersebut sekitar ± 500 m di atas permukaan laut atau ± 40-an Km dari pinggir pantai. Selain itu, Danau Sano Nggoang yang terletak pada ketinggian ± 650 m di atas permukaan laut. Terdapat mata air panas yang ada di pinggir Danau Sano Nggoang. Air panas ini mengandung garam yang cukup tinggi. Kandungan garam yang cukup tinggi, kemungkinan terbentuk dari air fosil atau air formasi.
Secara sederhana dapat diungkapkan bahwa air fosil atau air formasi adalah air laut yang terjebak pada batuan pegunungan pada saat terjadinya proses geologi (kebumian). Ada dua kemungkinan terjadinya proses tersebut yakni : air laut turun atau bumi bergerak naik ke atas sehingga air laut terjebak pada batuan di pegunungan.
Dengan demikian, kemungkinan ribuan atau jutaan tahun yang lalu, Labuan Bajo atau wilayah Manggarai masih berada di dasar lautan. Tentu dibutuhkan kajian atau penelitian lebih jauh terhadap proses terjadinya air fosil di Danau Sano Nggoang dan parahu yang membatu di Wae Jare. Kedua fenomena alam ini dapat memberi informasi tentang proses terjadinya Pulau Flores atau Manggarai khususnya di masa lampau.
Kedua, biodiversity atau keanekaragaman biologi. Manggarai Barat memiliki biodiversity yang sangat tinggi. Selain terdapat varanus komodoensis, ditambah biodiversitas terumbu karang di TNK, burung-burung endemic Flores yang banyak terdapat di hutan Mbeliling, hutan Sesok istana ular di Kecamatan Welak, Toro Manta atau ikan pari berukuran besar dan berbagai jenis ikan yang hidup di perairan Manggarai Barat. Termasuk belasan gua di kawasan TNK yang menjadi tempat bersarangnya burung wallet.
Ketiga, cultural diversity atau keanekaragaman budaya. Manggarai pada umumnya memiliki keanekaragaman budaya (heritage) yang diwariskan dari para leluhur. Sebut missal permainan caci, desain pembagian sawah berbentuk sarang laba-laba, bangunan rumah adat yang memiliki keterkaitan dengan gendang, compang (termpat peribadatan tradisional yang berbentuk bulat dan terdapat di tengah kampung), kuburan tua dan lahan garapan serta masih banyak budaya lainnya yang perlu diteliti lebih lanjut agar dapat dikembangkan sebagai salah satu penopang geopark.
Konsep pemanfaatan geodiversity perlu didukung dengan tiga hal yaitu: Pertama, regulasi dan kebijakan yang jelas dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Regulasi sangat penting terutama dari sisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik nasional maupaun daerah.
Saat ini Pemerintah daerah (Pemda) sedang dalam proses penyelesaian RTRW Manggarai Barat, sehingga sangat diharapkan agar perlu mempertegas kawasan lindung geologi yang terdapat di Manggarai Barat di dalam RTRW tersebut.
Pemerintah pusat telah menetapkan Manggarai Barat sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional. Artinya, pemerintah pusat telah memberikan peluang bagi Manggarai Barat untuk mengatur lebih rinci di dalam RTRW tentang apa saja yang perlu dibangun di wilayah pesisir, apa yang perlu dibangun di wilayah kepulauan, di Kota Labuan Bajo, di Bandar Udara Komodo, di Danau Sano Nggoang, Istana Ular, Batu Cermin, Lembor dan wilayah lainnya.
Pemerintah pusat dan daerah wajib menyelesaikan semua regulasi dan kebijakan yang lebih memadai, Namun, hingga kini pemerintah belum merumuskan kebijakan pembangunan kepariwisataan yang lebih holistik dan sistemik. Semuanya masih berjalan sendiri-sendiri dan bersifat partial.
Kedua, ketersediaan infrastruktur wilayah yang memadai. Kepariwisataan tidak akan berkembang tanpa didukung dengan infrastruktur wilayah. Infrastruktur wilayah harus memiliki daya saing tinggi. Pada umumnya, investor akan pergi menanamkan modalnya pada daerah yang infrastruktur wilayahnya berdaya saing tinggi. Ketersediaan infrastruktur adalah salah satu tugas pokok pemerintah.
Ketiga, capacity building dan community development. Pemberdayaan masyarakat lokal merupakan satu aspek penting guna mendukung geopark. Masyarakat lokal harus memiliki skill agar mampu bersaing dengan para pendatang yang biasanya memiliki skill yang tinggi.
Tugas lain pemerintah daerah adalah memberikan pengawasan control terhadap pemberdayaan masyarakat local dan mengalokasikan anggaran yang untuk meningkatkan skill masyarakat serta mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh tahapan pembangunan. Tiga pilar di atas merupakan jaminan soksesnya pengembangan geopark.
Perkembangan Global Geopark dan Pengalaman Salah Satu Geopark di China
Sejak tahun 2000, UNESCO telah mempromosikan konsep pemanfaatan geodiversity dalam konteks kewilayahan. Ada banyak Negara Eropa dan China, termasuk Indonesia telah menerapkan konsep dari UNESCO tersebut.
Namun, hingga kini belum satu pun geopark di Indonesia yang telah menjadi Global Geopark Network (GGN). Ada tiga geopark di Indonesia yang sudah diusulkan ke UNESCO untuk mendapatkan approval sebagai anggota GGN yakni : Geopark Gunung Rinjani di NTB, Geopark Gunung Batur dan Geopark Pacitan di Jawa Timur.
Diharapkan ketiga geopark tersebut mendapatkan approval dari UNESCO. Sementara itu, terdapat empat geopark lainnya di Indonesia yang masih dalam tahap perencanaan yakni : Geopark Merangin, Geopark Raja Ampat, Geopark Maros dan Geopark Sangkurilang – Mangkalihat. Diharapkan keempat geopark tersebut dapat segera diusulkan ke UNESCO untuk mendapatkan approval.
Sedangkan posisi geodiversity di Manggarai Barat masih dalam tahap konsepsi dan dalam proses pembahasan Memorandum Of Understanding (MOU) antara Badan Geologi pada Kementerian ESDM dan Gubernur NTT. Diharapkan MOU tersebut segera ditandatangani. Setelah itu, MOU tersebut perlu dirumuskan lebih rinci ke dalam perjanjian kerja sama antara badan geologi dengan pemerintahan daerah.
Diharapkan pula dukungan politis maupun teknis dari semua pihak agar MOU dan perjanjian kerja sama tersebut segera ditandatangani dan dilaksanakan sehingga geodiversity, biodiversity dan cultural diversity yang ada dapat ditindaklanjuti dan diusulkan menjadi salah satu National Geopark sebelum diusulkan lebih lanjut ke UNESCO untuk dapat menjadi anggota GGN.
Hingga kini sebanyak 77 geopark yang telah menjadi anggota GGN dan tersebar di 25 negara di dunia. Dari 77 geopark, China memiliki geopark terbanyak dengan 25 geopark yang telah menjadi anggota GGN, diikuti Italia 7 geopark, negara persemakmuran 7 geopark, Jerman 5 geopark, Spanyol 5 geopark, Malaysia 1 geopark yakni Langkawi dan masih banyak negara yang lainnya.
Sementara Indonesia masih dalam proses pengusulan ke UNESCO untuk mendapatkan approval. Ada banyak keuntungan, jika menjadi anggota GGN, karena sebagian besar wisatawan dunia selalu berkunjung ke geopark yang telah menjadi anggota GGN.
Sebagai sebuah ilustrasi, geopark di China yakni Yuntaishan Geopark. Tahun 2000 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yuntaishan geopark berjumlah ± 200.000 wisatawan dengan devisa ± US $ 3 juta. Setelah empat tahun yakni tahun 2004, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yuntaishan geopark meningkat menjadi 1,25 juta wisatawan dengan devisa menjadi ± US $ 90 juta. Dalam waktu 4 tahun telah dibangun 400 hotel bintang lima dan restaurant baru, ditambah dengan pembangunan 250 home stay.
Bayangkan saja, jika dalam waktu 5 atau 10 tahun yang akan datang, Manggarai Barat dikunjungi oleh ± 500 ribu sampai 1 juta wisatawan per tahun, maka akan terjadi aktivitas pariwisata dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi di Manggarai Barat.
Namun jika Manggarai Barat hanya mengandalkan komodo dan TNK saja, maka cukup sulit mendapatkan angka ± 500 ribu sampai 1 juta kunjungan ke pulau Komodo. Pasalnya, daya tampung Komodo sangat terbatas. Namun, jika dipadukan dengan konsep geopark, maka angka ± 500 ribu sampai 1 juta wisatawan per tahun dapat dikelola dengan mudah.
Dengan demikian, length of stay dan jumlah pengeluaran per wisatawan pasti semakin meningkat. Asumsinya, rerata length of stay per wisatawan menjadi 7 hari (dari 5,3 hari tahun 2008) dan rerata pengeluaran menjadi US $ 100/hari dan jumlah wisatawan ± 1 juta per tahun, maka jumlah uang (devisa) yang beredar di Manggarai Barat adalah 7 X US $ 100 X 1 juta wisatawan = ± US $ 700 juta/tahun. Jumlah uang tersebut langsung dinikmati masyarakat sebagai kontribusi sektor kepariwisataan pada PDRB Manggarai Barat.
Oleh karena itu, jika skenario geopark berjalan lancar, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah peningkatan skill masyarakat lokal. Jawaban untuk ini, ada pada kebijakan alokasi anggaran pada APBD Manggarai Barat setiap tahun.
Masyarakat perlu melakukan kontrol yang ketat terhadap kebijakan alokasi anggaran, yang terkait dengan peningkatan pemberdayaan masyarakat. Berikut, perlu antisipasi yang ketat pada kebijakan RTRW Manggarai Barat, termasuk RTRK Labuan Bajo.
Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah penduduk (inmigration) di Manggarai Barat, khususnya Labuan Bajo, sangat tinggi. Dengan berbagai problema kependudukan yang semakin kompleks maka pemerintah perlu antisipasi sejak awal.
Selain itu, pemerintah perlu menggiatkan agrowisata atau agrobisnis guna memotong mata rantai kebutuhan sandang-pangan yang sebahagian besar didatangkan dari luar daerah. Sudah saatnya kita melihat masalah kepariwisataan di Manggarai Barat secara lebih holistik dan sistemik.* [Kornelis Rahalaka]