“Pemimpin yang dicintai rakyatnya akan lama bertahan di hati rakyatnya, walau ia dikritik habis-habisan oleh lawan politiknya. Bahkan ia tetap dicintai walau ia kadang juga membuat kesalahan dalam kebijakannya, sejauh rakyat meyakini bahwa niat pemimpin itu baik-baik saja.”
Ini kutipan yang terkenal dari Mahatma Gandhi. Sang Mahatma menjelaskan pentingnya menjadi pemimpin yang dicintai dan memelihara niat baik. Kutipan ini pula yang kita ingat ketika mencoba memahami situasi Jokowi akhir-akhir ini. Survei LSI Denny JA baru saja selesai untuk akhir November 2023 dan awal Desember 2023.
Terlihat di sana kepuasan publik kepada Jokowi masih sangat-sangatlah tinggi, di angka 79,1%. Ini angka yang sangat kuat sekali padahal lebih dari sebulan ini, begitu banyak hantaman bertubi-tubi kepada Jokowi.
Bagaimana kita memahami fenomena ini? Kita mulai dari berita, rentetan berbagai kritik yang dialamatkan kepada Jokowi.
Pertama, kritik dari Ganjar Pranowo, Calon Presiden dari partai Jokowi sendiri PDIP. Ini yang menjadi judul berita: “Ganjar Mulai Sering Serang Jokowi.”
Lebih keras lagi, judul berita ini: “Megawati Serang Jokowi Kenangan Orde Baru Kembali Dibuka Penguasa.” Tak tanggung-tanggung kritik Megawati yang frontal, sebagai ketua umum PDIP, partai Jokowi sendiri.
Tak hanya dari PDIP, ini juga judul berita keras lain: “Blak- Blakan Mantan Ketua KPK Sudutkan Jokowi.” KPK pun ikut mengkritik Jokowi, bukan lembaganya tapi mantan ketuanya.
Hantaman juga datang dari media. Ini contohnya dari majalah Tempo: “Dinasti Politik Jokowi Menghancurkan Demokrasi.” Majalah Tempo memilih sikap menjadi aktivis, mengeritik Jokowi secara beruntun dan bertubi-tubi.
Bahkan juga sebagian Civil Society ikut mengeritik, seperti judul berita ini: “Mengapa Civil Society Sangat Kritis Kepada Jokowi?”
Namun apa yang terjadi? Jokowi tetap populer di mata mayoritas rakyatnya, secara agregat. Approval ratingnya masih 79,1%, di akhir November, setelah lebih dari 40 hari ia dikritik habis-habisan.
Bahkan terjadi efek elektoral yang kuat sekali kepada pengeritik utamanya. Yaitu eksodus dari para pendukung Jokowi yang pergi dari Ganjar Pranowo dalam jumlah besar.
Pendukung militan Jokowi memberi respon cukup dengan memindahkan dukungan, dari Ganjar ke Prabowo atau ke Anies Baswedan.
Ini ikut menjelaskan mengapa elektabilitas Prabowo terus menerus naik, elektabilitas Anies juga terus-menerus naik. Sementara elektabilitas Ganjar merosot drastis, dan sedikit lagi akan dilampaui oleh Anies Baswedan.
Mengapa Jokowi tetap populer setelah dihantam sana dan sini?
Pertama, hubungan Jokowi dengan sebagian besar pendukungnya sudah sangat emosional. Ini hubungan yang sudah terbina panjang sejak lama.
Jokowi menjadi walikota dua periode, gubernur dan presiden juga dua periode. Sudah lebih dari 20 tahun hubungan batin ini terbina dan terus terjaga.
Hubungan emosional yang panjang ini tak mudah digerus oleh informasi rasional yang datang belakangan.
Kedua, banyak program Jokowi sebagai presiden yang memang dirasakan manfaatnya. Walau informasi yang kritis itu masuk akal, ia dikalahkan kesan publik luas atas program positff Jokowi yang lain.
Yang termasuk populer adalah program BPJS untuk kesehatan. Kepuasan publik luas atas asuransi kesehatan yang dikembangkan di era Jokowi ini sangatlah nyata. Survei menunjukkan peningkatan kepuasan publik pada program BPJS ini, dari tahun ke tahun.
Ketiga, Jokowi pun terus merawat pendukungnya. Ia tetap rutin berjumpa dengan para relawannya, yang sejak 10 tahun lalu membantunya. Jokowi juga masih rajin pergi ke daerah-daerah, bertatap muka dengan rakyat banyak, ke NTT bahkan ke Papua.
Jokowi pun intensif juga menurunkan bantuan sosial terutama ketika ia melihat rakyat banyak sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Keempat, yang juga penting, respon elegan Jokowi ketika ia dikritik. Misalnya ketika Megawati mengritiknya, lalu dikonfirmasi oleh media padanya, Jokowi tenang dan senyum saja, dan mengatakan: “Saya tak ingin menanggapi.”
Ini justru membuat simpati mayoritas publik datang padanya. Jokowi haters tentu hadir, sebanyak 20 persen. Tapi Jokowi lovers lebih banyak lagi, sebesar 79,1 persen.
Jokowi tetap populer dan juga memberikan efek elektoral positif kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang teridentifikasi padanya. Dalam hal ini, itu adalah Prabowo dan Gibran. [Sumber : Transkripsi Video Denny JA]