FLORESGENUINE.com- Memasuki lapangan bola sepak Seminari Pius XII Kisol pada Selasa (24/7/2024) jelang senja, mataku seolah tak sanggup berkedip. Pandangan “liar” berselancar menjangkau pada hijaunya daun pohon-pohon ditingkah semilir. Angkuhnya Puncak Wolo Lando berlumur lumut-lumut hijau tua. Pun punggung Wolo Ndeki yang memancarkan aura keteduhan.
Sedang di birunya langit awan putih tipis-tipis menggelayut merayap pelan. Deretan undangan berteduh manis manja di bawah naungan tenda. Siswa seminari dan siswa-siswi sekolah seputar bilangan Kisol, Tanah Rata berbaris sangat rapih. Semua pemandangan ini disapu lensa mata. Emosi jiwa melompat-lompat pada pusat-pusat indahnya indah di senja itu.
Ah.. Lembah Kisol, panoramamu sungguh memesona, menusuk getar-getar rindu dan gelora semangat hingga membuai emosi ingin di jiwa. Semua rima dan nuansanya berputar-putar melebur. Berpagut satu pada nuansa-nuasa prosesi Launching Festival Lemba Sanpio, Maria Bunda Segala Bangsa.
Lembah Kisol di hari ini, sedang dengkur lelap dalam hangat. Tak ada rinai yang mengusik. Tak ada godaan alam yang merisaukan. Pelukan alam sungguh akrab. Semesta hadir dalam caranya. Mentari sudah matang, menjelang rapat ke arah barat. Persis di waktu itulah lonceng acara Launching Festival Lembah Sanpio dirayapentaskan.
Hadir dalam rangkaian acara bernapas religius ini, Vikaris Jendral Episcopal Keuskupan Ruteng, Rm. Alafons Segar, PR, Penjabat Bupati Manggarai Timur, Boni Hasudungan Siregar beserta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Setda Matim. Tokoh-tokoh adat Rongga, bapak dan ibu guru serta undangan lainnya.
Festival bernyawa wisata religus mempertegas peradaban dan kualitas hidup para penghuni yang bermukim di petak-petak persemaian calon gembala umat itu. Gugus harap dan ingin membuncah pada ritme acara yang satu dengan acara yang lainnya. Lembah Sanpio di senja itu sedang “memproklamasikan” kebajikan hidup terhadap alam, budaya dan lintas sejarah kehidupan yang menghidupkan.
Karena itu narasi-narasi tentang alam dan realitas keniscayaan kepada alam dilantunmazmurkan secara bernas oleh beberapa siswa seminari. Mereka seolah-olah sedang meratapi nasib alam akibat egosime manusia. Tidak itu saja, penggalan bait-bait narasi bernada puitik dari calon pastor itu mengafirmasi pesan sosial kepada peserta yang hadir. Pun aplikasi pastoral kepada umat manusia seluruhnya.
Lebih lanjut dalam nada yang sama dipertegas lagi oleh Rm. Marthin Cen, Pr saat berlangsung ibadat ekologis. Rm. Marthin memimpin ibadat tersebut didampingi Praeses Seminari Kisol, Rm. Very Warman, Pr. Dalam lirik-lirik kotbah yang diselingi nyanyian dan pujian, Rm. Marthin Cen mengafirmasi makna terdalam festival religius yang bakal berpuncak pada tanggal 4-8 Septermber 2024 mendatang.
Mengacu tema pastoral Keuskupan Ruteng, “Ekologis Integral Harmonis, Pedagogis dan Sejahtera”, Rm. Chen, demikian sapaan karibnya membuka cakrawala pemahaman semua peserta yang hadir. Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng ini mengelobarasi pesan moral sosial tentang kisah penciptaan alam semesta.
Beliau menganasir episode demi episode bagaimana Sang Khalik menciptakan alam semesta itu. Lalu dijabarkan dalam pesan penuh ajakan untuk menghormati dan mencintai alam. Peserta yang hadir pada acara launching ini sungguh merasakan daya sengat atas tafsir naskah suci tersebut.
Rm. Marthin Cen, Pr menegaskan kisah penciptaan Tuhan ibarat tahapan membangun rumah. Mulai dari fundasi rumah, kerangka rumah, atap rumah dan segala isi perabotnya. Analogi sederhana ini memanivestasikan bagaimana proses Allah menjadikan laut dan daratan, langit dan bumi, siang dan malam, alam beserta isi perut jagat raya ini. Babak demi babak kisah penciptaan Allah diterjemahkan dalam alur yang menyapa dan menggugah peserta.
Oleh karena itu kepada manusia makhluk bernapas, berakal dan berbudi, wajib menempatkan alam semesta beserta isinya secara layak, wajar dan berakhlak. Sebab alam lingkungan bukan sebatas obyek tetapi sekaligus subyek. Alam lingkungan adalah ibu kehidupan.
Alam tidak pernah mencidrai dirinya sendiri. Alam dalam seluruh pesonanya ada apanya untuk ada-ada yang lain. Untuk menjamin sirkulasi dan jalinan keberuntungan. Sayangnya manusia bermental nggarong dan apatis, seenak perut mencidrai lingkungan, memperkosa keutuhan ciptaan Tuhan. Dan ini semua bermula dari akal manusia itu sendiri.
Launching Festival Lembah Kisol, Maria Bunda Segala Bangsa yang dikemas rapat dengan pesan biblis itu menjadikan peserta yang hadir tergiring shyadu, merenung diam, menimbah kekayaan maknanya. Ada butir-butir kenang, ada doa dan harapan. Ada spirit eskatologisnya.
Pada perayaan puncak pada tanggal 4-8 September 2024 mendatang kita akan menuai butir-butir adab nan segar dan menghangatkan, maka banjirilah. Sebab ada energi positif yang bakal ditawarkan dari ladang persemaian gembala itu. Dan kita memagut dalam-dalam pada sudut batin kita. [Kanis Lina Bana]