PARIWISATA

400 Hektar Hutan Nggorang Bowosie, Pengembangan Pariwisata Berkualitas

Oleh Kornelis Rahalaka [Labuan Bajo]

Presiden Jokowi telah menetapkan pembentukan Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2018. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sebuah badan pelaksana yang merupakan satuan kerja dibawah kementerian pariwisata dibentuk pada tahun 2019 sebagai Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo, Flores (BPOLBF).

Badan ini dibentuk guna mendorong percepatan pembangunan pariwisata dengan dua fungsi utama yakni fungsi koordinatif dan otoritatif. BPOLBF menjalankan mandat di kawasan pariwisata yang meliputi 11 wilayah kabupaten di Flores, Alor, Lembata dan Bima (Floratama).

Dalam Perpres tersebut juga mengatur tentang perubahan status dan pemanfaatan 400 hektar hutan Nggorang Bowosie. Sedikitnya 136 hektar akan diberikan hak pengelolaan kepada BPOLBF, sementara sisanya akan dikelola melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Pemanfaatan Jasa Lingkungan (PBPH-JL) sebagai wisata alam.

BPOLBF bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Keparekraf) diberi mandat untuk melakukan pengembangan kawasan tersebut sebagai kawasan pariwisata berkualitas yang terintegrasi dengan Taman Nasional Komodo (TNK), kawasan pariwisata kota Labuan Bajo, serta kawasan pariwisata lainnya. Tujuan tentu saja untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Harap diketahui bahwa sebagian dari 400 hektar lahan tersebut telah ditetapkan ijin prinsip dan dispensasi pembangunannya sebagai bagian dari proses pelepasan kawasan hutan untuk Areal Penggunaan Lain (APL) yakni seluas 135.22 yang dikelola BPOLBF. Sedangkan sebagian lainnya sedang dalam proses ijin PBPH-JL seluas 264 hektar.

Menurut rencana, pengembangan kawasan wisata ini akan dibagi dalam empat zona yang meliputi zona cultural district, adventure district, wildlife district, dan leisure district. Pembangunan kawasan itu sendiri akan mengedepankan prinsip berkelanjutan sesuai peraturan perundangan dengan luas area yang terbangun yakni 10% untuk area PBPH-JL dan 17% untuk area APL.

Sesuai desain awal disebutkan, pada zona cultural district yaitu seluas 114,73 hektar akan dikembangkan beragam atraksi dan fasilitas destinasi seperti pusat budaya, pusat penelitian pariwisata, hotel, galeri bajo 360O, kampung UMKM,  dan atraksi lain guna mendukung pariwisata.

BACA JUGA:  Hutan Mbeliling, Surga bagi Para Pelancong

Kemudian, di zona kedua leisure district seluas 63,59 hektar, direncanakan pembangunan seluas 6,79 hektar. Rencana pembangunan meliputi resor khusus, kapel, bukit doa hingga area untuk hiking di hutan.

Sedangkan di zona ketiga wildlife district seluas 89,25 hektar. Di area ini direncanakan seluas 10,2 hektar akan dibangun restoran, kebun binatang mini, hingga outdoor teater dan balai observasi alam.

Sementara itu, pada zona keempat adventure district seluas mencapai 132,43 hektar, akan dibangun pada lahan 10,2 hektar peruntukan hotel, penginapan glamping, area wisata goa, hingga sarana transportasi seperti kereta gantung, ruang hijau publik, dan jalur sepeda lintas hutan.

Untuk pembangunan infrastruktur di kawasan hutan Bowosie, BPOLBF telah menyelesaikan proses Amdal dan telah mendapatkan izin lingkungan hidup dari Pemkab Manggarai Barat Nomor DPMPTSP.503.660/018/VII/2021 Tanggal 29 Juni 2021. Demikian pula Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2012 dan Draft Materi Teknis Revisi RTRW Kabupaten Manggarai Barat telah menetapkan kawasan hutan Nggorang Bowosie yang merupakan wilayah pengembangan BPOLBF sebagai kawasan hutan produksi bukan sebagai kawasan lindung.

BACA JUGA:  LPEI dan PT BCA Kucurkan Rp1,05 Triliun Bangun Marina Labuan Bajo

Pemanfaatan hutan produksi dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK  yang mengatur agar segala pemanfaatan kawasan hutan berprinsip dan akan mempertahankan fungsi ekologis dari area hutan tersebut.

Pengembangan kawasan otorita pariwisata BPOLBF di area hutan produksi terbilang masuk dalam prinsip keberlanjutan lingkungan hidup karena dalam rencana pembangunan ditetapkan koefisien dasar bangunan dan luas area terbangun sangat rendah di setiap zona, guna mendukung fungsi ekologi kawasan hutan tersebut.

Adapun rincian persentase pengembangannya adalah sebagai berikut:

– Zona Budaya 18,90 % dari 114,73 Ha

– Zona Santai 10,68% dari 63,59 Ha

BACA JUGA:  Merajut Golo Mori Menuju Desa Berdaya, Tangguh dan Berkelanjutan

– Zona Alam 11,43% dari 89,25 Ha

– Zona Petualangan 7,94 % dari 132,43 Ha.

Secara keseluruhan dari 400 Ha lahan BPOLBF, hanya akan dikembangkan sebesar  49,2 Ha (atau sebesar 12,3 %) dengan sisa luasan dicanangkan sebagai area program penghijauan dan pelestarian kawasan hutan demi penguatan fungsi ekologis Labuan Bajo di masa depan.

Sementara itu, berdasarkan studi hidrologi dan perencanaan kawasan menunjukan bahwa tidak ada lokasi pembangunan yang bersinggungan maupun berdekatan dengan mata air. BPOLBF sendiri mengaku berkomitmen untuk tidak melakukan pembangunan yang akan mengganggu jalur limpasan air dan run off hutan Bowosie menuju ke Labuan Bajo. Penggunaan air direncanakan akan mengalirkan air dari sistem perpipaan dan bukan menggunakan sumur bor dalam.

Selain itu, pembangunan kawasan pariwisata otorita BPOLBF juga telah sejalan dengan amanah Perpres Nomor 32 Tahun 2018. Direncanakan kawasan ini juga sebagai gerbang kawasan Flores dengan menunjukan keunikan budaya dan kondisi alamiah yang terjaga dari visi pariwisata yang berkualitas.

“Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sudah merupakan komitmen BPOLBF dalam mengembangkan kawasan pariwisata berkualitas di Hutan Bowosie,”ujar Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina di Labuan Bajo, belum lama berselang.*

 

 

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button