FLORESGENUINE.com- Uskup Keuskupan Labuan Bajo, Mgr Maksimus Regus bersilaturahmi sekaligus berdialog dengan paguyuban kaum difabel Manggarai Barat. Acara ini digelar di Rumah Keuskupan Labuan Bajo, Kamis (28/11/2024).
Acara ini dihadiri Uskup Labuan Bajo bersama Vikjen Romo Richardus Manggu, Pr, Sekeretaris Keuskupan Romo Frans Nala dan Vikep Labuan Bajo Romo Yuvensius Rugi. Sementara, perwakilan paguyuban difabel yakni Yosep Min Palem yang juga Kepala SLBN Komodo.
Kedatangan paguyupan kaum difabel untuk berdialog langsung dengan Uskup Maksi sekaligus untuk menyampaikan curahan hati serta harapan-harapan para kaum difabel yang ada di wilayah Keuskupan Labuan Bajo.
Kepala SLBN Komodo, Yosef Min Palem menjelaskan, selaku perpanjangan tangan pemerintah khususnya dibidang pendidikan, SLB bertujuan untuk membantu meteka yang berkebutuhan khusus agar dapat mandiri dan membantu diri mereka sendiri. Pendidikan yang dijalankan antara lain pembinaan bakat melalui latihan dan ketrampilan. Hal ini tujuan agar setelah tamat anak-anak bisa mandiri.
Selain itu, dengan pendidikan dan pelatihan ini, guna mengurangi ketergantungan mereka terhadap orang lain. Kaum difabel bisa berbuat sesuatu. Itu berarti muncul dalam diri rasa percaya diri, mandiri dan harga diri mereka bisa di angkat dan hargai.
Dia berharap, dengan pertemuan dan dialog bersama uskup dan jajarannya, dapat memotivasi mereka sekaligus ikut memperhatikan kaum difabel dengan baik. Dalam kesempatan ini, Yosef Min Palem menyampaikan sejumlah persoalan seperti penggalangan dana sosial untuk membantu lembaga sosial, membantu kaum difabel dan pelayan sakramen khusus bagi para penyandang difabel.
Selain itu, agar pihak keuskupan dapat ikut mempromosikan hasil karya kaum difabel di paroki- paroki serta merekrut kaum difabel untuk bekerja di paroki atau keuskupan sesuai dengan kompetensi mereka.
Menyikapi aspirasi kaum difabel, Uskup Maksimus menyatakan, dirinya bergembira dan menyambut baik kedatangan kaum difabel untuk berdialog dengan Uskup Labuan Bajo.
“ Kami sangat senang karena bapa ibu saudara dan saudari datang di rumah keuskupan ini, walau hanya sekedar ngobrol dan bincang-bincang. Mungkin ada satu dua hal yang kita pikirkan bersama untuk karya-karya pelayanan kita di waktu-waktu yang akan dating,” ujar Uskup Maksi.
Uskup Maksi menjelaskan bahwa kita akan membuka tahun Yubelium pada Desember dan sepanjang tahun 2025 kita akan merarayakan sebagai tahun pembebasan dan rahmat Tuhan, tahun kasih dan karunia dari Tuhan.
Mgr Maksi mengatakan, Paus Fransiskus sudah mengeluarkan sebuah ensiklik baru yang berbicara tentang bagaimana mencintai kita dengan hati yang penuh kebaikan. Kita diharapkan untuk memiliki hati yang baik seperti putranya Tuhan kita Yesus Kristus.
“ Kami yakin dan percaya, teman-teman selama ini sudah banyak berbuat untuk melayani sesama terutama didalam kelompok dan didalam komunitas. Tentu hal itu juga menjadi satu kesaksian yang sangat penting dan memberi makna bagi perjalanan Gereja. Perjalanan kita semua sebagai komunitas, perjalanan sinodal dan perjalanan bersama sebagai umat Tuhan,” terang Uskup Maksi.
Menurut Uskup, apa yang teman-teman sudah lakukan selama ini memberi makna dan memiliki warna yang luar biasa bagi pelayanan kita sebagai sesama. Mudah-mudahan apa yang dilakukan secara internal ini memberi makna dan pesan-pesan yang kuat kepada saudara-saudari kita secara eksternal. Supaya kita berjalan bersama menyongsong rahmat Tuhan, kemurahan hati Tuhan yang terus bekerja dan berproses bersama.
Sementara itu, Direktur Yayasan Kita Juga (Sankita) Silvester Harsidi menjelaskan bahwa program Sankita sudah dilakukan yakni membiarkan penyandang disabilitas bersama keluarganya dan memperdayakan orang tua agar memahami, bagaimana cara hidup dengan kaum disabilitas, selain itu memperkuat orang tua untuk menyadari hak-hak anak disabilitas serta mempromosikan pendidikan yang inklusif di desa-desa.
Sankita bersama media telah berhasil membangun SLB, membangun tempat rehabilitasi dan memperjuangkan Perda tentang disabilitas.
“ Di dalam pengalaman kita selama ini, satu hal yang kami butuhkan adalah suara dari Gereja terkait promosi pendidkan inklusif. Kami menemukan anak-anak penyandang disabilitas di Manggarai Barat menghampiri lima ratus orang. Anak-anak ini sebetulnya tidak perlu disekolahkan disekolah khusus jadi mereka bisa sekolah disekolah umum,” ujarnya.
Beberapa sekolah di Manggarai Barat sudah didorong untuk menjadi sekolah inklusif dan banyak anak kaum difabel masuk kesekolah tersebut. Diharapkan sekolah-sekolah Katolik mendukung program pendidikan inklusif .
Sementara itu, Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Manggarai Barat Simon P. Bonsavia menyatakan bahwa pertemuan ini bukan hanya kebetulan tapi merupakan rencana Tuhan.
“ Hari ini merupakan awal yang baik untuk bertatap muka dengan yang mulia dan bisa sharing bersama. Persatuan penyandang disabilitas menangani semua jenis disabilitas,”ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa persatuan penyandang disabilitas bertujuan untuk mengakomodir semua kepentingan penyandang disabilitas. Diawali dengan memperjuangkan Perda Manggarai Barat Nomor 3 tahun 2017. Dalam Perda itu termuat sebelas hak-hak disabilitas.
Dia menyebutkan, hal prioritas yang ingin diperjunagkan adalah aksesibilitas. Kota pariwisata superpremium Labuan Bajo aksesnya harus ramah disabilitas, hak kesejahteraan sosial dan hak untuk pekerjaan.
Senada diungkapkan Ketua Persatuan Tuna Netra (Pertuni), Salestinus Mehang. Ia mengharapkan agar silahturahmi dengan yang Uskup Labuan Bajo dapat meneguhkan kaum difabel. Ia berharap ada pembinaan iman sehingga para tuna netra mendapatkan perlakuan yang sama dalam Gereja.
Menanggapi usulan dan keluhan kaum difabel, Romo Yuven mengatakan bahwa ada komisi khusus yang menangani kaum difabel. Komisi khusus ini berada di bawah Komisi Caritas yakni segala urusan yang berkaitan dengan karya-karya sosial gereja. Semua usul saran akan ditindaklanjuti melalui Komisi Caritas Keuskupan Labuan Bajo. [vin/fg]