
Masyarakat adat adalah sekelompok masyarakat yang selalu bersama alam saling berintegrasi dan berkorelasi. Bahkan bersama-sama membentuk satu keseluruhan yang agung dan harmonis. Mereka tidak memisahkan diri dari alam tetapi merasa dirinya bagian dari alam. Dari alam mereka menemukan kehidupan yang harmonis dengan sesama dan dengan roh-roh lehuhur serta dengan wujud tertinggi.
Mereka lebih berpikir secara sosial. Pemikirannya ditujukan kepada keharmonisan, kerukunan dengan sesama dan masyarakat sekelompoknya atau sesama suku-suku keturunannya. Pemikiran ditentukan pada kepentingan masyarakat, norma dan kepentingan sosial.
Mereka lebih menghayati kehidupan social tentang keharmonisan untuk mencapai keselarasan, keseimbangan dan kerukunan. Hakekat hidup diwujudkan oleh hubungan sosial dengan atasan dan sesama. Dari analisis mendasar tentang hal-hal ini menjadi jelas bahwa mereka percaya dunia hari ini dan hari esok.
Cara bertindak dan berkarya manusia dengan tidak terlepas dari perpaduan pengalaman yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Mereka memandang alam sebagai sesuatu yang sakral. Hal ini dapat dilihat dengan adanya tempat-tempat yang dipandang sangat istimewa dan ditakuti.
Misalnya puncak gunung yang tinggi, pohon-pohon besar, tempat angker yang dipandang mempunyai suatu daya yang gaib. Ditempat-tempat itulah mereka jadikan tempat berdoa dengan membawa persembahan untuk meminta pelindungan dan bantuan dari para leluhur mereka.
Masyarakat adat adalah susunan asli masyarakat Indonesia yang merupakan satu kesatuan masyarakat yang memiliki pergaulan hidup sendiri. Bertingkah laku sebagai satu kesatuan terhadap dunia luar. Memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat. Memiliki tata susunan yang tetap dan kekal. Mempunyai pengurus sendiri, harta benda, milik keduniaan dan milik gaib sendiri. Kesatuan ini merupakan suatu persekutuan hukum. Dan memiliki rumah adat sebagai tempat ritus setiap hari, minggu, bulan dan tahun. Sekaligus dijadikan tempat pertemuan antara warga dengan tokoh adat.
Jika ada masyarakat tanpa persekutan hukum semacam ini, berarti tidak termasuk dalam kelompok masyarakat adat. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pemerintah belum menyebutkan adanya sekelompok masyarakat adat.
Status masyarakat adat menurut UUD 1945, penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan bahwa di seluruh wilayah Indonesia masih terdapat sekitar 250 masyarakat. Mereka saat ini bermukim di sejumlah desa-desa di Pulau Jawa, Sumatera, Bali dan wilayah lainnya di Indonesia.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan karena itu dianggap bersifat istimewah. Negara Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
Masyarakat adat menurut hukum internasional dan hak-hak asasi manusia (HAM). Status masyarakat adat diakui oleh Convention Concerning Indigenous and Tribal Peoples In Independent Countries 1991. Indigenous an tribal peoples (suku/masyarakat asli) peoples diartikan sebagai masyarakat yang memiliki corak sistem social, budaya dan ekonomi yang khas, yang membedakan mereka dari masyarakat bangsa tersebut secara keseluruhan, yang seluruh atau sebagian kehidupannya diatur dengan kebiasaan atau tradisinya sendiri dengan hukum/kebijakan tertentu.
Mereka mempunyai kebiasaan hidup tersendiri antara lain. Pertama, memiliki sistem social budaya dan ekonomi dengan corak khas. Kedua, hampir seluruh kehidupannya diatur dengan hukum sendiri, hukum adat. Ketiga, sebagian kehidupannya diatur dengan hukum atau kebijakan tertentu, termasuk antara lain UUD 1945 dan UU Pemerintahan Daerah (UU 5/74) maupun UU 22/99).
Jika di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT) ada kelompok masyarakat yang memiliki sistem sosial budaya seperti diatas ini, maka mereka dapat digolongkan sebagai masyarakat adat. Tetapi sejak berabad-abad lamanya, tidak sekelompok masyarakat di NTT yang disebut masyarakat adat.
Konvensi menetapkan sejumlah skema hukum bagi perlindungan masyarakat asli.
Pertama, pemerintah harus melakukan koordinasi dan tindakan sistematis untuk melindungi hak masyarakat tersebut dan menjamin keutuhan mereka.
Kedua, masyarakat asli harus sepenuhnya diperlakukan sesuai dengan hak-hak asasi manusia (HAM).
Ketiga, harus dibentuk suatu kebijakan/ketentuan hukum yang tepat untuk keperluan perlindungan warga, lembaga, pekerjaan, budaya dan lingkungan masyarakat bersangkutan.
Keempat, kebijakan/ketentuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan harapan-harapan dan kehendak masyarakat bersangkutan.
Kelima, mereka harus menikmati hak-hak kewarganegaraan secara penuh, tanpa diskriminasi, dan juga tidak dibedakan dengan kebijakan tertentu.
Keenam, hak-hak dan kepemilikan mereka atas tanah dan sumberdaya alam yang ada padanya, yang secara tradisonal telah berlangsung turun-temurun harus tetap diakui atau dihormati. Dan
Ketuju, pemerintah negara bersangkutan harus menjamin non-diskriminasi dalam bidang berusaha, kesempatan kerja dan pelayanan kesehatan, demikian juga harus membantu mereka melakukan kontak dan kerjasama dengan pihak asing dalam rangka mendapatkan fasilitas dan jaminan hak mereka secara internasional.*